Paham Asy&#039ari

Ass. Wr. Wb.

Kepada Ustadz Ahmad Sarwat, Lc.
Langsung saja ustadz, mohon jawaban beberapa pertanyaan saya sebagai berikut:

1. Apakah paham Asy’ari itu?
2. Apakah benar kaum Muslimin (terutama Nahdatul Ulama) di Indonesia menganut paham Asy’ari?
3. Siapakah Abu al-Hasan Ali al-Asy’ari itu?
4. Apakah perbedaan paham Asy’ari dengan Wahabi?

Terima kasih atas segala kesediaan ustadz menjawab pertanyaan di atas.

Wassalam,

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabaratuh,

Paham Asy’ari atau Aqidah Asy’ariyah, adalah sebuah sistem tauhid yang disusun oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari.

Nama lengkap beliau adalah Abul Hasan Ali bin Ismail. Beliau adalah keturunan kesekian dari shahabat nabi yang agung, Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu. Beliau lahir di kota Bashrah pada tahun 270 hijriyah.

Pemikiran Al-Asy’ari dalam masalah Aqidah

Ada tiga periode dalam hidupnya yang berbeda dan merupakan permbangan ijtihadnya dalam masalah aqidah.

1. Periode Pertama

Beliau hidup di bawah pengaruh Al-Jubbai, syeikh aliran Mu’tazilah. Bahkan sampai menjadi orang kepercayaannya. Periode ini berlangsung kira-kira selama 40-an tahun. Periode ini membuatnya sangat mengerti seluk beluk aqidah muktazilah, hingga sampai pada titik kelemahannya dan kelebihannya.

2. Periode Kedua

Beliau berbalik pikiran yang berseberangan paham dengan paham-paham muktazilah yang selama ini telah mewarnai pemikirannya. Hal ini terjadi setelah beliau merenung dan mengkaji ulang semua pemikiran muktazilah selama 15 hari. Selama hari-hari itu, beliau juga beristikharah kepada Allah SWT untuk mengevaluasi dan mengkritik balik pemikiran aqidah muktazilah.

Di antara pemikirannya pada periode ini adalah beliau menetapkan 7 sifat untuk Allah SWT lewat logika akal, yaitu:

  • Al-Hayah (hidup)
  • Al-Ilmu (ilmu)
  • Al-Iradah (berkehendak)
  • Al-Qudrah (berketetapan)
  • As-Sama’ (mendengar)
  • Al-Bashar (melihat)
  • Al-Kalam (berbicara)

Sedangkan sifat-sifat Allah yang bersifat khabariyah, seperti Allah SWT punya wajah, tangan, kaki, betis dan seterusnya, maka beliau masih menta’wilkannya.

Maksudnya beliau saat itu masih belum mengatakan bahwa Allah SWT punya kesemuanya itu, namun beliau menafsirkannya dengan berbagai penafsiran. Logikanya, mustahil Allah SWT yang Maha Sempurna itu punya tangan, kaki, wajah dan lainnya.

3. Periode Ketiga

Pada periode ini beliau tidak hanya menetapkan 7 sifat Allah, tetapi semua sifat Allah SWT yang bersumber dari nash-nash yang shahih. Kesemuanya diterima dan ditetapkan, tanpa takyif, ta’thil, tabdil, tamtsil dan tahrif.

Beliau para periode ini menerima bahwa Allah SWT itu benar-benar punya wajah, tangan, kaki, betis dan seterusnya. Beliau tidak melakukan:

  • takyif:menanyakan bagaimana rupa wajah, tangan dan kaki Allah
  • ta’thil: menolak bahwa Allah punya wajah, tangan dan kaki
  • tamtsil: menyerupakan wajah, tangan dan kaki Allah dengan sesuatu
  • tahrif: menyimpangkan makna wajah, tangan dan kaki Allah dengan makna lainnya.

Pada periode ini beliau menulis kitabnya "Al-Ibanah ‘an Ushulid-diyanah." Di dalamnya beliau merinci aqidah salaf dan manhajnya.

Komentar Ibnu Taimiyah tentang Al-Asy’ari

Mereka yang beraqidah ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah adalah paling dekat di antara yang lain kepada ahlussunnah wa al-jamaah. Aliran mereka adalah polarisasi antara wahyu dan filsafat.

Barangkali di masa itu kebutuhan untuk menjawab tantangan aqidah dengan menggunakan ratio telah menjadi beban. Karena di masa itu sedang terjadi penerjemahan besar-besaran pemikiran filsafat barat yang materialis dan rasionalis ke dunia Islam. Sehingga dunia Islam mendapatkan tantangan hebat untuk bisa menjawab argumen-argumen yang bisa dicerna akal.

Al-Asy‘ari adalah salah satu tokoh penting yang punya peranan dalam menjawab argumen kalangan ahli logika ketika menyerang aqidah Islam. Karena itulah metode aqidah yang beliau kembangkan merupakan panggabungan antara dalil naqli dan aqli.

Bila dilihat dari kaca lain seperti di zaman di mana tantangan akal ini tidak lagi mendominasi, bisa saja terasa agak janggal karena metode akal atau rasio yang digunakan terasa kurang relevan lagi.

Karena itu wajar bila dikritisi lebih detail, ada saja hal-hal yang dirasa kurang pas dan relevan lagi. Sebagian para pengkritik menyataskan bahwa paham As’ariyah menyalahi ahlussunnah wa al-jamaah dalam lima belas masalah, salah satunya adalah masalah asma’ dan sifat. Meski demikian, para pendukung mazhab Asy‘ari juga punya argumen yang membenarkan pendapat mereka.

Penyebaran Aqidah Asy-‘ariyah

Aqidah ini menyebar luas di zaman wazir Nizhamul Muluk pad dinasti ani Saljuq dan seolah menjadi aqidah resmi negara.

Semakin berkembang lagi di masa keemasan madrasah An-Nidzamiyah,baik yang ada di Baghdad maupun di kotaNaisabur. Madrasah Nizhamiyah yang di Baghdad adalah universitas terbesar di dunia. Didukung oleh para petinggi negeri itu seperti Al-Mahdi bin Tumirat dan Nuruddin Mahmud Zanki serta sultan Shalahuddin Al-Ayyubi.

Jugadidukung oleh sejumlah besar ulama, terutama para fuqaha mazhab Asy-syafi’i dan mazhab Al-Malikiyah periode akhir-akhir. Sehingga wajar sekali bila dikatakan bahwa aqidah Asy-‘ariyah ini adalah aqidah yang paling populer dan tersebar di seluruh dunia.

Para Ulama yang Berpaham Asy-‘ariyah

Di antara para ulama besar dunia yang berpaham aqidah ini dan sekaligus juga menjadi tokohnya antara lain:

  • Al-Ghazali (450-505 H/ 1058-1111M)
  • Al-Imam Al-Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210)
  • Abu Ishaq Al-Isfirayini (w 418/1027)
  • Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani (328-402 H/950-1013 M)
  • Abu Ishaq Asy-Syirazi (293-476 H/ 1003-1083 M)

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabaratuh,

Ahmad Sarwat, Lc.