Yang anti Trump bilang: tidak mungkin. Trump belum lama jadi presiden. Ekonomi itu tidak bisa dibuat baik mendadak. Tidak seperti bikin burrito. Makan waktu. Kondisi baik ini, kata mereka, hasil konsolidasi yang dilakukan Obama.
Biarlah para ahli yang membahasnya. Yang jelas dampaknya pada ekonomi negara berkembang sangat mengkhawatirkan: bisa membuat krisis lagi.
Bagi Malaysia pembatalan proyek besar itu sangat rasional. Dalam kondisi seperti ini langkah penyelamatan yang diutamakan. Ibarat lagi kehilangan angin, layang-layangnya harus ditarik dulu. Bukan malah benangnya terus ditambah.
Hutang Malaysia mencapai 1 triliun ringgit. Kalau dirupiahkan sekitar 3.200 triliun. Itu mencapai 65 persen GDP. Hanya sedikit di bawah hutang Indonesia yang hampir 4.000 triliun (30 persen dari GDP).
Singapura tentu marah. Bisa-bisa mengenakan denda 500 juta dolar. Seperti tertulis dalam kontrak. Tapi putusan Mahathir sudah final. Proyek 350 km ini memakan biaya 110 miliar ringgit.
Tiongkok, sebagai yang punya proyek, tentu juga marah. Tapi Mahathir punya penasihat hebat: Robert Kuok. Raja gula dunia. Pemilik hotel-hotel Shangrila. Yang sangat dekat dengan Beijing. Umurnya tidak jauh dari Mahathir.
Singapura harusnya paham. Beban Malaysia terlalu berat. Ibarat harus main sepakbola kakinya dibebani besi.
Singapura tidak punya beban itu. Ekonominya juga lagi baik. Tiongkok juga tidak punya beban. Saya yakin Singapura akan mengerti. Tiongkok akan mengerti.
Tentu Singapura tidak akan berpikir bahwa ini balas dendam. Akibat kejengkelan Mahathir masa lalu. Yang punya keinginan membangun jembatan antar dua negara. Sebagai pengganti causeway bridge yang harus dibongkar. Yang ditolak Singapura.