Manchester United Is My Religion And Liga Champions Is My Mosque

Sebagian besar mata pencinta sepakbola tanah air pun siap bergadang untuk memastikan siapa yang keluar sebagai pemenang. Tak peduli bedug subuh, tak peduli azan berkumandang. Semua saya prediksikan akan memenuhi kafe-kafe atau pos-pos hansip dimana layar TV akan full menanyangkan aksi gocek Lionel Messi sampai goyang Meksiko Chicharitho. Ya walaupun itu sama sekali tidak berhubungan dengan nasib bangsa Indonesia, bahkan nasib mereka sendiri.

Fenomena Remaja Generasi "Inbox" Saat Ini

Ribuan wanita histeris, ada yang senang berdecak gembira ada pula yang menitikkan airmata. Tangan mereka melambai-lambai, berteriak menyambut uluran jemari sang vokalis yang menyapa. Tidak sedikit dari mereka yang memegang fokus layar ponsel. Badannya tegap berdiri, mata mereka nyaris tidak berkedip, sebab semuanya memiliki visi sama untuk memfoto wajah vokalis ibukota.

Mantan LDII : Saya Suka Menangis Jika Ingat Saudara-saudara Yang Masih di Dalam

Rasa sedih dan duka, itulah yang menyelimuti perasaan Adam Amrullah, mantan pengikut Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) ketika memutuskan berpisah dari LDII.
“Perasaan saya awalnya hancur. Mungkin karena saya biasanya dihormati orang LDII, sehubungan karena saya pengurus level daerah mereka, namun pelan-pelan bisa menerima kenyataan.” Ujarnya tegar kepada Eramuslim.com, Rabu sore, 25/05/2011.

Pendidikan Pancasila, Freemasonry, dan Pergolakan Umat Islam: Rancunya Pelajaran PPKn (1)

Apakah wajar jika meletakkan ketaqwaan di bab pertama, namun para murid masih dianjurkan untuk menghormati bendera sebagai bukti “keimanan” mereka kepada tanah air? Bayangkan jika sebelumnya anak kita ditekankan untuk memberikan totalitasnya kepada Allah semata, namun dengan secepat kilat pula pada satu minggu kedepannya, standar beriman mereka terpaksa berubah.