Assalamualaikum tadz,
Begini, saya pengurus masjid di salah satu kampus, marbot gitu. Yang saya tanyakan, sampai batas mana saya mengalokasikan dana infak ummat dalam sehari-hari. Misal kalau itu buat keperluan pengurus masjidnya bagaimana, tapi itu tidak setiap hari, seperti uang kebersihan, dan uang sabun, pasta gigi. Pokoknya selain untuk pembangunan masjid, kan pengurus bisa "kepepet" kalau pas tidak ada uang buat beli? Sebagai ganti uang kebersihan?
Assalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Sebaiknya semua jenis pengeluaran dari uang kas masjid itu dibuat aturan mainnya dan dilaporkan kepada jamaah masjid secara transparan. Kalau seorang marbot masjid perlu diberi semacam uang honor atau untuk keperluan tertentu, maka sebelumnya perlu disepakati oleh para pengurus lainnya.
Agar jangan sampai timbul isu atau fitnah bahwa marbot atau pengurus masjid memakan uang infaq yang sudah dikumpulkan.
Jadi sejak awal memang harus ada kepastian alokasi dana infaq itu, agar orang-orang seperti anda punya kepastian atas hak menggunakan sebagian dana itu secara sah. Bila memang telah ditetapkan kebolehannya oleh syura pengurus masjid, tentu saja anda berhak untuk menggunakannya. Bahkan kalau syuro pengurus memang menetapkan adanya gaji tetap buat anda, tentu akan lebih baik lagi.
Namun bila belum ada kesepakatan dari pengurus, anda tentu tidak berhak menggunakannya. Kalau pun anda dalam keadaan kepepet dan sangat mendesak, statusnya hanya pinjaman sementara yang harus segera anda laporkan dan anda ganti. Bila tidak demikian, maka anda bisa jadi dikatakan sebagai koruptor uang infaq masjid.
Adapun berapa besar uang infaq itu yang boleh dialokasikan untuk para marbot, tidak ada ketentuan dari syariah. Tidak seperti harta zakat yang dikumpulkan oleh amil zakat, di mana para amil sejak awal sudah ditetapkan haknya, yaitu maksimal 1/8 dari total harta yang terkumpul. Sebagaimana nash Al-Quran menyebutkannya di dalam surat At-Taubah ayat 60.
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS At-Taubah: 60)
Meski ayat ini hanya untuk zakat saja, namun sering kali para ulama berijtihad dengan menggunakan ayat ini untuk menetapkan bagian amil dalam masalah di luar zakat. Namun ini hanya sekedar ijtihad sebagian orang saja. Sama sekali tidak ada ketetapan yang terkait dengan ayat ini di luar masalah zakat.
Yang paling penting justru ketetapan hasil syuro atau rapat resmi pengurus masjid tempat anda mengabdi. Dan itulah yang anda butuhkan saat ini.
Wallahu A`lam Bish-shawab, Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Ahmad Sarwat, Lc.