Anggota Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch (ICW) yang juga Koordinator Monitoring Peradilan ICW Emerson Juntho menantang Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk menggunakan "tangan besi" nya untuk meneruskan tugas pendahulunya, Abdurahman Saleh, dalam menuntaskan tindak pidana korupsi besar.
Menurut Emerson, tantangan berat yang dihadapi Jaksa Agung yang baru adalah memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum. Berikut bincang-bincang Eramuslim dengan Koordinator Monitoring Peradilan ICW.
Bagaimana anda menilai komitmen dari Jaksa Agung Hendarman Supandji dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia?
Inikan masih dalam hitungan hari Hendarman menjabat sebagai jaksa agung, belum kelihatan sekali perubahan yang berarti. Cuma kita kan tidak bisa terlalu optimis dulu, kita memang masih tahap berharap. Namun kalau kita melihat penanganan beberapa kasus yang di-handle-nya ketika menjabat sebagai Jampidsus, masih banyak catatan dan belum maksimal, karena masih banyak kompromi politik. Tetapi saat ini sudah relatif lebih baik, dibandingkan era-era sebelumnya.
Kita sih berharap, pada saat jadi jaksa agung banyak pekerjaan rumah yang bisa dibenahinya. Misalnya saja pembaharuan kejaksaan, kemudian evaluasi kinerja di seluruh jajaran kejaksaan mulai dari kejaksan agung, kejaksaan tinggi, sampai kejaksaan negeri. Mereka yang menduduki jabatan struktural perlu ada evaluasi secara menyeluruh. Selanjutnya, mengenai penanganan kasus itu sendiri, yang menyangkut pemberantasan korupsi.
Dengan begitu, kinerja yang baik saat Hendarman menjabat sebagai Jampidsus, bisa dijadikan patokan kesuksesannya dikemudian hari?
Ini sangat susah untuk diprediksi, karena kita sering tertipu, yang awalnya kita anggap baik, punya komitmen, ternyata kemudian jauh dari yang kita harapkan dan perkirakan, nah lagi-lagi ini hanya sebatas harapan, kepada jaksa agung baru.
Adakah indikator lain untuk ke depan bahwa Jaksa Agung baru dapat menyeret koruptor besar, seperti dia mampu menyeret Mantan Dirut Bulog menjadi tersangka dalam sejumlah kasus korupsi?
Kembali lagi, kalau yang sudah menyangkut masalah prediksi ya sulit juga, karena kita sering kali terjebak dengan apa yang dikondisikan, hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diprediksikan. Selama ini kejaksaan, walaupun profilnya bersih, berintegritas, lagi-lagi tetap membutuhkan kemauan dan keberanian. Ini yang dituntut dapat dilakukan oleh Hendarman ke depan. Termasuk bagaimana dia bisa menyiasati tekanan-tekanan politik yang diusung oleh banyak partai politik.
Apa upaya yang harus dilakukan oleh Hendarman untuk menghindar dari tekanan politik?
Yang pertama makan yang banyak minum vitamin biar sehat, karena percuma saja kalau dia rajin, tapi kalau sakit-sakitan, selain itu mesti banyak berdoa. Dalam penanganan kasus korupsi itu juga harus menghitung cost politiknya, apakah ini justru banyak hambatannya atau justru tidak ada. Yang terpenting dalam pekerjaan itu, dia harus dapat mengembalikan kepercayaan publik kepada institusi kejaksaan itu sendiri. Inilah yang harus ditunjukan oleh Hendarman Supandji. Kalau untuk menghindari tekanan politik itu memang agak susah, sangat tergantung dari kemauan Hendarman Supandji untuk mengabaikan segalam macam pretensi politik.
Apa saran dari ICW untuk hal ini?
Ya yang terpenting sehat dululah, kalau sakit payah kan Pak Hendarman kedepannya.
Apa anda melihat Hendarman tipikal yang penyakitan?
Itu guyon saja sih, apa yang ditunjukannya saat menjabat sebagai Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) harus dapat ditingkatkan kembali, tidak membuka kompromi sama sekali dalam penanganan kasus korupsi. Termasuk pembersihan dijajaran kejaksaan, kalau dia bandel, bekerja tidak sesuai dengan target yang ditetapkan, ya lebih baik dimutasikan, atau dipecat sekalian.
Bagaimana untuk mengatasi jaksa-jaksa yang menyimpang?
Ya kita mendorong jaksa agung harus bertangan besi, dalam konteks ini dia tidak ada kompromi apapun, kalau misalnya menemukan bukti jaksa terlibat bermain kasus, selain dipecat jaksa agung harus mendorong proses hukum terhadap si jaksa ini. Kalau tidak pakai tangan besi, kemudian membuka kompromi-kompromi semacam itu, susah untuk mengoptimalkan pemberantasan korupsi. Pokoknya tangan baja, tangan besi.
Tapi jelas harus tetap sehat?
Yang pasti kita berharap mudah-mudahan begitu. Jangan sampai seperti mantan jaksa agung Baharuddin Lopa.
Maksudnya seperti Baharuddin Lopa?
Itu memang pada akhirnya menjadi resiko profesi yang dihadapinya, cuma kita menginginkan agar resiko itu tidak membuat kinerja mereka semakin menurun, justru harus meningkat. Kalau umur manusia, tidak pernah ada yang tahu.(novel)