Sebanyak 12 warga sipil tewas dalam bentrokan dengan aparat keamanan pada Sabtu (25/01) di provinsi Xinjiang sebelah barat China, pihak keamanan beralasan bahwa sikap represif tersebut sebagai upaya untuk meredakan gejolak di wilayah berpenduduk mayoritas bangsa Uighur.
Tercatat 6 warga sipil tewas akibat bentrok dengan aparat keamanan Cina dan 6 orang lainnya tewas seketika ditembak dengan peluru tajam, sebagian korban tewas mayoritas warga Muslim Uighur.
Pemerintah setempat mengatakan bahwa sebelum menggelar operasi keamanan, 3 ledakan mengguncang daerah Xinhe County, Aksu pada Jumat (24/01) malam, hal ini yang memicu aparat keamanan melakukan operasi keamanan di wilayah tersebut.
Kantor berita Xinhua mengutip dari pihak berwenang setempat mengatakan bahwa “sebelum ledakan terjadi, sekelompok warga menyerang petugas polisi pada Jumat, seorang polisi dilaporkan terluka sementara lima tersangka berhasil ditangkap pihak keamanan.”
Selain itu pihak kepolisian provinsi Xinjiang menuding seorang tenaga pengajar di salah satu Universitas di kota Beijing terlibat dalam aksi kekerasan dan dicurigai bagian dari anggota Gerakan Islam Turkestan Timur, yang menuntut kemerdekaan wilayah yang didiami bangsa Uighur.
Sementara itu juru bicara Konferensi Dunia Uighur ( yang berbasis di Munich ) Delhat Rashit, mengecam tindakan aparat keamanan Cina tersebut dan mengatakan “ini merupakan contoh kekejaman yang dipraktekkan oleh otoritas Cina terhadap warga Uighur yang beragama Muslim.” (Al Jazeera/Ram)