Helvy Tiana Rosa, penulis kondang yang juga Anggota Mejelis Sastra Asia Tenggara mengatakan, semua orang dari latar belakang apapun jika mempunyai bakat yang dianugerahkan oleh Allah Swt, jika terus diasah bisa menjadi seorang penulis. Menjadi penulis yang baik itu harus bisa mempertanggungjawabkan semua hasil karyanya serta memahami bahwa tulisan itu nantinya dapat berguna bagi dirinya dan orang lain.
Atas kontribusi dan perannya mengembangkan sastra Islami dan membina banyak penulis Muslim, eramuslim dalam rangka Milad ke-6 memilih Helvy Tiana Rosa sebagai salah satu penerima eramuslim award.
Sejak kapan anda menekuni tulis menulis sastra Islami?
Kalau menulis sebenarnya sih sudah dari sejak di bangku sekolah dasar, dan mulai dipublikasikan sejak kelas III SD tahun 1978-1979. Kalau menulis yang terkait dengan ke-Islaman atau mulai interest-nya, ketika saya mulai memakai jilbab tahun1988 saat berusia 18 tahun.
Sebenarnya apa yang membuat anda tertarik dengan sastra Islami?
Saya merasa sastra Hindu ada, sastra Budha ada, sastra Kristiani menurut saya juga ada. Kenapa sastra Islami tidak boleh ada, saya sepakat dengan Abdullah Hadi WM, karena dia pernah mengatakan bahwa sastra Islam itu ada. Karena itu saya berusaha menulis, tadinya memang saya tidak berfikir akan disebut sastra Islam atau sastra dakwah. Saya hanya menulis mengikuti hati nurani saja dan menulisnya lebih karena semua muslim itu harus menyadari bahwa hidup mereka itu ibadah, karena itu segala apa yang kita lakukan mulai dari bangun tidur dan tidur lagi kalau bisa harus bernilai ibadah.
Dan ketika saya menulis, saya harus bisa menghasilkan karya yang bernilai ibadah, sebenarnya itu saja. Lalu kalau kemudian orang-orang mengatakan tulisan itu sastra Islami, sebenarnya itu bukan datang dari saya sendiri, tetapi dari penilaian orang-orang.
Saya merasa orang-orang yang mengatakan itu, tapi saya juga gak nolak, jadi kalau orang ingin mengatakan itu sastra Islami, yang bernilai Islam, menurut saya itulah pikiran saya, itulah perasaan saya, itulah perjuangan saya, ya tidak apa.
Selama ini anda mengangggap arah tulisan anda itu ke mana?
Kalau saya sendiri yang penting tulisan harus bisa mencerahkan orang lain, dan harus bisa membuat orang lain bergerak. Tetapi bukan hanya orang lain saja, tentunya yang pertama kali penulisnya dulu, karena tulisan yang baik itu adalah tulisan yang bisa mencerahkan dan membuat si penulis maupun orang yang membacanya bergerak dalam artian setelah membaca tulisan itu dapat melakukan sesuatu yang lebih baik. Jadi ada efeknya, itu menurut saya. Saya berusaha membuat tulisan seperti itu terlepas apakah pada akhirnya bisa atau tidak, tetapi paling tidak sudah dimulai dari diri penulis sendiri.
Maksudnya penulis itu bertanggung jawab penuh terhadap tulisannya?
Ya, dan saya tidak percaya dengan yang dikatakan oleh teori sastra modern bahwa ketika tulisan itu dilempar ke publik maka pengarangnya sudah mati, karena dia telah menjadi milik publik. Itu dapat mebuka celah bagi penulis untuk lepas tangan atas karyanya. Ya udah, itukan sudah jadi milik publik, saya gak bisa ikut-ikutan lagi.
Menurut saya, karya itu harus dipertanggungjawabkan dari mulai niat membuatnya sampai karya itu dilempar ke publik bahkan sampai pengarang itu meninggal, jadi walaupun sudah dilempar ke publik itu tetap karya penulis yang bersangkutan, yang setiap hurufnya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Bagi saya seperti itu, sehingga saya berusaha menulis yang bisa mendatangkan manfaat bagi orang lain, jangan sampai tulisan saya merusak suatu masyarakat.
Bagaimana pun tulisan itu harus bisa membangun masyarakat, paling tidak mempunyai dampak yang baik, yang mencerahkan masyarakat. Karena pertanggungjawabannya berat bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Pendapat yang demikian membuat saya berfkir supaya banyak orang yang berpendapat sama dengan saya. Pendapat itulah yang membuat saya pada tahun 1997 membentuk Forum Lingkar Pena, sebab saya tidak ingin sendiri berpendapat seperti itu, tetapi orang juga mempunyai gagasan yang sama menulis itu untuk mencerahkan orang lain, menulis dengan hati nurani, berkumpul bersama dan membina generasi yang lebih muda untuk ikut menulis.
Sebab dalam Forum ini kita menginginkan banyak yang konsen terhadap kaum muslim, yang tentunya berkaitan dengan kemanusiaan secara keseluruhan, nah bagaimana kita bisa menggerakan hati banyak orang melalui tulisan, bisa berdakwah melalui tulisan, itu akan efektif melalui forum bersama dan itu sudah FLP lakukan mulai tahun 1997, di mana saya sebagai pendirinya dan menjabat sebagi ketua selama 8 tahun sampai tahun 2005.
Dan sekarang posisi saya sebagi ketua majelis penulis, tidak di pengurus pusat lagi, sebab aktivitas saya kini lebih di dunia akademis, yakni sebagai Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta (UNJ), dan aktivitas lainnya sebagai Direktur Penerbit Lingkar Pena (FLP).
Dari berbagai tulisan yang sudah anda hasilkan, menurut anda tulisan apa yang paling baik responnya?
Alhamdulillah hampir semua tulisan saya itu banyak sekali responnya dari tulisan yang berupa puisi, cerpen, novel, naskah drama banyak responnya. Biasanya orang yang habis membaca karya saya, langsung SMS, mengirimkan surat, ataupun email. Saya gak bisa bilang mana tulisan yang paling mereka sukai karena masing-masing tulisan yang membacanya segmennya lain-lain dan mungkin mereka suka yang berbeda-beda.
Sampai sekarang sudah berapa karya yang anda hasilkan?
Kalau untuk buku sudah 30 buku, 10 naskah drama, antologi bersama, ada juga kumpulan puisi, juga ada kumpulan cerpen sekitar 30. Dan untuk buku, karya yang terbit belum lama ini tahun 2005 berjudul Risalah Cinta.
Anda menyukai dunia tulis menulis, apakah karena latar belakang pendidikan anda di bahasa dan sastra?
Saya lulusan S1 Fakultas Sastra Arab Universitas Indonesia, S2 di Fakultas Sastra UI jurusan Ilmu Susastera. Saya ingin tekankan, kalau menulis itu tidak penting soal latar belakangnya, yang terpenting tekad dan latihan, bakat itu bonus dari Allah, tergantung bagaimana kita mengasahnya, meskipun tidak mempunyai latar belakang sastra sangat bisa untuk menjadi sastrawan. Contohnya anak saya Faiz suka bilang; Bundaku, aku mau jadi Presiden yang penulis atau atlet yang sastrawan, seperti halnya Taufik Ismail sastrawan yang dokter hewan.
Apa suka duka yang anda alami selama menjadi penulis?
Sukanya, alhamdulillah sejak saya menulis yang bernuansa Islam, sering diundang keliling hampir seluruh Indonesia saya pernah datang untuk mengisi pelatihan sampai masuk kehutan, ke pabrik, ke kelompok anak petani bahkan sampai ke luar negeri, Mesir sampai ke AS yang penduduknya non muslim mengundang saya lantaran tertarik dengan karya Islami.
Di Hongkong saja saya membina FLP Hongkong yang hampir seluruh anggotanya pembantu rumah tangga, dan mereka bisa menghasilkan karya-karya. Jadi siapapun menurut saya bisa menjadi penulis dan saya senang bisa bermanfaat buat orang lain walaupun hanya sedikit.
Sedangkan kalau dukanya, itu ketika saya tidak bisa menghasilkan karya, buat saya itu dukanya. Saya juga tidak pernah mengharapkan mendapatkan award dari manapun untuk karya-karya atau yang sudah saya lakukan. Tetapi kenyataannya lain, saya berturut-turut mendapatkan award itu, jadi kaget sendiri. Misalnya pada tahun 2004, saya mendapat award dari Tabloid Nova dengan kategori wanita Indonesia yang inspiratif, dari Majalah Ummi untuk kategori anugerah khusus, lalu tahun 2005 award dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) sebagi tokoh perbukuan Islam dan tahun 2006 eramuslim award.
Apa tanggapan anda atas penghargaan yang diberikan eramuslim?
Saya berterima kasih sudah diperhatikan oleh eramuslim, tetapi saya merasa banyak orang yang lebih pantas menerima itu dari pada saya.
Bagaimana pendapat anda melihat perkembangan buku-buku fiksi Islam saat ini yang beredar di tanah air?
Alhamdulillah sudah banyak buku-buku Islam yang beredar terutama sejak adanya FLP tahun 1997, dan tahun 2000 booming fiksi Islami yang dimotori oleh FLP. Selama 8 tahun saja saya memimpin hampir 500 buku sudah diterbitkan, hingga sekarang masih terus berlanjut.
Sumbangsih forum ini cukup luar biasa dalam menerbitkan buku Islam, termasuk sudah menjalin kerjasama dengan lebih dari 40 penerbit di Indonesia. Saya kira ini mendorong geliat baru terutama untuk buku-buku fiksi, sebelumnya buku Islam banyak tetapi non fiksi. Untuk itu diharapakan penulis lebih jeli lagi melihat pasar, karena adakalanya orang merasa bosan.
Selain itu yang harus diantisipasi adalah momentum kebangkitan buku-buku Islam ini dimanfaatkan oleh segelintir orang yang tadinya bukan penerbit Islam, melihat keadaan ini memanfaatkan keadaan ikut juga menerbit buku-buku Islam tapi dengan wawasan keIslaman yang sangat kacau. Sebagai contoh gambar cover bukunya Jilbab tapi dalamnya mengajarkan maksiat, itu pernah saya temukan dan saya sedih, tentu ini bukan karya teman-teman dari FLP. Di sinilah hendaknya penulis melihat terlebih dahulu sebelum menyerahkan naskahnya kepada penerbit yang benar-benar melakukan syiar Islam.(noffel)