Eramuslim – Wanita non Muslim di berbagai belahan dunia ikut mengenakan jilbab selama 30 hari, sebagai bagian dari Tantangan Hijab Ramadhan (Ramadan Hijab Challenge).
Inisiatif ini dibuat organisasi World Hijab Day, yang menyajikan ruang bagi wanita non Muslim untuk mengenakan hijab dan puasa pada bulan Suci Ramadhan.
Nazna Khan, founder World Hijab Day, mengatakan kepada Aljazeera, “Event ini adalah bagi mereka yang ingin merasakan pakai hijab selama lebih dari satu hari untuk lebih memahami apa yang wanita Muslim alami setiap hari,” lansir Independent.
Akun Twitter World Hijab Day lantas mengunggah foto-foto wanita non Muslim berhijab dari seluruh dunia.
Meet our youngest 30 Day #Ramadan #Hijab Challenge participant, Grace. She's a Christian & only 11 years old. She's taking a stand against discrimination against Muslim hijabi women. Please show her your support at: https://t.co/qh8kxKtfT2 #Hijab30 #WorldHijabDay pic.twitter.com/AeSOC6HT12
— World HijabDay (@WorldHijabDay) May 17, 2018
Grace Lloyd (11 tahun) asal Doha memilih untuk mengenakan jilbab hitam ke sekolahnya. Lloyd, yang bukan seorang Muslim, mengatakan dia “merasa sangat kuat” tentang hal itu, dan berencana memakainya sepanjang bulan.
Ibunya, Ellie, menambahkan bahwa dia akan memberi pakaian Lloyd agar sesuai dengan kesopanan yang dibutuhkan untuk berhijab. Mereka juga membuat halaman GoFundMe untuk mengumpulkan uang bagi organisasi World Hijab Day, dan menulis:
“Tujuannya adalah untuk membantu memerangi Islamaphobia di seluruh dunia dan membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih menerima dan damai untuk ditinggali.”
Ramadhan adalah bulan yang penting dalam kalender Islam. Dan ini menjadi waktu yang lebih baik untuk menunjukkan dukungan saya kepada para saudari hijabi saya di seluruh dunia. Sebagai seorang Kristen, saya merasa penting bagi semua agama untuk saling mendukung dalam keyakinan dan perjalanan spiritual mereka tanpa prasangka.
“Saya akan mengenakan jilbab saya setiap hari selama Ramadan dengan bangga. Saya ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kita tidak harus dipisahkan oleh iman. Untuk mengalami bagian dari iman orang lain memberi kita pemahaman yang lebih baik dan menghormati orang lain juga. Sebagai kesempatan untuk belajar sendiri bagaimana rasanya ‘berjalan di sepatu orang lain’,” ujar Ellie.