Sekretaris Jenderal Masyarakat Peduli Angkutan Udara Komersil Indonesia (MPAUKI), Eko Roesni Putera, mengaku miris melihat kondsi indutsri penerbangan komersial di tanah air. Perang tarif memicu persaingan usaha yang tidak sehat, sehingga para pengusaha cenderung hanya mengejar keuntungan, tanpa memperhatikan faktor keselamatan. Untuk itu, sudah saatnya pemerintah menertibkan semuaperusahaan penerbangan komersil agar sesuai standar aturan yang telah ditetapkan.
Apa dan bagaimana sebenarnya kondisi industri penerbangan komersil di tanah air dan bagaimana perkiraan nasib Adam Air? Berikut bincang-bincang eramuslim dengan Sekjen MPAUKI, Eko Roesni Putra.
Industri penerbangan komersial kembali diguncang dengan kecelakaan pesawat terbang milik Adam Air. Banyak yang kembali mempertanyakan kualitas safety penerbangan komersial kita, bagimana anda mencermati hal ini?Kami sudah mengingatkan menteri, presiden, bahwa situasi industri penerbangan komersial sudah mengkhawatirkan sejak munculnya multi airline pada tahun 2000. Kemudian muncul persaingan usaha, padahal belum jelas bagaimana konsep multi airline itu, kaitannya dengan sistem transportasi nasional bagaimana, itu harusnya jelas.
Apalagi sejak munculnya multi airline tidak ada sosialisasi. Tidak ada penjelasan pada penerbangan-penerbangan yang sudah ada. Waktu itu, selain Garuda, Merpati, sudah ada Mandala, Buraq dan Sempati. Lalu muncul Lion Air, bikin tarif senaknya. Nah, itu sudah kita ingatkan. Ini koq bikin tarif begini, apa tidak bahaya?
Dari segi komersil, bikin tarif murah akan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Apa tarif itu sudah memperhitungkan ongkos-ongkosnya, seperti ongkos perawatan, apa sudah dipertimbangkan?
Apakah anda ingin mengatakan bahwa tarif-tarif murah yang ditawarkan sejumlah maskapai penerbangan komersial sekarang itu sebenarnya tidak wajar?
Tidak masuk akal.Itu kan ada hitungannya. Komponen cost-nya ada. Minyaknya berapa, pilotnya berapa, dan sebagainya. Masing-masing pesawat hitungan biayanya perjam. Misalnya Jakarta-Surabaya, biasanya untuk tipe Boeing itu tiap jam sekitar 3.000 dollar AS. Angka itu dibagi jumlah tempat duduk. Biasanya tempat duduknya 150. Tapi hitungannya tidak persis seperti itu. Yang dihitung biasanya 100 tempat duduk. Jika hitungan untuk jumlah itu dianggap sudah menutup biaya, ya, 3.000 dollar dibagi 100, sisanya 50 tempat duduk adalah marginnya. Nah, sekarang, kalau tarif pesawat terbang hampir sama dengan tarif kereta api,
ya enggak masuk akal.
Jadi penetapan tarif yang ideal itu seharusnya bagaimana?Masyarakat Peduli Angkutan Udara Komersil Indonesia (MPAUKI) mengusulkan harus ada tarif batas bawah untuk setiap tujuan penerbangan. Harus ada ketentuan itu, karena kalau tidak, akan banyak pelanggaran. Pengusaha pada banting harga, sehingga meninggalkan faktor keamanan. Kalau tarif batas atas sudah ada ketentuannya. Sekarang yang tidak ada batas bawahnya, itu yang bikin bahaya.
Apakah ketentuan tarif batas bawah akan menjamin keselamatan penerbangan komersial?Jika batas bawah ada, jaminan keamanan pasti ada. Itu dari segi komersilnya. Tapi kalau bicara soal keselamatan, kan menyangkut manusianya juga. Kalau bicara ini, saya katakan, kita ini masih dalam kondisi lemah disiplin. Sebetulnya aturan keselamatan penerbangan itu semuanya sudah ada. Tapi suka dilanggar karena memburu duit. Ibarat mobil, sudah waktunya servis, dipakai terus…
Lantas, darimana pemerintah harus segera memulai pembenahan industri penerbangan komersial ini?
Kalau saya boleh mengatakan, perusahaan-perusahaan penerbangan baru ini pada umumnya, latar belakang penerbangannya tidak ada. Perusahaan penerbangan yang manajemennya dipimpin oleh orang yang enggak ngerti pesawat terbang, ya itu sudah enggak benar. Oleh sebab itu saya mendukung gagasan adanya fit and proper test terhadapmanajemen perusahaan penerbangan komersil.
Sekarang seperti Adam Air, Adam Air itu pengusahanya tadinya kan pengusaha sepeda motor, terus menjadi pengusaha penerbangan. Artinya, enggak ngerti pesawat terbang, pilot-pilotnya juga diperintah seenaknya sendiri. Sewa pesawat juga sewa pesawat yang murah-murah. Kalau pesawat murah itu artinya bagaimana…?
Jadi, kembali ke permasalahannya, mulai sekarang manajemen perusahaan penerbangan komersial itu harus di-fit and proper test. Harus ditertibkan. Pemerintah juga harus tegas dan konsisten dalam menegakkan aturan. Untuk mengatakan tegas, harus ada sangsi bagi setiap pelanggaran.
Kembali ke kasus Adam Air. Sebagai orang yang paham dunia penerbangan, apakah menurut anda Adam Air akan berhasil ditemukan?Ya, kalau saya, sebagai manusia, saya doakan semoga berhasil. Tapi semua Tuhan yang menentukan. Perkiraan saya koq enggak ya…
Alasannya?
Ya, bagaimana… wong bekasnya enggak ada. Sekarang misalnya ada yang dikatakan ELBA, itu juga sudah kelewat 48 jam. Nyarinya kan susah itu nanti. Ya barangkali, mungkin ketemu, sebulan lagi. Barangkali ya… kalau tidak masuk ke laut. Saya doakan ketemu, tapi kalau enggak ketemu, itu sudah kehendak Tuhan.
Melihat situasi industri penerbangan kita yang masih memprihatinkan, apa saran bapak bagi mereka yang biasa menggunakan jasa penerbangan?Singkatnya, saya merekomendasikan Garuda. Garuda itu pesawatnya paling muda daripada yang lain. Paling tua, pesawat Garuda berusia 12 tahun. Tapi pesawat non Garuda, itu sudah lewat 15 sampai 20 tahun. Ini bukan karena saya bekas orang Garuda lho ya, tapi saya tahu persis, pilot Garuda itu dididik dengan benar, menurut aturan yang benar. Teknisisinya juga dididik dengan benar. Nah, perusahaan penerbangan sekarang, bagaimana SDM nya mau bagus, lha wong manajemennya saja enggak ngerti penerbangan. (ln)