Dalam satu pekan terakhir, nama Hisyam Abu Varia bergaung keras di seantero Palestina. Sebabnya, ia menjadi orang Arab pertama yang bergabung dengan tentara Israel. Ia bertugas dan bertindak layaknya tentara Israel yang memperlakukan rakyat Palestina sedemikian rupa. Berikut ini adalah wawancara dengan Hisyam yang dilakukan dengan Ynet.
Bagaimana tanggapan ayah Anda dengan pilihan Anda ini?
Awalnya ayah ragu. Tapi saya tahu apa yang saya inginkan. Kebanyakan bangsa Arab di sini mendaftar jadi tentara Israel bukan untuk pelayanan, tetapi karena mereka sudah muak dengan kehidupan mereka sendiri. Mereka tidak tahu apa artinya menjadi tentara.
Apakah Anda mendapatkan kecaman yang keras selain dari keluarga Anda?
Tidak terlalu banyak. Tapi kebanyakan dari anak-anak. Beberapa orang lain bahkan bertanya kepada ayah saya bagaimana caranya berbicara kepada anak-anak mereka agar mereka mau mendaftar jadi tentara Israel.
Bagaimana dengan sahabat-sahabat Anda?
Tiga teman saya yang terbaik meninggalkan saya. Ini sangat sulit bagi saya.
Apa yang Anda capai dengan menjadi tentara Israel?
Yang pertama-tama saya ingin mendapatkan beasiswa dan mendapatkan gelar sarjana. Saya juga ingin mempelajari bahasa Ibrani. Dan studi Timur Tengah.
Mengapa ingin belajar bahasa Ibrani?
Sejak usia enam tahun, saya ingin belajar bahasa yang saya cintai itu. Saya juga tahu bahasa Aram. Selama latihan keperwiraan, kami dikirim untuk menjaga masyarakat di Shvut Rachel. Di sana kami diundang dalam Paskah Seder. Tuan rumah tidak tahu latar belakang saya dan di sana saya duduk di meja membacakan haggadah itu. Ketika mereka menyadari siapa saya, mereka berdiri dan bertepuk tangan untuk saya.
Orang-orang di Shvut Rachel sangat bermusuhan dengan orang Arab…
Mereka tidak membenci orang Arab tetapi orang di luar Israel yang ingin melakukan kejahatan. Dalam banyak hal, saya dibesarkan untuk menghormati tempat dimana saya menjadi seorang tamu. Saya ke sana untuk tugas militer dan saya melakukan hal dan kemampuan terbaik saya.
Dan bagaimana para prajurit Israel menyambut Anda?
Sebagian besar rekan saya terdiri dari orang-orang yang taat agama. Pada awalnya mereka pikir saya adalah seorang Druze. Dan ketika aku bilang saya dari Sakhnin mereka terkejut dan bertanya apa yang saya lakukan di sana. Saya merasa dihormati.
Anda baru saja berkunjung ke Polandia, dan singgah di kamp konsentrasi Majdanek juga berkeliling Auscwitz. Anda menjadi tentara Arab yang pertama mengunjungi Polandia yang dikirim oleh Israel…
Saya dulu tahu kata Holocaust , saya dulu tahu bahwa Nazi membunuh orang-orang Yahudi, tetapi tidak lebih dari itu. Dalam Majdanek, saya berpikir bahwa semua pihak yang terlibat dalam konflik Yahudi-Arab harus datang ke tempat ini untuk melihat apa yang dilakukan kepada orang-orang Yahudi, dan kemudian jangan lagi mengganggu orang-orang Yahudi.
Di Birkenau, saya berdoa dalam bahasa Arab. Saya menggigil. Saya memohon belas kasihan pada semua korban. Saya terus bertanya pada diri sendiri di mana orang-orang ketika itu? Mana Amerika Serikat, negara-negara Arab? Jika Jerman menang, orang Arab akan dibunuh juga. Saya melihat foto-foto para korban dan merasa menjadi bagian dari mereka. Kunjungan itu mengubah kehidupan saya.
Apa rencana masa depan Anda?
Untuk mencapai level tinggi sejauh yang saya bisa. Dan mendapatkan gelar master saya di antropologi. Ini karena menjadi tentara Israel. Dalam tentara, setiap orang adalah sama, tetapi tidak ada tempat lain lagi yang mampu mengumpulkan orang-orang yang berbeda, dengan latar belakang budaya yang berbeda, dan masih bisa hidup bersama. Itu yang paling menarik bagi saya. (sa/ynet)