Pemerintah mengatakan tim University Foreign Interference Taskforce – yang terdiri dari agen intelijen, birokrat pendidikan dan pimpinan universitas – ditujukan untuk meningkatkan pertahanan siber di universitas.
Bulan lalu, Australian National University memastikan bahwa mereka telah menjadi sasaran penjebolan data besar-besaran, di mana data 200.000 orang mahasiswa dan staf telah dicuri.
“Menurut laporan dari Australian Cyber Security Centre, universitas di Australia terus menjadi sasaran,” kata Tehan lagi.
Ia menyatakan tim ini akan mengembangkan perlindungan untuk membantu universitas melindungi riset dan kekayaan intelektual mereka, serta membuat kerja sama dengan akademisi asing berlangsung “lebih transparan”.
Langkah apa lagi yang dilakukan?
Australia meloloskan undang-undang di tahun 2017 yang menyaratkan organisasi asing untuk mendaftar dan mengumumkan hubungan mereka dengan pemerintah negaranya.
Pemerintah Australia tengah menyelidiki peran Confucius Institutes, Pusat bahasa dan kebudayaan China, yang didanai pemerintah China. Lembaga ini hadir di kampus-kampus tetapi belum mendaftarkan diri.
Kantor berita AFP menyebutkan berbagai universitas di Australia telah menerima puluhan juta dolar Amerika dari Beijing untuk mendirikan lembaga Confucius Institutes untuk pengajaran bahasa.
Kekhawatiran terhadap lembaga ini muncul di negara bagian New South Wales dan pemerintah setempat membatalkan kontrak dengan mereka untuk mengajar program bahasa di sekolah-sekolah negeri.
Sikap China
Menanggapi langkah pemerintah Australia ini, juru bicara kementrian luar negeri China Geng Shuang seperti dikutip kantor berita AFP menyatakan “apa yang disebut infiltrasi China di Australia dan pernyataan seputar itu tidak berdasar dan dibuat berdasar niat buruk.”
Ia mengatakan “mempolitisir kerja sama pendidikan dan membuat hambatan tidak akan menguntungkan pihak mana pun”. [bbc]