Assalamualaikum wr. wb.
Ustadz yang dimuliakan Allah, setelah ustadz jelaskan mengenai fitnah kiamat kubra saya sekarang begitu yakin bahwa hari kiamat kubra benar-benar menghancurkan alam semesta seluruhnya.
Menurut ayat di bawah ini saya memahaminya bahwa tiupan sangsakala pertama oleh malaikat Israfil adalah untuk menghancurkan alam semesta ini dan terjadilah huru-hara hari kiamat itu.
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu. (QS Az-Zumar: 68).
Namun apakah orang yang mati tidak mengetahui kejadian tersebut, padahal ayat di bawah ini menggambarkan tiupan pertama itu disaksikan oleh orang mati, karena mereka dibangkitkan untuk menyaksikan kejadian itu.
(Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncangkan alam. (QS 79: 6)
Sedangkan dua ayat di bawah ini masih menyisakan pertanyaan sehubungan dengan keterangan Ustadz bahwa bumi tinggal kenangan. Bagaimana memahami dua ayat di bawah ini yang memberi gambaran bahwa bumi ini masih ada (mungkin saja kondisinya telah berubah karena huru-hara kiamat kubra).
Allah berfirman: “ Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.” (QS 7: 25)
Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (QS 79: (13-14).
Saya berharap Ustadz berkenan menjawab pertanyaan saya ini agar saya lebih memahami yang dimaksudkan oleh Allah dalam Al-qur’an-Karim.
Wassalam
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Tafsir tentang orang yang tidak dimatikan karena kehendak Allah, memang telah menjadi khilafiyah di kalangan mufassirin. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah Malaikat Jibril dan Mikail, ada juga yang mengatakan bahwa mereka adalah para syuhada’ yang gugur di perang sesungguhnya. Dan masih banyak lagi.
Bumi telah menjadi kenangan?
Memang setelah kiamat terjadi bumi hanya tinggal kenangan, lantaran kedahsyatan peristiwa kiamat. Selain ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan hal itu, logika kita tentu akan sampai kepada hancurnya alam semesta, termasuk bumi.
Sedangkan dua ayat yang anda ajukan itu, memang cukup memberi kesan sekilas bahwa bumi masih ada setelah kiamat kubra terjadi. Ayat pertama adalah:
قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ
Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan. (QS 7: 25)
Seolah-olah kita punya kesan bahwa manusia dibangkitkan setelah kematiannya di permukaan bumi. Tapi kalau kita agak teliti, dari tiga peristiwa itu yaitu hidup, mati dan dibangkitkan, Allah SWT menggunakan ungkapan yang berbeda. Ketika menyebutkan hidup dan mati, Allah SWT mengatakan ‘di dalamnya’, maksudnya di bumi. Tapi ketika menyebutkan manusia dibangkitkan, Allah tidak mengatakan ‘di bumi’, melainkan ‘dari bumi’.
Lafadznya adalah "wa minha tukhrajun." Dan dari bumi itu kalian dikeluarkan. Dan ini tidak salah, sebab manusia memang akan dibangkitkan lagi dari kuburnya. Dan kubur manusia itu di bumi. Maka ketika mereka dibangkitkan, tentu saja dari bumi. Bukan dari bulan atau dari matahari.
Maka ayat ini tidak menyebutkan bahwa bumi masih ada, tetapi menyatakan bahwa manusia dikeluarkan dari bumi. Bersama dengan hancurnya bumi, maka manusia dibangkitkan.
Sedangkan ayat kedua adalah:
فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ
Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (QS 79: (13-14).
Menarik untuk dikaji, kata "di permukaan bumi", dalam ayat ini tidak menggunakan lafadz "Al-Ardh" seperti biasanya, namun menggunakan kata "As-Saahirah."
Kalau kita buka kitab-kitab tafsir, memang banyak sekali para ulama yang mengatakan bahwa makna "As-Saahirah" adalah permukaan bumi. Namun selain itu juga ada yang memberikan keterangan yang lebih detail.
Di dalam Tafsir Al-Qurthubi, ada yang mengatakan bahwa maknanya adalah:
- أَرْض جَدَّدَهَا اللَّه يَوْم الْقِيَامَة yaitu bumi yang diperbaharui lagi oleh Allah di hari kiamat.
- الْأَرْض السَّابِعَة يَأْتِي بِهَا اللَّه تَعَالَى فَيُحَاسِب عَلَيْهَا الْخَلَائِق, وَذَلِكَ حِين تُبَدَّل الْأَرْض غَيْر الْأَرْض, yaitu bumi ke tujuh yang didatangkan oleh Allah SWT untuk dihisabnya makhluk-makhluknya. Hal itu ketika digantinya bumi lama dengan bumi baru.
- أَرْض مِنْ فِضَّة لَمْ يُعْصَ اللَّه جَلَّ ثَنَاؤُهُ عَلَيْهَا قَطُّ خَلَقَهَا حِينَئِذٍ, yaitu bumi dari perak yang Allah SWT ciptakan dari semula, di mana tidak ada kemaksiatan kepada Allah di atasnya.
- الْأَرْض الْبَيْضَاء, yaitu bumi yang berwarna putih
- الْمَكَان الْمُسْتَوِي yaitu tempat yang rata
Selain keterangan di atas, kalau kita telusuri lagi kitab-kitab tafsir lainnya seperti At-Thabari, kita dapati keterangan bahwa ada juga yang mengartikan "As-Saahirah" adalah
- tanah di negeri Syam
- daratan sebagai lawan dari lautan
- sebuah tempat di muka bumi yang bernama sahirah
- wilayah yang terletak di antara gunung Hassan dan Gunung Ariha (Jerico) di Palestina
- sebuah gunung di sisi Baitul Maqdis
- jahannam dan lainnya.
Karena yang kita bicarakan adalah masalah yang masih ghaib buat kita, serta banyak dalil yang masih memerlukan penafsiran lainnya, tentu saja tidak ada seorang pun yang berhak mengklaim bahwa penfsiran menurut dirinya saja yang benar.
Kita tetap wajib membuka pintu kepada para mufassir untuk boleh berbeda pendapat dengan apa yang kita yakini. Dan penafsiran seperti ini mungkin saja benar dan mungkin saja salah. Yang pasti, kesalahan dalam masalah ini tidak akan berpengaruh pada nilai aqidah dan tauhid kita. Sebab meski termasuk wilayah aqidah, tapi jenisnya masuk ke dalam perkara ijtihad manusiawi.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.