Pemahaman masyarakat Muslim Indonesia mengenai konsep syariah masih terbatas hanya pada kegiatan ibadah-ibadah rutin, padahal konsep syariah meliputi semua aspek kehidupan. Ekonomi syariah juga tidak hanya sebatas pada perbankan syariah, namun mencakup berbagai ruang lingkup perekonomian yang mendasarkan pada pengetahuan dan nilai-nilai syariah Islam. Cara pandang itu sudah saatnya diubah dan untuk mengubahnya, ada tujuh konsepsi yang perlu diterapkan. Konsepsi itu akan berjalan efektif jika tiga elemen yakni para tekhnokrat, ulama dan pemerintah dapat bersinergi.
Hal tersebut disampaikan pakar ekonomi ayariah yang juga Pemimpin Konsultan Batasa Tazkia Dr. H. Muhammad Syafi’i Antonio, M. Ec yang ditemui eramuslim di sela-sela Seminar Nasional Manajemen Syariah, di Hotel Jaya Raya, Cipayung, Bogor, Jawa Barat, Rabu (7/3). Berikut ini petikan bincang-bincangnya;
Bagaimana Anda melihat pemahaman masyarakat Muslim Indonesia saat ini tentang syariah?
Syariah selama ini masih dianggap sebagi ibadah rutin, seperti sholat, zakat, haji. Syariah itu sendiri harus dipahami secara umum karena dalam bahasa itu bermakna syar’i atau jalan menuju mata air dan jalan menuju kehidupan. Syariah itu juga bukan hanya dari sisi ekonomi. Kita juga suka salah, yang dimaksud itu merupakan muamalah. Tugas kita adalah bagaimana mengintegrasikan hukum dan nilai yang kita ambil dari Al-Quran dan As-sunnah masuk dalam kehidupan ekonomi, produksi, distribusi, marketing dan keuangan, itu satu tantangan dalam menginternalisasi nilai-nilai ini.
Bagaimana cara mengembangkan dan merubah paradigma itu dimasyarakat?
Saya ingin memberikan tujuh langkah yang harus dilakukan. Pertama Konseptual Development, artinya konsepsi-konsepsi dari Al-Quran dan As-sunnah kita harus gali, sehingga relevan dengan yang kita butuhkan. Yang kedua, dari sisi Legal Frame Work, bagaimana supaya itu kokoh harus didukung oleh peraturan baik perda ataupun UU, surat keputusan direksi dari level manapun, sehingga bisa kokoh. Ketiga, hal itu nantinya bisa dituangkan ke dalam Policy (kebijakan). Kita harus membantu supaya itu ter-Akselerasi, kalau memungkinkan ada keterlibatan institusi didalamnya, sehingga kita tidak duduk di menara gading, tetapi bisa ke lapangan. Kemudian untuk menjadi industri, maka kita harus mendorongnya supaya bisa bergerak. Yang keenam, adalah Regeneration, kita harus menyiapkan kader-kader untuk memastikan ini bisa berkelanjutan, dan setiap saat kita harus bisa melakukan Sosialisasi, sehingga diketahui oleh banyak orang. Inilah kerja bersama para teknokrat, ulama dan juga pemerintah.
Dalam kebijakan perekonomian khususnya, apakah anda melihat konsep syariah ini sudah banyak diterapkan?
Ada yang sudah, ada juga yang belum dan ada juga yang terlambat. Yang sudah sedikit menerapkan, di lembaga keuangan dan perbankan, tetapi belum lengkap misalnya bagaimana menarik dana-dana dari Timur Tengah dengan satu obligasi negara yang berbasis syariah. Negara Singapura, begitu tahu, langsung melakukan modifikasi pada penerapannya ke dalam sistem yang ada, sehingga bisa memastikan dana-dana Timur Tengah itu masuk. Bahkan Jepang juga melakukan itu, serta salah satu negara bagian di Jerman sudah mulai melirik hal itu, begitu juga dengan China. Saya khawatir Indonesia akan ketinggalan dalam hal melakukan deregulasi kebijakan sektor finansial. Walaupun pembinaan perbankan syariah dan pembinaan asuransi syariah sudah ada, tetapi masih belum ditingkatkan.
Menurut Anda apakah manajemen syariah ini mudah diterapkan disemua lini?
Manajemen syariah itu universal, karena manajemen itu lebih kepada soft skill, lebih kepada kebiasaan, norma, strategi. Karena melihat keempat hal ini, maka peluangnya terbuka luas. Terutama dari sisi SDM, sisi operasi, dari sisi pemasaran, dan keuangan. Ini yang standar-standar saja, dan ini semua bisa dimasukan oleh norma manajemen. Hal itu juga seperti dikatakan dalam Al-Quran, Sunnah, rukun Islam, rukun iman dan sepanjang sejarah mereka memiliki kebijakan itu. Bahkan dalam ritual-ritual seperti doa, sholat, puasa bisa sangat berpengaruh ke dalam efektivitas manajemen terutama untuk pengembangan SDM, serta untuk manajemen keuangan dapat lebih transparan.
Bagaimana cara untuk mengefektivitaskan manajemen seperti itu?
Untuk efektivitasnya, diperlukan adanya norma perusahaan, apa yang disebut langkah-langkah strategis, serta ada yang disebut visi dan misi, maka dari situ dituangkan dalam peraturan kerja kemudian dipadukan dengan sistem manual, yang berasal dari keahlian paling dasar dan hal yang bersifat kuantitatif, serta nilai-nilai yang diadopsi, sehingga ujung-ujungnya bisa kuantitatif. Asalnya normatif kemudian diikat dengan Standard Operating Procedures (SOP), ujungnya bisa menjadi kuantatif. Sebagai contohnya kita melakukan pemasaran, kita harus jujur, tidak boleh berbohong, kita harus menyampaikan apa adanya, inikan sesuatu yang soft. Mengandalkan kejujuran dan apa yang dituangkan dalam brosur, jangan berbicara diluar kandungan yang asli. Dan jika terjadi proses diskon dari harga, harus benar manajemen keuangannya, kemudian ditransfer ke dalam lembaga keuangan syariah. Dan jika dipublikasikan dimedia, jangan membuka aurat. Itukan semua norma tapi menjadi sesuatu yang konkret dengan satu aturan yang bernama manajemen.
Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim, apakah punya potensi besar untuk menerapkan manajemen syariah secara keseluruhan?
Itu terpulang kepada indivdu, kepada ulama, terpulang kepada akademisi, kepada pemerintah. Ketika individunya bersemangat, akademisinya diam saja, itu tidak akan jalan. Begitu juga kalau akademisinya yang semangat, tetapi ulamanya tidak semangat juga tidak akan berjalan, semua harus bersama-sama.
Sebagai tokoh syariah apakah anda optimis penerapan manajemen syariah bisa terwujud di masa depan?
Saya sedang menyelesaikan sebuah buku tentang leadership dan manajemen, jadi saya optimis seribu persen, karena good business is a values best business. Seperti yang sering disebut-sebut, Good Governance, sesungguhnya itu adalah bagian dari manajemen yang berbasis syariah. (noffel)