Terungkapnya kasus dugaan penyimpangan aliran dana non budgeter Departemen Kelautan dan Perikanan kepada pasangan Capres tahun 2004, menyisakan kekecewaan bagi keluarga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri. Saking kecewanya, sempat tersiar kabar anak-anak Rokhmin akan berpindah kewarganegaraan.
Pasalnya, Menteri Kelautan dan Perikanan pada era Presiden Megawati Soerkarnoputri itu disebut-sebut menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas masalah ini. Kekecewaan keluarga bertambah lagi, ketika mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri dijebloskan ke tahanan Mabes Polri, karena diduga terlibat korupsi dana DKP.
Keluarga berharap agar penyelesaian kasus ini berpihak pada mereka, sehingga Rokhmin dapat kembali menghirup udara bebas dan menjalankan aktivitasnya secara normal. Berikut ini hasil wawancara Eramuslim dengan Isteri Rokhmin Dahuri, Ir. Pigoselfi Anas, Msi, ditemui saat mendamping persidangan suaminya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Bagaimana perasaan ibu ketika pertama kali menerima kabar tentang dugaan keterlibatan Bapak Rokhmin dalam penyelewengan dana non budgeter DKP?
Saya langsung beristighfar, ketika pertama kali mendengar itu. Lantas tidak percaya, karena selama mendampingi Pak Rokhmin sejak 25 tahun lalu, saya sudah mengetahui luar dalamnya beliau. Apalagi itu tuduhan korupsi untuk memperkaya diri sendiri, ataupun orang lain, saya sangat-sangat tidak percaya. Jadi saya lebih melihat ini sebagai ujian, cobaan, takdir dari Allah. Saya tidak ada kata lain harus sabar dan ikhlas.
Ketika menerima itu apakah Ibu langsung percaya?
Saya langsung tidak percaya dengan tuduhan itu, dan saya berharap mudah-mudahan tidak terbukti bahwa Pak Rokhmin memperkaya diri sendiri. Kalau pun itu dianggap salah, itu kesalahan administrasi, kesalahan sistem ya. Itu mungkin. Tapi untuk memperkaya diri sendiri sangat tidak benar.
Selama bapak sebagai menteri sebagai pendampingnya, sepengetahuan ibu bagaimana sikap bapak?
Kami semua menganggap bahwa jabatan itu adalah amanah, sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan. Karena ini amanah yang sudah diterima, seluruh anggota keluarga men-support-nya. Semua pekerjaan, selain yang tidak berkaitan dengan kedinasan dia, saya ambil alih, contoh mengurus sekolah anak, pokoknya diluar kedinasan saya ambil alih.
Saya juga takut kalau kesandung-sandung, namanya juga orang, ada saja salahnya. Saking takutnya, saya itu ambil sekolah lagi, takutnya kalau saya ikut-ikutan dengan beliau takut salah. Kadang-kadang kita tidak sadar kalau telah berbuat salah. Untuk menghindari itu, makanya, Pak Rokhmin menjadi pejabat, saya melanjutkan sekolah. Saya tidak ikut-ikutan urusan dia saat menjadi menteri. Saya mau mendampingi beliau kalau hukumnya wajib, kalau tidak saya tidak mau.
Saya tahu sekali, Pak Rokhmin itu kerja keras, dan niat dia untuk membantu nelayan, karena dia merasa sebagai anak nelayan asli dan ilmu dia di sana. Jadi dia benar-benar berusaha mengaplikasikan ilmunya, saya tahu sekali niat tulus, ikhlas, untuk memajukan bangsa dan negara ini. Dan itu dibuktikan dengan kerja keras dia. Dia tidak pernah punya waktu libur bersama keluarga, sudah tidak ada lagi.
Termasuk masalah keuangan, bapak tidak pernah cerita?
Saya terus terang tidak tahu, jangankan dikasih, diceritakan saja ada uang-uang yang seperti ini, saya tidak pernah tahu. Saya baru tahu ada uang-uang sebanyak ini, setelah kasus ini terjadi, jadi saya benar-benar hanya apa yang sudah ada ijab kabulnya yaitu gaji, hanya itu yang diberikan Pak Rokhmin kepada saya. Jadi saya tidak tahu. Makanya saya dengan anak-anak saya yang sudah besar itu sangat tertarik sekali mempelajari ini, karena bayangan saya tidak ada uang-uang yang seperti ini. Itu fakta, bisa dilihat dengan kehidupan kami sehari-hari. Makanya saya terkejut masa sampai puluhan milyar begitu, saya tahu setelah ada kasus seperti ini.
Tanggapan anak melihat konndisi seperti ini, terutama mereka yang masih duduk dibangku sekolah?
Ya mereka terus terang sangat kecewa sekali, karena selama ini mereka terus terang saja, sudah berkorban untuk itu. Mungkin anda tahu wawancara dia dengan beberapa media, dia sangat kecewa dengan kejadian ini. Merasa bapaknya itu diperlakukan secara tidak adil, dia kan juga mempelajari masalah ini sebagai generasi muda. Dia ingin lebih banyak belajar bagaimana kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terus terang dengan kasus Papanya ini, mereka sangat kecewa, karena dia tahu dalam persidangan, yang lain-lain juga melakukan hal itu. Dan ini menjadi hal yang biasa, anak saya menyempatkan setiap persidangan itu hadir. Karena saking ingin tahunya, yang hadir biasanya pada saat persidangan, anak saya yang nomor dua yang kuliah semester VIII di Universitas Padjajaran, Bandung, dan anak yang ketiga yang baru akan masuk ke perguruan tinggi. Mereka hadir, ingin belajar. Dan terus terang saja, anak-anak saya itu merasa kecewa sekali dan merasa diperlakukan secara tidak adil, setelah mereka mengikuti persidangan itu.
Apalagi pada persidangan pada pekan lalu, dengan saksi Didi Sadeli, mereka berkata pada saya, ‘Mama itu kan uang dipegang dia, rekeningnya juga punya dia, kan bapak tidak melihat uang itu. ‘ Karena di persidangan saksi itu memperlihatkan deposito-deposito milyaran rupiah, atas nama dia. Lalu kemudian mereka (anak-anak Rokhmin) bertanya yang dituduh korupsi siapa sebenarnya, kenapa lalu bapaknya yang ditahan.
Anak saya berfikir lagi, inikan masih proses persidangan, belum terbukti, kenapa kok bapaknya sudah ditahan segitu lamanya. Anak-anak saya merasa kecewa, dan sempat mengeluhkan benar-benar susah hidup di Indonesia ini. Kita niatnya mau baik, jadi begini, yang benar jadi salah, yang salah jadi benar. Kata dia, jadi apa sih standar pegangan yang benarnya, arah ke mana, siapa yang jadi figur, yang jadi contoh kita itu. Selama ini, bapaknya itu menjadi figur, menjadi idola bagi anak-anak saya, seorang bapak yang jujur, kerja keras, yang agamanya kuat. Segala keteladanan ada, dia jadi dosen teladan, segala keteladanan ada, dan beliau juga sering memberi tausyiah kepada anak-anak. Jadi benar-benar figur bapak teladan bagi anak-anak saya.
Lalu sekarang dijebloskan begini, jadi anak-anak saya kehilangan figur. Kemudian bertanya pada saya, kalau sudah bekerja itu sebenarnya kita harus bagaimana sih, supaya kita selamat, karena bisa-bisa didzolimi terus. Sempat terlontar dari anak saya, mengusulkan sebaiknya kita pindah warga negara saja, kalau kita begini terus, didzolimi, gak jelaslah sistem itu standar arah kita ke mana. Tapi walaupun bagaimana, saya tetap bilang pada anak-anak saya, yang harus kita pegang adalah kejujuran dan kebenaran. Apapun akibatnya, apapun kondisinya kita harus memegang itu. Mungkin didunia kita didzolimi, tersiksa, mungkin saya tidak merasa tersiksa ya, tapi kita harus berjuang, karena tujuan akhir kita khusnul khotimah.
Sampai sejauh mana kebenaran pemberitaan bahwa anak-anak akan berpindah kewarganegaraan?
Ya mereka sempat mengusulkan begitu, terus terang saja anak saya yang ketiga itu kan lahirnya di Kanada. Jadi kan dia mempunyai kesempatan untuk memilih kewarganegaraan, saya kira ini suatu yang wajar sebagai generasi muda mempunyai pilihan. Dan juga mereka sedang merasa kebingungan bagaimana, saya kira itu suatu kewajaran. Tapi sebagai orang tua, apalagi Pak Rokhmin tetap memberikan arahan ini suatu tantangan, yang harus diperbaiki bersama, jangan cepat meyerah, kita harus memperbaiki.
Terhadap niatan itu anda mendukung atau menghalanginya?
Saya melihatnya melalui media massa, saya tahu rencana itu dari media massa. Sebagai orang tua, jelas saya tidak mengizinkan, bagaimanapun kita harus cinta dengan tanah air, meskipun saat ini negara kita kondisinya seperti ini, itu adalah tantangan buat kita sebagai generasi muda. Makanya saya berharap sekali, peradilan ini adil dan bijak mengadili kasus-kasus ini, jangan ada tebang pilih. Itu saja yang saya harapkan, mudah-mudahan masih ada keadilan, sehingga generasi mendatang tidak kehilangan arah.
Nasehat yang anda berikan terhadap anak untuk mencegah hal ini terjadi?
Saya mengingatkan sebagai bangsa Indonesia harus cinta tanah air, negara kita lagi terpuruk. Kita kan harus memperbaikinya. Ini agar menjadi pembelajaran semua supaya tidak cepat berputus asa, dengan sedikit masalah kita langsung menyerah.
Dengan masa penahanan yang dijalani oleh Bapak, ada aktivitas keseharian yang berubah tidak?
Oh jelas lah ya, karena setiap hari saya harus mengunjungi bapak di Mabes Polri, yang biasanya saya sibuk dengan keluarga, dengan kuliah saya, kebetulan saya juga lagi menyelesaikan pendidikan S-3 saya di IPB. Sekarang saya setiap hari harus berkunjung ke Mabes Polri, jelas itu membutuhkan waktu. Apalagi saya kan dari Bogor ke Jakarta waktunya banyak tersita.
Ada perasaan kehilangan dengan jarak yang memisahkan anak dengan sosok ayah yang selama ini senantiasa bersama dalam keseharian?
Ya sangat kehilangan sekali, biasanya kita kalau sholat subuh selalu berjamaah. Bapak selalu memberikan kultum, karena dia hari-harinya sibuk jarang sekali ketemu anak-anak. Jadi kesempatan ya diwaktu subuh itu, subuh atau isya, di mana ada kesempatan bersama bapak itu selalu memberikan tausyiah bagaimana menjalani hidup. Bagaimana kita harus kerja keras, itu yang harus diutamakan.
Kondisi psikologis mereka bagaimana terutama yang masih duduk dibangku sekolah?
Anak saya yang duduk dikelas enam SD saat ini dirawat dirumah sakit karena dia syok sekali. Karena waktu sidang seminggu yang lalu sempat hadir, anak saya merasa banyak nelayan, pengunjung, bapaknya dihadapkan di tengah-tengah, anak saya merasa bapaknya dipermalukan. Jadi dia syok, dia dirawat di rumah sakit, kata dokter kemungkinan tifus. Disekolah alhamdulillah semuanya mendukung. Anak saya yang di Unpad, yang sedang menyusun skripsi, dosen pembimbingnya bersama suaminya datang ke Mabes Polri menengok bapak, men-support anak saya, begitu juga yang di SMA itu kepala sekolah dan gurunya serta Komite sekolahnya datang ke Mabes Polri. Juga anak saya yang di SD, teman -teman tidak percaya melihat kehidupan kami sehari-hari, jadi tidak ada tanda-tanda tuduhan memperkaya diri sendiri.
Kalau bapak dinyatakan bersalah, tanggapan anda bagaimana?
Ya jelas sangat kecewa sekali, dengan putusan persidangan. Persidangan inikan belum selesai, karena itu kami terus berusaha dan berdoa, mudah-mudahan bebas, itu harapan kami. Karena saya tahu sekali, Pak Rokhmin kalau diluar sangat produktif, lalu ditahan enam bulan kayak begini banyak sekali yang terbengkalai. Mudah-mudahan bebaslah, kita jangan berandai-andai yang justru membuat saya sedih. (novel)