Koalisi negara-negara AS, Inggris dan Prancis akhirnya melancarkan serangan militer lewat udara dan laut ke Libya.
Mereka mengklaim tindakan militer itu dilakukan untuk memberlakukan zona larangan terbang di Libya dan melindungi rakyat Libya dari tindakan kekerasan lebih jauh yang dilakukan pasukan militer dan rezim Muammar Gaddafi.
Namun sebagian pengamat meyakini bahwa ada agenda lain dibalik agresi militer AS, Inggris dan Prancis ke Libya, alasannya bukan semata-mata untuk mengakhiri kekuasaan Gaddafi.
Aktivis organisasi Stop World Coalation yang berbasis di London, John Rees adalah salah seorang yang percaya ada agenda tersembunyi Barat dibalik invasi militer mereka ke Libya. Berikut petikan wawancara dengan Rees;
Bagaimana Anda resolusi Dewan Keamanan PBB yang menetapkan zona larangan terbang terhadap Libya?
Saya pikir, itu sudah jelas bagi banyak orang yang membayangkan akan seperti apa zona larangan terbang itu akan diberlakukan, ternyata sepenuhnya bertentangan dengan apa yang terjadi di empat jam pertama implementasi resolusi itu. Saya kira, yang ada di pikiran banyak orang, zona larangan terbang itu semacam payung yang sifatnya netral, yang akan memberikan peluang bagi kekuatan revolusi untuk meraih momentum di Libya.
Tapi, apa yang jelas terlihat sekarang, dengan 110 rudal jelajah Tomhawk yang dimuntahkan dalam hitungan jam dan serangan udara yang dilakukan terhadap Libia, intervensi Barat secara keseluruhan akan mengubah akar konflik ini.
Serangan itu bukan soal menolong rakyat Libya, tapi ini soal kekuatan Barat yang ingin menegaskan dirinya sebagai bangsa yang berkuasa di seluruh belahan dunia.
Masih soal resolusi zona larangan terbang, sepertinya resolusi itu tidak didisain untuk mengakhiri konflik; tidak ada kerangka waktu; dan tidak ada definisi yang jelas dari target yang menjadi sasaran, mana target yang akan diserang dana mana yang tidak. Apa penjelasan Anda tentang adanya bagian penting yang tidak ada dalam resolusi itu?
Hal itu justru makin memperjelas bahwa, alih-alih menjadi komitmen yang spesifik dan memperjelas situasi, resolusi itu, seperti yang Anda katakan, dibiarkan sebagai resolusi yang terbuka untuk segala kemungkinan. Saya meyakininya sebagai sebagai gaya lama PBB dalam menetapkan sebuah resolusi, yang ingin memberikan kesan bahwa segalanya sudah dirancang sedemikian rupa, yang justru memberikan keleluasaan bagi militer negara-negara besar dan bukan untuk menghentikan kemungkinan aktivitas militer mereka.
Anda bilang, resolusi itu didisain untuk membuka jalan sebebas mungkin, terutama bagi kekuatan Barat. Tapi pertanyaannya adalah, apakah akan akhirnya, apakah yang kita sekarang dimana terjadi intervensi militer asing di zona larangan terbang ini akan berakhir?
Resiko yang sudah jelas adalah ini tidak akan berakhir begitu saja. Kita bisa membayangkan skenario-skenario dengan mudahnya, saya pikir perang akan terus berlanjut.
Sebagai contoh, akan seperti apa situasinya jika angkatan udara Libya berhasil menembak jatuh salah satu pesawat tempur koalisi AS, atau jika Libya berhasil menyandera seorang pilot dan menampilkan pilot–yang mungkin sudah mengalami penyiksaan–di televisi, apakah kita tidak akan mendengar suara-suara di London, Paris serta Washington yang mendesak untuk segera mengirimkan pasukan khususnya, atau mengirimkan pasukan yang lebih banyak lagi ke Libia?
Bagaimana jika Gaddafi tetap bersikeras untuk melakukan perlawanan terhadap rakyatnya? Dia tidak melakukannya dengan kekuatan serangan udara, tapi 90 persen akan dilakukannya dengan mengerahkan pasukan darat. Bagaimana jika Gaddafi memutuskan untuk tetap melawan dan zona larangan terbang tidak mampu menghentikan serangan Gaddafi terhadap kelompok revolusi Libya? Tidakkah nantinya akan ada seruan untuk melakukan tindakan lebih jauh?
Saya kira, kita sudah pernah melihat hal semacam ini sebelumnya dan saya pikir, sekarang ini semua situasi sangat berbahaya.
Selain kemungkinan alasan yang akan mendorong intervensi lebih jauh pasukan asing ke Libya, seperti yang Anda sebutkan tadi, bagaimana dengan dampak dari resolusi ini? Menurut Anda, apakah AS akan tetap merasa berkewajiban atau akan melanjutkan perannya sebagai pihak protagonis yang ingin membantu revolusi di Libya?
Menurut saya, AS tentu saja akan melibatkan diri secara militer. Jika konflik ini berlangsung lama, ini akan menjadi beban militer AS yang besar, yang sudah melakukan banyak pertempuran. Tentu saja, Inggris yang sudah kewalahan di Afghanistan, harus menarik 93.000 pasukannya jika pemerintah Inggris melakukan pengkajian kembali dari sisi pertahanannya, dan memutuskan untuk tidak melakukan komitmen militer jangka panjang apapun di sini.
Jadi, jika konflik ini berlangsung lama dan jika mereka memang harus mengerahkan pasukan yang besar, maka AS-lah yang akan melakukan itu, sebagai biang keladi dari intervensi ini. Dan selanjutnya, AS akan mengubah karakter situasi yang terjadi. Mereka di Libya bukan lagi untuk membantu revolusi; mereka berada di sana untuk menghentikan atau membekukan gerakan revolusioner dan ingin mendapatkan keuntungan dari gerakan revolusi di dunia Arab, yang sebenarnya membuat dunia Arab sendiri bingung tentang apa sebenarnya yang terjadi.
Bagaimana AS bisa mengambil kesempatan dari semua ini (melakukan serangan), bahkan sebelum resolusi diimplementasikan?
Saya kira mereka melakukannya untuk dua alasan. Siapa pun yang melihat hasil jajak pendapat internasional akan mengetahui bahwa posisi AS di mata dunia berada di level terendah setelah invasi mereka ke Irak dan Afghanistan. Dari sisi hubungan masyarakat (PR), masuk akal jika AS terlihat tidak akan memimpin situasi seperti saat ini. Dan siapa pun yang mengkaji jajak pendapat di dalam negeri, akan mengetahui bahwa perang AS di Afghanistan sama sekali tidak populer di kalangan masyarakat AS; pengerahan pasukan dalam konflik ini juga tidak populer di AS dan presiden melemparkan argumennya untuk melakukan penarikan pasukan dari Irak–sesuatu yang belum dilakukan sampai sekarang.
Jadi ada alasan domestik dan alasan internasional, mengapa AS lebih suka pihak lain yang mengambil posisi di depan dalam ekspedisi tertentu.
Terkait dengan apa yang terjadi sekarang, apakah zona larangan terbang cukup untuk mengubah momentum yang akan menguntungkan kelompok revolusioner?
Tindakan militer di tengah pertempuran sangat sulit untuk diprediksi. Napolean bilang, tidak ada rencana yang bisa bertahan jika sudah berhadapan dengan musuh. Jadi, saya kira kita akan melihat gambaran yang sangat berbeda, mungkin dalam dua atau tiga hari mendatang dibandingkan apa yang kita lihat saat ini.
Tapi, kita harus benar-benar jelas bahwa bukan ini tujuannya; bahwa ini bukan motivasi AS dalam melakukan intervensi guna membantu proses revolusi. Jika hal itu yang menjadi motivasi mereka, seharusnya, mereka (AS) juga tidak membiarkan Saudi dan Qatar serta negara lainnya untuk menghalangi revolusi di Bahrain.
Jika tujuan mereka ingin membantu revolusi, seharusnya tidak terjadi kontradiksi. Mereka punya banyak kepentingan di Libya dan saya kira, mereka punya kepentingan yang murni, berharap bisa menarik garis depan bagi kemajuan gerakan revolusi di seluruh Timur Tengah. Dan itu artinya, melakukan aintervensi paling tidak akan menghambat proses revolusi di Libia dan memberikan peluang bagi para diktator yang masih hidup untuk melakukan serangan terhadap kekuatan revolusi di negara lain, tanpa mempertanyakan untuk apa lagi intervensi itu apalagi melakukan tindakan untuk menghadapinya.
Apa komentar Anda tentang reaksi Dunia Arab dan sikap mereka yang justru berpartisipasi dalam pelaksanaan zona larangan terbang di Libya?
Saya menyebut Qatar–sangat ironis melihat pasukan Qatar bersama pasukan Saudi yang dikerahkan untuk membungkam revolusi di Bahrain, dan pada saat yang sama mereka menyatakan akan menyediakan pesawat-pesawat tempur dan ambil bagian dalam zona larangan terbang. Satu-satunya cara agar Anda bisa melihat ini sebagai sesuatu yang masuk akal adalah, jika Anda mengatakan bahwa apa yang terjadi di Libya adalah upaya untuk membekukan proses revolusi dan untuk memberikan peluang yang lebih besar bagi Barat, karena mereka (Qatar dan Saudi) juga melakukannya dengan cuma-cuma di Bahrain. Jika tidak berpikir seperti ini, Anda akan sangat sulit melihat dua kasus ini sebagai hal yang masuk akal.
Dari sisi Gaddafi sendiri bagaimana? Menurut Anda, apakah Gaddafi punya rencana darurat? Kita lihat pasukan AS dan Prancis sudah melakukan serangan, menurut Anda, apa yang akan Gaddafi lakukan selanjutnya?
Saya kira, pertanyaan sulit buat saya untuk mengomentari apa yang ada dalam pikiran Kolonel Gaddafi–Saya merasa tidak memiliki kualifikasi untuk melakukan hal itu. Tapi, saya kira, dampak serangan ini pada pihak Gaddafi adalah; bahwa ancaman intervensi asing akan menggarisbawahi apa yang selama awal menjadi bagian propaganda Gaddafi dan bahwa revolusi di Libia, semata-mata hanya alat atau front bagi kekuatan Barat.
Intervensi ini membuatnya terlihat seolah-olah memang tindakan yang benar dan oleh sebab itu sebagian orang mungkin berpikir untuk disersi atau meninggalkan Gaddafi, dan beberapa bagian di kemiliteran Libia, mungkin merasa tidak mau lagi untuk tetap bergabung dengan militer Gaddafi. (ln/PRTV)