Siapa tidak kenal Aa Gym? Nama da’i kondang ini sempat mencuat di tahun 2000-an namun seakan hilang dari peredaran. Tapi siapa nyana, dibalik itu semua ada hikmah yang diambil Aa Gym.
Hikmah itu adalah bagaimana ia merasa semakin dekat kepada Allah lewat “sentuhan” yang diberikan Allah kepada dirinya. Aa sadar, dunia telah merenggut kenyamanan hatinya selama ini, ya dunia yang justru pernah membesarkan namanya.
“Kata orang saya terpuruk, malah saya merasa dulu saya terpuruk, dan baru sekarang saya menemukan jalan yang benar,” ujarnya penuh khidmat.
“Kalau seseorang kuat dan bertahan, pasti kekuatan itu datang dari Allah,” tambahnya.
Untuk mengetahui lebih jauh aktifitas Aa Gym saat ini dan kisahnya menemukan perpsektif baru dalam memandang kehidupan, wartawan Eramuslim.com, Muhammad Pizaro, berkesempatan mewawancarai Pimpinan Ponpes Darut Tauhid (DT) itu dalam rute perjalanan menuju Serpong.
Berikut petikan wawancara kami. Selamat membaca.
Apa yang membedakan seorang Abdullah Gymnatsiar yang dulu dengan yang sekarang?
Saya sangat bersyukur Allah Subhana wa ta’ala menolong saya mengenal tipuan duniawi, yang selama ini saya merasa tidak tertipu. Bahwa dakwah tidak hanya cukup berbicara bagus dan dikenal banyak orang, tapi yang lebih penting daripada itu benar-benar dakwah bisa mempertanggungjawabkan sikap, lisan, dan hati di hadapan Allah. Ini yang rasanya baru terbuka di beberapa tahun terakhir.
Secara garis besar, Darut Tauhid mengalami goncangan. Sebenarnya seberapa besar goncangan itu dirasakan Aa?
Sebetulnya ini bukan goncangan, tapi ini adalah sentuhan kasih sayang Allah agar sadar bahwa kesalahan selama ini orientasi kesuksesan dalam ukuran dunia itu tidak benar. Bahwa kesuksesan itu adalah kalau kita bisa semakin mengenal Allah, yakin ke Allah dan bersih tauhid kita.
Nah, dulu masih terbuai seakan-akan banyaknya orang, kesibukan, dan melimpahnya dunia sebagai alat ukur sukses. Tapi ternyata kan kalau tidak sampai hati menjadi bersih dari kemusyrikan terhadap duniawi tidak ada apa-apanya semua itu.
Dulu tidak bisa disangkal bahwa Aa merupakan tokoh sentral di DT. DT tidak bisa dilepaskan dari nama Aa. Bagaimana dengan sekarang?
Dulu orang kalau datang ke DT lebih banyak ingin ketemu Aa, sehingga mau antri dipotret. Sekarang sudah tidak begitu, jama’ah yang datang jauh lebih banyak daripada dulu, tapi datang ke DT lebih suka belajar ilmu tauhid.
Pesantren sekarang juga sudah jauh lebih nyaman dari sebelumnya, karena dulu orientasi dunia membuat banyak kekacauan di dalamnya. Walaupun dulu dari luar kelihatan bagus, tapi jauh didalamnya mesti karena cinta dunia cenderung gontok-gontokkan.
Sekarang karena Insya Allah mencarinya Allah (jadi) nyaman sekali. Saya subhanallah ini Allah Maha Mendengar, luar biasa nyamannya hati ini justru dalam keadaan sekarang. Perusahaan sekarang juga tumbuhnya bagus. Mereka takut kalau dapat order banyak, jadi lebih takut (karena) ini ujian lebih berat.
Takut seperti dulu lagi lupa kepada Allah. Jadi luar biasa, luar biasa berkah adanya sentuhan Allah ini. Kata orang saya terpuruk, malah saya merasa dulu saya terpuruk, dan baru sekarang saya menemukan jalan yang benar.
Apa yang akhirnya bisa membuat Aa dan DT bisa bertahan?
Kan Darut tauhid itu sudah ada sebelum saya ada, itu sudah tertulis di lawhul mahfudz. Cuma saya dan kawan-kawan jadi jalan saja terwujudnya rencana Allah. Mungkin saat awal hatinya masih lurus, tapi saat Allah menguji dengan duniawi mulai melenceng. Lalu sekarang belajar kembali lagi ke Allah, ya itu juga Allah juga, kan karuniaNya datang dari Allah. Kalau seseorang kuat dan bertahan, pasti kekuatan itu datang dari Allah.
Kalau diperhatikan ceramah-ceramah Aa sekarang lebih banyak mendekatkan diri kepada ketauhidan, kalau dulu cenderung ke pop. Tanggapan Aa bagaimana?
Iya benar, bahwa dulu memang kemasannya seperti supaya umat senang, tapi sekarang mudah-mudahan supaya Allah senang.
Dengan adanya moment seperti ini, lalu bagaimana Aa memandang problem umat dulu dan sekarang? Apakah masih tetap sama?
Iya jadi ada perspektif baru, kalau dulu sepertinya (problem) umat itu karena dari berbagai strategi dan duniawi. Tapi kalau sekarang menemukan problem umat terbesar saat ini adalah ketauhidan. Dan maaf ya, kita banyak berjuang, tapi masalah besarnya, yaitu Allah-nya kurang dikenal. Allah-nya baru dalam lisan, jangan-jangan kita mempertuhankan perjuangan, seakan-akan kita yang bisa berbuat banyak, tapi kepada Allah yang menguasai langit dan bumi hanya selewat. Bahaya jika kita tidak mengenal Allah.
Seolah-olah aktivis Islam hanya belajar Islam, tapi tidak belajar untuk dekat kepada Allah?
Ya, kita sebagai aktivis sering sekali sibuk dengan Islam-nya, tapi tidak sibuk dengan Allah-nya. Kita belajar Islam tapi belum tentu belajar serius untuk dekat dengan Allah. Karena ada kalanya ilmu yang kita pelajari justru untuk kepentingan duniawi kita. Ingin nama, ingin besarnya organisasi, malah ada yang lebih mencintai organisasinya daripada mencintai Allah, mencintai kelompoknya daripada mencintai Allah. Kita mencari dalil yang sohih tapi kadang akhlak kita tidak sohih. Itu yang harus kita tafakuri pada diri kita.
Jadi marifatullah itu sangat penting bagi aktivis Islam saat ini?
Marifatullah atau mengenal Allah itu adalah fondasinya, karena bagaimana bisa syahadat dengan benar kalau kita tidak kenal Allah. Walau lisan kita bersyahadat tapi tidak kenal Allah, pasti tenaga untuk syahadatnya kurang. Pasti ada tuhan yang lain nanti di hatinya. Mungkin menuhankan harta, kedudukan, atau mempertuhankan dirinya sendiri. Ingin dikagumi dan sebagainya.
Bagaimana bisa shalat khusyu kalau tidak kenal Allah sedangkan orang yang khusyu itu kan kalau sudah kenal Allah khusyu-nya akan lebih mudah karena dia merasa diperhatikan, didengar dan dipersaksikan. Jadi fondasi dari segalanya adalah marifatullah.
Aa sering berbicara tentang Tauhid, sebenarnya bagaimana pandangan Aa terhadap Tauhid?
Iya tauhid itu laillaha ilallah. Semakin bersih hati dari menuhankan siapapun selain Allah semakin bagus tauhidnya. Dia akan makin bahagia, makin tenang, makin gigih dalam berjuang, makin istiqomah, makin berubah ahklaknya menjadi lebih baik. Karena akhlak itu akan jadi baik berbanding dengan tingkat keyakinan.
Kalau yakin Allah Maha Mendengar, insya Allah dia terjaga kata-katanya. Makin tahu Allah mengetahui isi hati, dia tidak berani bersuudzhan kepada orang beriman. Makin yakin Allah yang membagikan rezeki, makin tidak gentar menghadapi hidup ini. Makin yakin Allah mengetahui segala rahasia, dia tidak berani bermaksiat secara sembunyi-sembunyi. Pokoknya yakin kepada Allah, akhlak berubah menjadi semakin lebih baik.
Masalah kita, waktu untuk belajar tentang Allah ini sepertinya bukan menjadi hal yang prioritas. Padahal Al Qur’an sendiri, kata Imam Ibnu Taimiyyah, lebih banyak menyebut tentang Allah daripada tentang apapun. Ayat yang paling mulia yaitu Ayat Kursi (berbicara) tentang Allah. Surat yang paling utama, surat Al Fatihah tentang Allah. Sepertiga Al Qur’an yakni surat Al Ikhlas itu juga tentang Allah. Tapi waktu kita untuk belajar tentang Allah sangat tidak sebanding dengan kesibukan kita.
Jadi ini masalahnya, kita sering tidak serius dengan fondasi yang kita bangun, yakni ilmu mengenal Allah, tentang yakin kepada Allah, tentang patuh kepada Allah.
Apa pesan Aa untuk pembaca Eramuslim?
Seriuslah di hati terdalam secara jujur ingin mencintai Allah, tidak usah digembar-gemborkan. Kemudian berusahalah sekuat tenaga mencari ilmu dari orang yang yakin kepada Allah. Supaya kita ketularan yakin kepada Allah, berkumpullah kepada orang-orang yang yakin kepada Allah dan bermujahadahlah untuk bisa yakin dan patuh kepada Allah.
Allah nanti mengatur semuanya. Allah menuntun kita ditempatkan di tempat yang paling pas dalam perjuangan ini, tapi semuanya diatur Allah yang Maha Tahu apa yang paling tepat untuk kita semua.
Walladzina jaahadu fii na lanahdiyannahum subulana. Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Allah, pasti Allah menunjukkan jalan-jalannya. Terimakasih ya mohon doa. (pz)