Seperti yang dijelaskan oleh Manna al-Qatthan dalam bukunya Tarikh at-Tasyri al-Islami, bahwa ajaran Islam yang diturunkan Allah memiliki dua ranah dakwah. Yang pertama adalah masa-masa Islam Makki, dan yang kedua adalah masa Islam Madani.
Penyebaran Dakwah Ajaran Islam
Islam Makki sendiri terbilang sebagai Islam yang fokus menyebarkan ajararan-ajaran yang bersifat ideologis (akidah). Sedangkan Islam Madani lebih berorientasi untuk mengembangkan ajaran-ajaran kultural dan yang bersangkutan dangan kemanusian.
Di antara contoh ajaran Islam Makki adalah pembenahan pola-pola peribadahan dari penyembahan berhala menjadi ibadah kepada Tuhan yang Maha Esa. Selain itu, juga perombakan kepercayaan-kepercayaan klenik yang pada saat itu sangat intens dianut oleh masyarakat Arab.
Sebenarnya kepercayaan klenik yang tersebar luas saat itu merupakan warisan nenek moyang mereka yang dilestarikan dan diyakini kebenarannya. Sehingga untuk merombaknya dengan ajaran baru dan menata kembali menjadi sebuah keyakinan bukan perkara yang mudah.
Paling tidak perlu berpuluh-puluh tahun untuk menjadikan akidah Islam bisa diterima lahir dan batin oleh masyarakat saat itu. Artinya bukan hanya sekedar penerimaan berdasarkan lisan semata, melainkan juga diyakini dan diamalkan sebagai sebuah paradigma baru.
Untuk mencapai hal ini, pada dasarnya Islam telah memiliki metodologi dakwah yang cukup efektif, yaitu sistem pendekatan budaya dan sistem tadarruj. Yaitu metodologi dakwah yang masuk melalui budaya-budaya lokal dan masuk secara perlahan-lahan.
Hal ini selain untuk menampakkan wajah Islam yang manusiawi, Islam juga hendak menampilkan bahwa tradisi yang baru datang ini bukanlah sesuatu yang asing dalam tradisi mereka. Sehingga mereka tidak perlu merasa anti-pati kepada ajaran tersebut.
Sedangkan ajaran yang kedua adalah ajaran Islam Madani. Ajaran ini lebih banyak berorientasi untuk menjabarkan pola-pola bermasyarakat yang baik dan benar. Pola-pola yang dimaksud adalah tentang tata cara bersosial. Yakni mencakup berbagai hukum halal dan haram. Salah satu ajaran yang muncul dalam masa ini adalah tentang larangan meminum minuman keras.
Pada tataran ini larangan tersebut datang melalui cara dan metode yang hampir sama dengan periode Makki. Yaitu dengan proses yang bertahap sedikit demi sedikit. Hanya saja, pada periode ini, bentuk ajarannya disampaikan dengan lebih humanis. Hal ini bertujuan agar ajaran dan syariat Islam bisa diterima dan mampu merubah gaya hidup mereka yang sudah mendarah daging.
Dua dekade di atas adalah cerminan bagaimana sebenarnya esensi ajaran Islam itu sendiri. Yakni mencakup dua ranah paling krusial yaitu ranah akidah dan syariat. Dalam hal ini kalimat la ilaha illa allah menempati posisi paling tinggi atau paling dasar yang harus tertanam bagi siapapun yang hendak mengaku bahwa dirinya adalah seorang Muslim.
Makna Kalimat Tauhid la ilaha illa Allah
Kalimat Tauhid atau yang dimaknai dengan kata la ilaha illa Allah ini, memiliki arti kata menunggalkan. Kata yang secara derivasi maknanya berasal dari kata wahhada ini, adalah termasuk kategori mashdar. Yaitu wahhada-yuwahhidu-tauhidan. Derivasi dari fiil tsulasi ini bermakna bahwa ada sesuatu yang tunggal. Sesuatu yang tunggal ini menjadi tunggal yang kita tunggalkan.