Eramuslim.com – Presiden Amerika Serikat, Joe Biden tidak terima bahwa Israel masuk dalam daftar surat penangkapan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Di acara Bulan Warisan Yahudi Amerika di Gedung Putih pada Selasa (21/5), Biden menegaskan bahwa Israel tidak bisa dikategorikan penjahat perang karena dugaan genosida di Jalur Gaza itu tidak pernah ada.
“Apa yang terjadi di Gaza bukanlah genosida. Kami menolaknya,” tegas Biden, seperti dimuat AFP.
Dalam kesempatan itu, Biden juga menekankan kembali keyakinannya bahwa Israel bukan pelaku melainkan korban serangan Hamas di wilayah Selatan 7 Oktober lalu yang menewaskan 1200 orang.
Presiden AS itu juga terang-terangan mendukung ambisi Israel untuk memusnahkan Hamas sampai ke akarnya.
“Kami mendukung Israel untuk memusnahkan (pemimpin Hamas Yahya) Sinwar dan para penjagal Hamas lainnya. Kami ingin Hamas dikalahkan. Kami bekerja sama dengan Israel untuk mewujudkan hal itu,” kata Biden.
Sejak perang Gaza meletus, Biden menghadapi tekanan politik yang semakin besar dari partainya sendiri atas cara dia menangani konflik Gaza.
Gelombang pendukung Palestina di kalangan masyarakat AS juga semakin meningkat. Mereka mendesak agar Biden menghentikan serangan militer Israel yang telah mengakibatkan tewasnya 35.000 warga Palestina.
Jaksa ICC pada Senin (21/5) mengumumkan bahwa pihaknya telah meminta surat penangkapan terhadap lima tersangka yang diduga melakukan kejahatan perang.
Mereka adalah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan tiga pemimpin yakni Yehya Sinwar, Mohammed Deif dan Ismail Haniyeh.
Pengumuman itu ditolak dengan keras baik dari pihak Israel maupun Hamas.
Dalam pernyataan video di media sosial, Netanyahu mengatakan bahwa tindakan ICC adalah kebiadaban moral.
“Tuan Khan menciptakan kesetaraan moral yang menyimpang dan salah antara para pemimpin Israel dan antek Hamas. Melalui keputusan yang menghasut ini, Khan mengambil tempatnya di antara antisemitisme terbesar di zaman modern,” kata Netanyahu.
Hamas juga menolak langkah jaksa ICC, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa hal itu menciptakan kesetaraan antara korban dan pelaku. Mereka menyerukan pengadilan untuk membatalkan keputusannya.
(RMOL)