Heike Groos, 49, adalah dokter militer tentara Jerman di Afghanistan dalam beberapa putaran tur. Dalam wawancara dengan SPIEGEL, dia berbicara tentang bagaimana situasi di negara itu memburuk ke titik yang menakutkan, perasaan tidak berdaya dalam menghadapi kehancuran yang total dan akhirnya ia memilih untuk pensiun. Berikut petikannya:
Dr Groos, dalam keberangkatan Anda ke Afghanistan yang pertama pada tahun 2002, Anda mengatakan seperti kamp pramuka. Bagaimana bisa situasinya kemudian menjadi begitu buruk?
Kematian pertama yang saya lihat di sana menghancurkan semua atmosfer bagi saya. Itu terjadi dalam keberangkatan saya yang kedua di Kabul. Saya mengharapkan segala sesuatunya berjalan seperti ketika pertama kali saya ke sana; banyak sinar matahari, pemandangan yang indah, rekan yang akrab dan penduduk lokal yang ramah.
Kemudian salah satu kendaraan kami meledak terkena ranjau, menewaskan seorang prajurit muda ketika itu juga. Dia dibawa ke kamp dan diserahkan kepada kami untuk pemeriksaan medis. Saat itu, ketika saya sedang sendirian di lapangan, dengan anak yang mati itu, mengingatkan saya pada anak tertua saya, seketika saya sadar di mana saya sedang berada dan sedang berhadapan dengan saiapa.
Semakin lama Anda berada di sana, semakin Anda ragu akan logika di balik misi ini….
Kami mengalami perubahan signifikan setelah mengalami serangan pertama yang ditujukan secara langsung pada kami. Seorang pembom bunuh diri meledakkan salah satu bus kami, membunuh empat tentara dan melukai lebih banyak lagi.
Setelah itu, kami lebih berhati-hati, lebih gelisah, lebih waspada. Kemudian, ketika tentara baru tiba dari Jerman, sepertinya mereka telah dilatih agak berbeda untuk tugas mereka. Hal pertama yang mereka katakan ketika mereka turun dari pesawat itu: "Di mana Taliban? Kami ingin melawan mereka!"
Bagaimana pengalaman itu mengubah Anda?
Bahaya membuat saya lebih kurus. Hari ini, jika seseorang menyerang anak-anak saya, saya akan menembak orang itu sampai mati dan saya tidak akan sulit tidur di malam harinya. Saya tidak tahu apakah itu mengganggu atau tidak.
Apa pengalaman terburuk Anda di Afghanistan?
Serangan bunuh diri di bus kami di bulan Juni 2003. Ada kekacauan hebat, dan ada terlalu banyak hal yang harus kami tangani. Saya mencatat cedera mereka, dan memastikan bahwa mereka mendapat perhatian medis yang mereka butuhkan, sehingga mereka bisa diangkut di tempat lain.
Setelah mereka semua dibawa pergi, suasananya sepi. Dokter lain, saya sendiri, dan kematian adalah satu-satunya yang tersisa. Pada saat itu, kami tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Biasanya, sebagai seorang dokter darurat, Anda menyatakan belasungkawa Anda kepada keluarga orang yang meninggal itu, dan kemudian Anda pergi. Tapi dalam kasus ini, entah bagaimana kami harus berduka.
Apakah Anda dihantui oleh serangan itu?
Untuk sementara, ya. Ada hal-hal tertentu yang selalu memicu kilas balik, seperti bau ayam panggang, (seperti) para tentara yang telah dibakar.
Anda bertahan sampai tahun 2007. Kenapa akhirnya memutuskan untuk pensiun dan meninggalkan militer?
Saya tidak ingin terus menjadi bagian dari misi sinting ini. Saya tidak ingin melihat orang-orang muda mati tanpa alasan. Banyak dokter lain merasakan hal yang sama dan akhirnya berhenti juga.
Perang modern seperti ini telah membuat dokter seperti kami tak berguna. Prajurit dibom dan mati seketika. Saya pikir salah satu alasan mengapa begitu banyak dokter yang berhenti dari militer adalah karena mereka merasa tak berdaya.
Alasan lain jika saat ini terjadi kekurangan dokter, berarti banyak dari mereka yang dikirim ke Afghanistan menyatakan bahwa hal itu bertentangan dengan nurani mereka.
Setelah tugas terakhir Anda, Anda pindah ke Selandia Baru. Dan, tidak lama setelah itu, Anda mengalami gangguan mental.
Saya pikir ketika itu saya baik-baik saja. Namun, kenyataannya, saya seperti bendungan yang tiba-tiba pecah dan melepaskan begitu banyak air. Saya hanya duduk di kursi dan tidak tahu apa yang salah dengan saya. (sa/speigel)