Hidayat Nur Wahid: Saya akan Melaksanakan Amanah Apapun yang Saya Dapatkan

Publik mungkin bertanya-tanya, kemana Hidayat Nur Wahid. Salah seorang petinggi Partai Keadilan Sejahtera ini tiba-tiba luput dari sorotan publik. Sebelumnya, kader dan publik mengira kalau lepasnya HNW dari ketua MPR merupakan skenario PKS untuk memasukkan beliau ke bursa menteri SBY.

Lalu, apa sebenarnya yang terjadi di tubuh PKS setelah ternyata Doktor bidang akidah ini bukan hanya tidak lagi sebagai ketua MPR, melainkan juga tidak masuk kabinet? Apa yang dikesankan seorang Hidayat Nur Wahid setelah tidak lagi menjadi ketua MPR dan tidak masuk bursa kabinet?

Berikut wawancara reporter Eramuslim dengan Dr. Hidayat Nur Wahid, Mantan Ketua MPR Periode 2004—2009.

Setelah pemilihan Ketua MPR, Bapak seakan menghilang dari pentas nasional, ada apa sebenarnya, Pak?

Masak menghilang?! Saya ada, kok. Saya juga tidak mau menonjol-nonjolkan diri untuk kemudian mencari panggung atau apa. Saya tetap ada dan melaksanakan peran yang memang seharusnya saya lakukan dan masih terkait di DPR, saya berada di DPR, nanti di Komisi 1. Saya akan laksanakan amanah apapun yang saya dapatkan seperti sebelumnya yang saya lakukan dulu saat menjadi Ketua MPR.

Kabarnya, sejumlah partai Islam sudah bersedia akan memperjuangkan MPR ke tangan PKS, kenapa akhirnya terkesan pasrah di tangan Demokrat?

Saya kira nggak sesederhana itu, banyak hal, mengulang juga yang pernah terjadi pada peristiwa yang sebelumnya. Ketika dulu Partai Keadilan terkena electoral treshold, juga sebagian kawan dari partai Islam tidak bisa membantu agar Partai Keadilan waktu itu bisa terselamatkan dari vonis mati electoral treshold itu. Ketika pemilihan ketua DPRD di Jakarta misalnya, atau pemilihan Gubernur di Jakarta misalnya, kawan-kawan dari partai Islam juga tidak mau bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera dan kemudian mereka memblok pada pihak yg lain.

Jadi ini bukan hal yang sama sekali baru bahwa kemudian itu yang terjadi pula dalam bagiannya dalam pemilihan ketua MPR ketika sebagian kawan dari partai-partai itu memang sudah deal dengan Taufik Kiemas dan kemudian deal juga dengan Partai Demokrat dan itulah yang kemudian kemarin terjadi. Jadi, sekalipun sebagai pribadi mereka adalah kawan-kawan saya, kawan-kawan kami, tapi ternyata dalam konteks yang ada hubungannya dengan perkoalisian mereka mempunyai pilihan-pilihan yang berbeda.

Tentu saja sekali lagi, saya atau PKS tidak dalam posisi pasrah, kami tetap mengupayakan secara maksimal, yang jelas bahwa kemudian kami tetap minta kepada Badan Kehormatan DPR agar pemilihan itu berlaku aklamasi seperti yang diinginkan tapi kemarin kan jelas kemudian tidak bisa aklamasi karena ada beberapa pihak yang tidak mencalonkan atau pun mendukung sekalipun tidak ingin menghalangi, DPD apalagi punya sikap yang lain.

Apa hal ini merupakan kompensasi dari empat jatah kursi menteri yang diberikan SBY untuk PKS?

Saya kira tidak ada kaitannya dengan kompensasi semacam itu karena pada hakikatnya komunikasi dan koalisi lah ya, yang terbangun dengan SBY sesungguhnya tidak menganut barter-barteran begitu tapi tidak ada janji atau kesepatan atau lainnya. Anda bisa lihat sendiri bagaimana yang terjadi di lapangan bagaimana pelantikan presiden hari ini, Ketua MPR-nya bagaimana menyelenggarakannya, bagaimana ketika saya menyelenggarakannya. Itu semuanya sudah terjadi dan sudah dipilihkan dan tentu masing-masing mengetahui akan resiko terhadap pilihan-pilihan yang dilakukan itu.

Kenapa nama Bapak tidak masuk dalam bursa menteri kabinet SBY? Apa tidak ditawarkan oleh petinggi PKS?

Kalau itu, tentu yang ditanya bukan saya, yang ditanya tentu yang Anda sebut sebagai yang menawarkan, atau yang berhak untuk menelepon, bukan kepada saya.

Jadi, tidak ada pembicaraaan sebelumnya?

Saya tidak terlalu mementingkan hal itu, kalau posisinya semacam yang Anda tanyakan karena ini terkait dengan partai, terkait dengan presiden yang punya hak prerogatif, sebaiknya Anda tanya mereka apakah mereka mencalonkan saya dan apakah mereka menelepon saya. Tapi setahu saya, PKS mencalonkan saya dan PKS mencoba memperjuangkan bahwa kemudian hasilnya seperti yang Anda ketahui hingga sore ini, itu menjadi bagian yang penting untuk kemudian dicermati pada masyarakat umum untuk masa yang akan datang.

Bagaimana kesan Bapak terhadap pemerintahan SBY sekarang, apalagi dengan merapatnya hampir 90 persen partai?

Yah, mudah-mudahan seperti yang sudah dikatakan bahwa selain dari koalisi juga dari rekonsiliasi kalau memang semuanya begitu mudah-mudahan yang akan terjadi adalah kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan sekadar penumpukan kekuasaan untuk kemudian melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan semangat reformasi koalisi dan rekonsiliasi pastilah tidak mungkin dalam Republik Indonesia melakukan koalisi dan rekonsiliasi untuk sesuatu yang tidak sesuai dengan amanah rakyat dan amanah konstitusi.

Jadi, kalau sekarang sudah mempunyai kepentingan yang sangat tinggi, maka tidak ada lagi ruang bagi beliau untuk gagal, rencananya sudah amat sangat seharusnya bila periode ini beliau jauh lebih sukses, jauh lebih berhasil daripada periode sebelumnya karena hampir tidak ada lagi parpol yang bisa menghambat beliau untuk sukses.

Suara PKS pada pemilu legislatif lalu turun dari 8,3 juta menjadi 8,2 juta suara, apa langkah strategi PKS selanjutnya?

Kalau masalah itu, silakan bertanya ke Presiden PKS, Pak Tifatul, atau ke Pak Anis Matta sebagai Sekjen PKS.

Kalau di Komisi I sendiri, apa target kerja ke depan?

Secara fisik, baru akan ada pertemuan besok terkait dengan komisi I dan secara detail tugas-tugas di Komisi I masih perlu dibicarakan lebih lanjut dengan pimpinan komisi I dan anggota komisi I yang lain, jadi, secara fisik, saya kira yang perlu dilakukan adalah melaksanakan fungsi dan tugas DPR di Komisi I terkait dengan kontrol, terkait dengan budgeting, juga terkait dengan masalah regulating.

Menurut Bapak, bagaimana kecenderungan praktek koalisi dan oposisi yang dimainkan oleh partai saat ini?

Memang reformasi Indonesia ini, sistem koalisi atau oposisi relatif masih baru apalagi kalau oposisi belum ada aturan yang mengatur hal itu. Prinsipnya, memang yang dipentingkan adalah bagaimana terus melakukan peran kontrolnya agar kemudian bisa menghasilkan kinerja yang lebih baik untuk kepentingan rakyat dan negara.

Apalah arti sekadar berkoalisi kalau kemudian yang dimunculkan adalah perilaku politik asal bapak senang pasti itu akan melahirkan tragedi-tragedi, bapak pun pasti tidak suka bila kemudian anak buahnya hanya bersifat yes, man saja tanpa menghadirkan suatu masukan-masukan yang berkualitas. Tapi juga oposisi kalau kemudian hanya asal beda, itu juga akan membuat rakyat menjadi muak dan akibatnya pun partai oposisi tidak dipilih oleh rakyat karena mereka tahu bahwa ini partai asal beda atau kemudian asal melakukan sesuatu untuk menaikkan bargaining tanpa ada analisis yang mendalam.

Jadi intinya, menurut saya, jangan kita terjebak pada sekadar ideologi koalisi maupun oposisi tapi tagihlah apa yang menjadi janji daripada wakil rakyat, pemerintah pada waktu mereka kampanye dan itu bisa dilakukan oleh partai-partai yang berada di dalam posisi tersebut. (Ind)