Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono kembali menggulirkan wacana reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu, pada pertengahan periode masa jabatannya. Perombakan akan dilakukan terhadap departemen yang dirasakan belum bekerja secara optimal. Seperti bola panas, pro dan kontra seputar reshuffle pun terus bergulir. Namun bagaimana pandangan seorang Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin tentang Reshuffle?
Din menegaskan bahwa reshuffle belum tentu menjamin adanya suatu perubahan yang lebih baik, jika kita hanya sekedar melihatnya sebagai pergantian orang semata. Namun apabila benar-benar mengedepankan jihad dan ijtihad, perubahan kearah perbaikan bisa saja terjadi.
Berikut bincang-bincang Eramuslim, dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah, ditemui saat takziyah wafatnya Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Hussein Umar, di Gedung Menara Dewan Dakwah Islamiyah, Jakarta Pusat, Kamis(19/4)
Apa tanggapan anda mengenai wacana reshuffle yang digulirkan Presiden SBY pada akhir pekan lalu?
Reshuffle adalah hak prerogatif presiden, namun Presiden SBY perlu juga mempertimbangkan pandangan-pandangan dan usul-usul dari masyarakat, tentang perlunya reshuffle dan itu tidak perlu dilihat sebagai penekanan. Sebab bisa jadi usul itu banyak yang lahir dari niat yang baik dari bangsa ini dan juga bagi pemerintah itu sendiri. Oleh karena itu tanpa pretensi politik, suara-suara seperti itu patut dipertimbangkan lagi.
Anda setuju dengan rencana perombakan kabinet itu?
Saya pribadi melihat memang ada keperluan untuk itu, ya bukan hanya reshuffle kabinet, tetapi peningkatan kinerja pemerintah yang sudah memasuki paruh kedua periode pemerintah ini, ya bisa saja dengan reshuffle, atau bisa dengan cara lain. Seandainya perlu reshuffle terutama karena banyaknya menteri yang tidak bisa menjalankan tugasnya secara baik, baik diakibatkan karena sakit ataupun karena mengalami cidera moral di persepsi publik, tanpa menyebut namanya, atas dasar itulah, maka perlu menurut hemat saya, jika Presiden SBY mau me-reshuffle kabinet, karena inilah timing-nya atau waktu yang baik. Jangan sampai berlarut-larut hingga memasuki paruh kedua tahun 2007, karena sudah mendekati pelaksanaan agenda pemilu dan pilpres.
Namun dalam pelaksanaanya, reshuffle itu jangan hanya mengandung arti pergantian orang, tetapi harus menjamin peningkatan kinerja pemerintah terutama menghadapi tantangan bangsa yang semakin berat, baik sebagi akibat warisan multi krisis masa sebelumnya yang belum bisa terselesaikan dengan baik, khususnya dibidang ekonomi, tetapi juga sebagai akibat bencana-bencana yang menimpa bangsa ini, yanga saya kira masih banyak yang belum selesai.
Menurut anda masalah apa yang belum dapat tertangani dengan baik?
Ya, katakan saja kasus luapan lumpur panas Lapindo, kemudian kesusahan hidup akibat kenaikan BBM, kenaikan harga beras, berbagai kesulitan yang dihadapi oleh petani dan sebagainya. Oleh karena itu, menteri yang akan datang jika ada reshuffle, perlu meningkatkan ijtihad dan jihad, yang dimaksudkan Ijtihad itu berfikir keras untuk menemukan ide-ide baru, inovasi, kreativitas maupun terobosan-terobosan, dan berjihad yakni bekerja keras dengan mengerahkan segala daya upaya yang dimiliki untuk menghadapi tantangan ke depan yang semakin besar.
Apakah jika setelah diganti tidak keinginan berinovasi dari pejabat pemerintah, akan berdampak lebih buruk terhadap kondisi bangsa?
Ya, memang harus ada inovasi, kreatifitas, karena penyelesaian masalah yang menumpuk ini memerlukan cara-cara tersebut. Segala potensi birokrasi di pemerintahan harus dimaksimalkan, termasuk potensi yang ada di ormas, lembaga masyarakat masih sangat besar, tetapi nampaknya ini kurang dimanfaatkan oleh negara.
Ini yang saya sebut ijtihad dan jihad, bekerja keras dan berfikir keras. Saya yakin potensi yang ada cukup besar, tapi perlu ada tambahan selain itu perlu juga langkah cepat dan cekatan. Seperti kasus lumpur Lapindo yang hampir satu tahun, tidak ada penyelesaian masalah, sehingga rakyat terlunta-lunta. Saya sudah menyaksikan betapa penderitaan kesengsaraan mereka sampai saat ini tidak ada penanganannya.
Selain itu juga, arus kebebasan yang melanda bangsa ini dalam bidang ekonomi, bagaimana kekuatan asing mencengkeram, begitu pula liberalisasi budaya, banyak terjadi penyebaran kemungkaran. Dan agaknya pemerintah sepertinya kurang efektif untuk menghalangi itu. Kita berharap negara bisa berfungsi, tapi sepertinya dengan demokratisasi ini Departemen tertentu menjadi tidak mempunyai hak terhadap penyebaran budaya melalui tayangan televisi. Ini saya kira juga harus diperhatikan, jangan kita kebablasan dalam menerapkan liberalisme politik atau demokratisasi liberal itu.
Bagaimana pos-pos penegakan hukum apakah menurut Anda sudah optimal?
Memang komitmen, good will dan political will untuk memberantas korupsi sudah terlihat besar sekali, bahkan sudah ada UU tersendiri yang mengaturnya. Tapi memang, ya, masih harus ditingkatkan lagi, saya setuju dengan yang dibicarakan akhir-akhir ini, adanya indikasi dalam berbagai hal dibirokrasi, seperti mencuatnya dana Tomi Soeharto, namun kalau ada indikasi seperti itu pemerintah jangan segan-segan untuk bertindak tegas, karena itu sebuah kemungkaran, ya harus dituntaskan.
Bagaimana menjamin reshuffle ini nantinya akan membawa kearah perbaikan di masyarakat?
Kalau itu memang tidak ada jaminannya, tapi kita semua termasuk elemen Muhammadiyah harus optimis mendorong pemerintah kearah perbaikan dan penyempurnaan, dalam rangka menurusakan mandatnya. Dan kita harus menolak setiap upaya political impeachment, karena itu interpelasi yang digagas oleh DPR, jangan mengarah pada polical impeachment. Karena itu justru akan menimbulkan budaya politik yang tidak sehat, mari kita memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menyelesaikan mandat rakyat itu sampai selesai.
Pemerintah sekarang berada pada tugas, masalah, dan tantangan yang sangat berat, mudah-mudahan bukan karena itu banyak menteri yang sakit.
Berbicara departemen, apakah kepemimpinan di Departemen Agama juga harus menjadi sorotan bagi rencana perombakan kabinet ini?
Saya tidak akan berbicara orang, atau siapa menteri agamanya. Namun saya menilai departemen ini kurang berfungsi secara efektif, yang semestinya dapat berkaitan dengan fungsi historisnya. Departemen ini hanya menjalan fungsi yang hubungannya dekat dengan hal-hal yang menyangkut materi, seperti penyelenggaraan haji, padahal masalah keagamaan sangat banyak dan harus dilakukan menyeluruh. Karena itu, Departemen Agama sebaiknya dapat menyelaraskan visi dengan berbagai ormas keagamaan yang ada di Indonesia. (novel)