Apakah Agama Ilmu Eksak atau Bukan

Assalamulaikum wr wb.

Pak Ustadz yang dirahmati Allah, saya mau sedikit bertanya kepada Bapak. Apakah agama Islamilmu pasti (eksak) atau bukan?

Dibilang eksak, memang sudah ada ketentuan-ketentuan dari Allah dan apabila kita ikuti mendapat ganjaran. Begitu pula sebaliknya, dibilang non-eksak namun ada sebagian orang yang melanggar aturan dan tak terkena ganjaran.

Mohon pencerahannya. Syukron

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Masalah ganjaran dan hukuman atas perbuatan yang dilakukan oleh manusia, memang sebagian terasa seperti sebuah kepastian (eksak), namun dalam sebagin kasus lainnya, seolah tidak pasti (tidak eksak).

Barangkali itulah yang menyebabkan anda mempertanyakan apakah agama itu eksak atau tidak. Apakah kalau seseorang melakukan dosa, langsung dihukum atau tidak? Sebab banyak sekali orang yang melakukan dosa, maksiat dan pembangkangan, tapi kita tidak melihat hukuman Allah turun kepada mereka saat itu juga.

Kalau memang itu pertanyaannya, jawabannya adalah agama itu tidak eksak, dalam arti tidak semua dosa itu langsung dibalas dengan hukuman. Dan pengalaman empiris membuktikan bahwa begitu banyak manusia, baik muslim atau non muslim yang terus menerus melakukan dosa, tapi hidupnya enak-enak saja.

Demikian juga dengan Fir’aun, Namrudz, Abu Jahal serta paratokoh kejahatan dan angkara murka, tetap saja Allah masih berkenan memberi kesempatan baginya untuk tidak langsung dihukum saat melakukan kejahatan. Buktinya, Fir’aun sempat jadi raja zalim dalam waktu yang lama. Hukuman buatnya baru diturunkan sesaat sebelum kematiannya, yaitu dengan cara ditenggelamkan di Laut Merah, sesudah itu tentunya juga siksa di dalam alam kubur dan di neraka yang sesungguhnya nanti.

Tetapi bahwa Allah SWT memberikan tenggat waktu bagiciptaan-Nya untuk berlama-lama dengan kemaksiatan dan pembangkangan, adalah hal yang sudah terbukti.

Ditambah lagi bahwa alam dunia ini memang bukan alam pembalasan. Pembalasan atas dosa baru akan dijalankan secara sesungguhnya nanti di alam akhirat. Kalau pun ada adzab di dunia ini, tidak selalu dijatuhkan kepada semua kasus dosa dan pelanggaran. Barangkali Allah ingin mengingatkan hamba-Nya dengan cobaan kecil dulu.

Seandainya semua perbuatan dosa langsung turun hukumannya, maka tidak ada orang kafir di dunia ini. Tidak ada lagi muslim abangan yang shalatnya jarang-jarang. Tidak ada wanita yang tidak pakai jilbab. Tidak ada lagi para pezina, koruptor, maling, penipu, pemeras, pemakan uang rakyat dan semua bentuk kejahatan lainnya.

Tentu semua orang takut melakukan dosa, karena langsung dihukum dari langit. Misalnya, begitu seseorang mau berzina dengan isteri temannya, maka kemaluannya langsung putus. Maka semua tempat zina langsung bubar jalan.

Atau bila setiap tegukan khamar langsung dibalas dengan cambukan petir dari langit, maka semua pabrik minuman keras gulung tikar dengan sendirinya.

Bila setiap rupiah uang rakyat yang ditilep pejabat langsung diganjar dengan hilangnya satu anggota badan, maka semua koruptor langsung insaf dalam hitungan beberapa detik. Dan negara RI tiba-tiba jadi negara terkaya di dunia.

Seandainya tiap keputusan timpang dari hakim yang terbiasa makan uang sogok dari para penjahat diganjar dengan bisul di wajah secara langsung, maka semua hakim di negeri ini langsung jadi kiyai yang alim.

Seandainya tiap kata-kata bohong dari pejabat yang menipu rakyat diganjar dengan semakin panjang hidungnya, seperti dalam dongeng Pinokio, maka semua pejabat langsung jadi wali songo.

Tetapi sayangnya, hukuman-hukuman itu tidak (semuanya) diturunkan Allah di alam dunia ini. Tetapi nanti di akhirat. Memang begitulah aturan mainnya dari Sang Pencipta. Kalau pun Allah membalas langsung, hanya pada kasus tertentu, waktu yang terbatas, orang tertentu dan tidak berlaku pada semua hal.

Itu pun selalu ada jeda waktu beberapa saat. Sebelum kemudian di bagian akhir hidupnya Allah menurunkan siksaannya. Meski pun itu bukan siksaan yang sesungguhnya, baru sekedar down payment (dp), sisanya akan dilunasi nanti di neraka.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc