Assalaamu ‘alaikum Wr Wb,
Pak Aria yang budiman dan semoga dirahmati Allah SWT, saya langsung saja .. Pak Aria mohon informasi mengenai tips memilih bata ekspos yang baik dengan kriteria tahan panas dan hujan secara langsung tahan lama sampai ke anak cucu. Pertanyaan saya ini karena saya trauma pernah punga pengalaman waktu membuat pagar dari bata ekspos, belum sampai 8 bulan bata tersebut sudah hampir kembali menjadi tanah liat asalnya, dari bentuk pagar yang banyak profil dan liku liku seni menyusun bata sampai akhirnya sekarang semuanya menjadi rata seperti tembok / dinding biasa. Bata yang saya beli adalah bata kuo sin. Kalau Pak Aria berkenan mohon informasi juga ada tidak ya tempat atau perusahaan dan no.tel yang menjual bata ekspos seperti kriteria di atas. Kriteria tambahan bata tersebut secara fisik dan kasat mata tetap terlihat nuansa tradisionalnya tidak seperti bata ekspos yang dipakai di bandara Soekarno Hatta yang terkesan kaku karena terlalu presisi ukurannya.
Demikian pertanyaan saya Pak Aria, sebelumnya terima kasih
Wassalam,
Ang
Wa ‘alaikumussalam Wr.Wb
Mas Anggoro terima kasih atas do’anya dan mudah-mudahan kita semua tetap istiqomah di jalan Nya, memang produksi bata merah dulu dan sekarang sangat berbeda, baik dari sisi kekuatan maupun ukurannya. Selain semakin getas, dimensinyapun semakin lama semakin menyusut. Memang semua saling terkait, dengan alasan biaya produksi yang semakin tinggi sedangkan harga jual semakin ditekan, keluarlah produk bata merah seperti yang saat ini kita lihat. Tidak ada yang bisa menyalahkan karena itulah bentuk solusi yang dipilih oleh para produsen bata merah untuk bertahan, konsumen pun mau tidak mau harus menerimanya dengan lapang dada.
Jika dilihat dari jenisnya, batu bata terdiri dari jenis bata tanah liat atau lempung, bata pasir kapur dan bata mortar, sedangkan dari teknik pembuatannya ada bata merah konvensional dan bata press. Bata merah konvensional teksturnya kasar, tidak rapih dan kekerasannya tergantung pada kualitas bahan dan teknik pembakarannya. Bata jenis inilah yang sulit dipertanggungjawabkan ukuran dan kekuatannya. Sedangkan bata press teksturnya lebih halus, ukurannya sama dan kekerasannya lebih baik . Warna bata juga akan tergantung dari jenis tanah liat yang digunakan serta lama pembakarannya.
Dari segi aplikasinya bata merah konvensional biasanya digunakan untuk konstruksi dinding dengan plesteran biasa karena kekurangan dari jenis bata ini bisa dengan mudah ditutupi oleh lapisan semen, sedangkan bata press sering diaplikasikan tanpa lapisan penutup atau yang lebih sering kita kenal dengan bata ekspose.
Bata kuo shin yang anda gunakan untuk bahan pagar, juga merupakan jenis bata press fabrikasi produksi kerawang. Jenis bata ini sebenarnya sudah melalui uji kelayakan sehingga mutunya bisa dipertahankan. Untuk kasus anda memang harus dilihat dulu penyebabnya, apakah teknik pemasangannya yang kurang sempurna atau ada hal-hal lain yang tidak sesuai.
Kelebihan menggunakan bata press sebagai bata ekspose, memang cenderung tahan lama dan ukurannya presisi, tetapi sebagian orang menilai sisi artistiknya kurang karena terkesan kaku dan kurang natural. Ya wajar saja, produk yang dihasilkan mesin memang akan cenderung tipikal sehingga kurang berseni. Tapi hal ini dapat diatasi dengan teknik penyusunannya. Jika menggunakan teknik konvensional memang akan cenderung monoton dan kurang artistik, anda bisa mensiasatinya dengan membuat alur-alur di setiap ketinggian 50 cm dengan susunan setengah bata atau menyusun setengah bata dengan posisi tegak. Kombinasi susunan ini bisa bervariasi asal tetap mempertimbangkan kekuatan bata dan dalam posisi tetap berselang seling.
Jika anda tetap ingin menggunakan bata merah konvensional agar tampilan dinding tetap ‘nyeni’, kombinasi susunan seperti di atas bisa juga diterapkan selain teknis pemasangannya. Memang tidak semua tukang bisa mengerjakan bata ekspose ini karena butuh ketelitian dan ketekunan karena setengahnya merupakan pekerjaan seni. Untuk mensiasati tekstur bata yang tidak rata teknik pemasangan sangat berperan penting, spesi yang terlalu tebal atau tebal tipisnya tidak beraturan membuat tampilan dinding ekspose ini menjadi terkesan kumuh seperti rumah setengah jadi. Gunakanlah campuran 1 semen dan 4 pasir untuk adukan atau spesi dengan ketebalan 2-3 cm untuk bata biasa dan lebih tipis untuk bata press. Pemasangan juga sebaiknya dilakukan bertahap dengan ketinggian per 1 m. Rapikan spesi antar bata dengan alat pengikis agar permukaannya menjadi rata, bisa juga dengan mengerok spesi sedalam ½ hingga 1 cm agar terdapat cerukan pada nat bata. Gunakankanlah water pass untuk mendapatkan ketinggian permukaan yang sama. Membingkai dinding bata ekspose dengan tiang dan sloof yang difinish rapi juga merupakan cara yang dapat mengatasi tektur bata yang tidak rapi tersebut. Buatlah ketebalan plesteran pada tiang dan sloof tersebut lebih tebal sehingga dinding bata-bata seolah-olah terbingkai, kemudian dapat diberi warna putih atau warna lain yang kontras dengan warna bata tersebut.
Bata ekspose cukup rentan terhadap jamur, karena itu secara berkala lakukanlah peng coating an atau pelapisan dengan cairan khusus yang dapat melindungi bata dari kelembaban dan jamur. Sedikitnya lakukan dua kali peng coatingan setelah pemasangan dan diulangi secara berkala, misalnya setiap 3 bulan sekali. Sehingga tampilannya tetap bagus dan tidak mudah rusak terkena pergantian cuaca. Memang akan lebih baik jika dinding bata ekspose ini terlindungi dari cuaca atau digunakan pada dinding interior atau teras yang beratap, karena keindahannya akan lebih bertahan dibandingkan terpapar langsung oleh hujan dan panas.
Jika anda pernah melihat bangunan-bangunan di Bali, hampir sebagian besar menggunakan bata ekspose, jika memang memungkinkan menggunakan bata bali atau yang lebih dikenal dengan bata gosok, mungkin rumah anda jauh akan lebih artistik karena walaupun bentuknya tipikal tapi teksturnya halus, natural dan memiliki kekhasan tersendiri, karena terbuat dari jenis tanah liat yang memang hanya terdapat di daerah Bali. Bata jenis ini juga sekarang mulai sulit ditemukan karena hanya beberapa daerah saja yang masih memproduksinya. Disebut juga dengan bata gosok, karena teknik pemasangannya dengan menyerut terlebih dulu bata tersebut sebelum dipasang hingga ukurannya sama, kemudian direndam. Saat memasang, bagian permukaan bata yang telah terpasang ditaburi semen kemudian bata yang akan dipasang digosok-gosokkan hingga menempel dan setelah selesai dihaluskan lagi permukaannya. Hasil akhirnya sangat menakjubkan karena sambungan antar bata atau natnya sangat tipis bahkan seperti tidak ada perekatnya. Teknik pemasangan yang cukup rumit dan mahal ini akhirnya membuat orang Bali sendiri sudah mulai beralih pada bata biasa atau bata press.
Jika tidak mau repot kini juga sudah banyak produk bata ekspose yang tinggal ditempelkan saja sesuai dengan pola yang kita tentukan. Karena sifatnya menempel pada permukaan dinding, maka nat antar bata tidak perlu diisi sehingga tampilan permukaannya rapi seperti pada pemasangan bata gosok. Salah satu jenis nya adalah terakota yang anda lihat pada bandara Sukarno Hatta. Walaupun kesannya memang kurang natural, tetapi cukup dapat mensiasati tampilan bangunan yang etnik untuk bidang dinding yang cukup luas. Tapi jangan khawatir karena saat ini produk bata ekspose tempel ini hadir dengan corak, tekstur dan warna yang beragam sesuai dengan selera dan kebutuhan kita.
Banyak lagi tips-tips lain yang bisa menjadi alternatif dalam pembuatan dinding ekspose, walaupun cukup rumit dalam pembuatannya tetapi masih tetap digemari karena memiliki nilai seni yang tinggi. Kesannya yang unik dan klasik sangat cocok untuk langgam rumah bernuansa etnik tradisional. Apalagi jika disandingkan dengan furniture bergaya etnik atau pintu regol dan jendela yang berornamen tradisional.
Saya harap Mas Anggoro tidak trauma dan tetap mencoba lagi membuat dinding bata ekspose ini, hanya sebaiknya lebih cermat dalam memilih bahan dan mengaplikasikannya. Untuk informasi produsen bata, anda dapat mencarinya di internet atau langsung hunting pada produsen-produsen bata yang ada, seperti di daerah Kerawang atau di daerah Tulungagung Jawa Timur atau mungkin juga ingin melihat penggarap bata gosok atau bata bali di daerah Tulikup Kabupaten Klungkung sekitar 40 km dari kota Denpasar.
Memang membuat sesuatu yang memiliki nilai seni tidak semudah yang kita bayangkan, butuh kesabaran, ketekunan, dan pengorbanan…., karena itu Allah sebagai maestro seni yang ciptaan Nya tidak ada yang mampu menirunya sudah wajib kita imani dan syukuri karena seniman sehebat apapun tidak akan mampu menandingi ciptaaan Nya. Mudah-mudahan tips-tips yang saya berikan dapat bermanfaat bagi Mas Anggoro
Wassalamu ‘alaikum Wr.Wb…..