Keyakinan pemerintah mampu mengatasi serangan flu burung, tidak terbukti. Belum genap sepekan laporan tahunan Menko Kesra Aburizal Bakrie yang mengatakan bahwa saat ini hanya tinggal 14 propinsi dari 30 propinsi di Indonesia yang terjangkit flu burung, ternyata flu burung kembali merebak di Jakarta, Jawa Barat, dan Tangerang.
Berdasarkan data Depertemen Pertanian, ternyata hanya tiga propinsi yang bebas dari virus mematikan itu, yakni Maluku, Maluku Utara, dan Gorontalo. Indonesia bahkan tercatat menjadi pemecah rekor melampaui Vietnam, di mana korban meninggal akibat virus avian flu antara 2005-2007 berjumlah 59 orang, sedangkan Vietnam hanya 42 orang dan dalam kurun waktu 2006-2007 tidak ada korban meninggal di Vietnam.
Yang lebih menyeramkan lagi, seorang pakar kedokteran hewan mengklaim sebagian besar masyarakat Jakarta membawa virus H5N1. Lantas langkah sebenarnya yang harus dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus flu burung ini? Berikut ini bincang-bincang eramuslim dengan pemerhati kasus flu burung yang juga ahli Biologi Molekuler Universitas Airlangga Surabaya Dr drh C.A Nidom MS.
Ada kemungkinan 70 persen penduduk Jakarta membawa virus flu burung, begitu pernyataan yang dilansir media massa awal pekan ini, apakah hal ini benar?
Pernyataan ini dikeluarkan, setelah dilakukan penelitian dan pemeriksaan pada masyarakat Jakarta. Saya yakin sebagian besar sudah membawa virus yang mematikan ini, makanya saya menyebutkan tidak kurang dari 70 persen. Data-data itu diperoleh dari fakta-fakta yang saya temukan selama ini didaerah Tangerang dan Jakarta.
Fakta pertama yang didapat, telah terjadi kasus besar flu burung, terjadi tahun 2003 pada ayam di Tangerang. Saya juga menemukan virus pertama yang menginfeksi babi juga di Tangerang, kemudian menginfeksi orang, yang langsung cluster pada kasus Iwan Iswara yang juga di Tangerang. Kemudian selama beberapa bulan terus menerus terjadi infeksi.
Kemudian pada Maret 2006, saya berhasil melakukan pengujian terhadap beberapa virus yang berasal dari Tangerang, sudah menunjukan adanya kemampuan penularan virus itu menular antar manusia.
Lalu kesimpulan 70 persen itu darimana?
Bukan angka yang penting di sini. Saya mengatakan bahwa saya yakin sebagian besar penduduk Jakarta maupun Tangerang telah membawa virus ini, karena sudah saya duga bahwa virus ini menular antar manusia yang angkanya mencapai 50 persen, jadi perkiraan saya tidak kurang dari 70 persen. Tapi itu adalah angka perkiraan. Sekarang ini tergantung dari Departemen Kesehatan mau tidak melakukan survailans terhadap orang-orang di Jakarta untuk membuktikan bahwa kejadian-kejadian di Jakarta dan Tangerang itu bukan semata-mata karena penularan dari unggas.
Saat ini pemerintah masih menganggap penularan flu burung itu dari unggas, sementara anda telah melakukan penelitian bahwa penularan itu bisa melalui kucing. Apakah langkah-langkah merelokasi unggas cukup efektif dalam memutuskan mata rantai virus flu burung?
Masalah relokasi kalau dilakukan beberapa bulan atau tahun yang lalu itu mungkin efektif. Kalau pemerintah masih berfikiran penyebaran flu burung hanya dari unggas dan akan melakukan relokasi itu sangat terlambat. Jadi artinya bukan tidak baik, itu baik tapi tidak efektif karena virus-virus ini sudah berada dihewan-hewan lain. Langkah ini tidak akan segera menyelesaikan masalah, tetapi malah akan menimbulkan masalah baru.
Masalah baru apa yang akan ditimbulkan?
Relokasi terhadap unggas itukan membutuhkan biaya, mebutuhkan pengertian dari masyarakat dan sebagainya. Apa lagi yang direlokasi hanya ayam kampung (non komersial) bukan ayam komersial, padahal timbulya masalah ini berasal dari ayam komersial. Ini bisa menimbulkan gesekan-gesekan yang terjadi di masyarakat. Apalagi kalau misalkan sudah direlokasi masih terjadi kasus, ini bisa menunjukan pendidikan yang kurang baik dimasyarakat.
Apakah pemberian vaksin terhadap unggas seperti yang telah diterapkan oleh pemerintah di 14 provinsi efektif menuntaskan masalah flu burung?
Saya melihat kasus pada orang disebabkan karena virus flu burung, berarti virus ini bukan hanya langsung berasal dari unggas, tapi berasal dari hewan lain yang tertular oleh unggas. Sehingga apapun kejadiannya pada manusia itu, sumber masalahnya dari unggas, jadi dari hulunya dulu yang diperbaiki.
Kami dari fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga telah melakukan pengkajian dan penelitian pada bulan Desember 2006 lalu. Dan laporannya sudah kami serahkan kepada Departemen Pertanian. Di mana kami merekomendasikan langkah yang terbaik kalau ingin melakukan vaksinasi adalah dengan menggunakan vaksin yang sesuai dengan virus yang ada dilapangan, karena vaksin H5N2 dan H5N9 itu tidak cocok dan menimbulkan problem virusnya masih keluar dari ayam. Rekomendasi lainnya yang paling baik dalam pencegahan virus flu burung adalah dengan memusnahkan ayam yang terinfeksi virus.
Menurut anda berdasarkan penelitian saat ini hewan apa saja yang dicurigai dapat menularkan virus flu burung, selain kucing dan babi?
Hampir semua hewan mempunyai peran dalam menularkan virus ini. Jadi begini pemikirannya, pertama virus ini di unggas, terlambat menanganinya dia akan menular pada babi dan kucing, terlambat lagi menangani didua hewan ini akan menular pada manusia. Terlambat menanganinya pada manusia pada awal-awal bisa terjadi antar manusia.
Keterlambatan-keterlambatan ini bisa membawa konsekuensi yang berakibat lebih buruk dari sebelumnya.
Bagaimana menghilangkan kekhawatiran dimasyarakat untuk mengkonsumsi ayam dan berdekatan dengan hewan?
Sebetulnya komunitas manusia dan hewan tidak boleh berada dalam satu ruangan sama. Itu prinsipnya, kita sudah terlanjur. Itu sudah saya sampaikan akhir 2005 dan awal 2006, agar pemerintah segera membuat aturan ataupun pernyataan kepada masyarakat agar mengkandangkan ayam-ayam dan merelokasi komunitas unggas dari manusia. Terutama ayam komersil, harus ada kawasan industri perunggasan, dan tidak berada di sekitar masyarakat. Itu sudah saya sampaikan akhir 2005. Dengan cara seperti itu masyarakat kota Jakarta dan Tangerang jika kepingin makan telur, tidak perlu harus memelihara ayam, atau ingin daging ayam, harus memelihara ayam dulu.
Dan permasalahannya kalau membuat program sebaiknya berada didepan virus ini, jangan dibelakangnya terus. Hal ini terlihat dari pengendalian, selalu di belakang virus. Kita harus didepannya. Kemana virus setelah ini, harus dicegah. Kalau baru akan melakukan relokasi, virusnya sudah jauh didepan.
Sebaiknya kita juga membuat simulasi seolah-olah virus ini sudah menular antar manusia. Yang kita buat program pencegahan di situ. Misalnya dengan lokalisasi terhadap daerah yang ada wabah pada orang. Ada kasus seperti itu, segera dilokalisir, di mana orang tidak boleh bergerak dari situ, makanan disuplai dari luar seperti yang diterapkan di Vietnam. Itu harus dilakukan kedepan. Kalau kita selalu berada di belakang pergerakan virus, pasti akan selalu ketinggalan.
Jakarta sebagai salah satu dari tiga daerah yang endemi flu burung, seberapa ganas virus itu di Jakarta?
Penetapan wilayah Jakarta, Tangerang dan Jawa Barat itu, karena pada wilayah itu sebenarnya dilihat dari mobilitas orangnya saja. Saya membuat teori, bahwa kalau orang yang pernah ke Jakarta akan selalu berpeluang membawa virus ini, kemudian mereka pergi ke daerah lain, sampai bertemu dengan orang didaerah yang pada titik lemah.
Jakarta, Tangerang ataupun Jawa Barat mempunyai data tertinggi karena mobilitas di sana cukup tinggi, karena itu saya mengatakan bahwa Jakarta dan Tangerang merupakan episentrum dari kejadian virus flu burung di Indonesia. Jadi guyonannya “jangan pergi ke Jakarta dululah”.
Dari pemetaan juga sudah terlihat dari kasus kejadian jumlah Family Cluster terbanyak diketiga daerah itu, di mana ditemukan kucing-kucing terbanyak di Jawa Barat. Jadi pemerintah harus membuat simulasi kedepan. Ini dapat dilakukan, tanpa pemerintah harus mengakui sudah terjadi penularan antar manusia, tapi programnya buat lebih antisipatif.
Kalau pemerintah mengumumkan telah terjadi penularan antar manusia dikhawatirkan dampaknya akan besar, mungkin orang Indonesia akan dipindahkan keluar, belum lagi turis manca negara tidak mau datang ke Indonesia. Tapi penekanannya lebih pada program, seperti kasus empat orang pada wilayah kelurahan X, di isolasi, masyarakat tidak boleh keluar masuk daerah itu selama satu minggu, suplai makanan berasal dari luar, tetapi terus dimonitor, ada pasukan gerak cepatnya, karena virus ini mobilitasnya mengikuti individu yang ditumpangi.
Jadi apa yang seharusnya dilakukan pemerintah sekarang ini?
Kejujuran, karena selama ini tampaknya pemerintah tidak tebuka dalam hal-hal seperti ini. Katakan saja kalau memang belum berhasil, jangan ditutup-tutupi suatu data, karena virus itu tidak terlihat oleh mata, sementara mulut kita tidak bisa berbohong, virus tidak bisa dibohongi. Baru satu hari Menkokesra Aburizal Bakri mengumumkan terjadi pengurangan propinsi dari 30 menjadi 14 propinsi yang terjangkit flu burung, keesokan harinya terjadi ledakan, karena apa yang diucapkan tidak sesuai dengan yang terjadi dilapangan. (Novel)