Himar atau keledai adalah binatang yang sering menjadi gambaran sebuah kedunguan. Di dunia Arab, binatang ini adalah binatang yang paling rendah di mata mereka. Untuk itulah al-Qur’an pun ketika menyebut himar untuk perumpamaan sesuatu, itu berarti sesuatu tersebut adalah merupakan hal yang sangat rendah dan hina.
Seperti ketika al-Qur’an mengabadikan nasehat Luqman. Di akhir dari nasehat tersebut, Luqman menyampaikan kepada anaknya agar bersuara yang baik,
“…dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman [31] : 19)
Begitu pula ayat yang akan kita renungi berikut ini
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS. Al-Jumu’ah [62] : 5)
Ayat ini menohok orang-orang Yahudi yang diberikan Allah Kitab Taurat tetapi tidak bisa mengamalkannya. Mereka seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebal di punggungnya tetapi tidak mengerti sama sekali isi kitab-kitab tersebut dan tidak bisa mengambil manfaat sama sekali. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “Allah ta’ala berfirman menyebutkan keburukan Yahudi yang diberikan kepada mereka Taurat untuk diamalkan tetapi mereka tidak mengamalkannya. Perumpamaan mereka seperti himar (keledai) yang membawa kitab-kitab tebal….mereka lebih buruk keadaannya daripada himar. Karena himar tidak mempunyai pemahaman sementara mereka bisa memahami tetapi tidak mengamalkannya.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/117, MS)
Ayat ini disampaikan kepada umat Muhammad SAW agar menjadi pelajaran bahwa generasi umat ini tidak boleh seperti generasi himar Yahudi. Generasi yang mempunyai ilmu, wawasan, pengetahuan tentang baik dan buruk bahkan mereka memahami ilmu itu dengan baik, tetapi ilmu tersebut tidak bermanfaat bagi mereka. Mereka paham bahwa kebaikan harus dilakukan, tetapi tidak mereka lakukan. Mereka pun paham bahwa keburukan dan kejahatan harus dijauhi, tetapi tetap saja keburukan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupannya.
Allah telah memberikan petunjuk-Nya kepada kita agar generasi ini tidak menjadi generasi keledai. Penjelasan itu ada dalam rangkaian ayat-ayat dalam Surat al-Jumu’ah tersebut. Berikut ayat yang menjelaskan langkah generasi ini agar keluar dari rimba ketersesatan.
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah [62] : 2)
Dalam ayat tersebut dijelaskan tugas Rasulullah Muhammad SAW dalam melahirkan generasi shahabat yang luar biasa itu. Ada tiga tugas: (1) membacakan ayat-ayat Allah, (2) tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), (3) mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah.
Ternyata pengajaran ilmu al-Kitab dan al-Hikmah diakhirkan setelah tazkiyatun nafs. Mengapa?
Karena jiwa ini ibarat sebuah wadah/tempat. Jika wadahnya masih kotor, sejernih apapun ilmu yang dituangkan tetap akan terlihat keruh dan tidak bermanfaat. Akhirnya lahirlah keledai seperti yang disebutkan ayat. Ilmu banyak tetapi tidak teraplikasikan dalam amal.
Maka, Nabi ditugaskan untuk menyucikan jiwa baru mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah. Agar wadahnya bersih dan saat ilmu dituangkan, layak dikonsumsi dan diserap. Sehingga menjadi ilmu yang manfaat dan aplikatif dalam amal.
Dan Terlahirlah Anak-Anak Himar…
Setiap permasalahan generasi muncul apapun jenisnya harus mendapatkan solusi pengubah yang tepat. Narkoba, pornografi dan pornoaksi, perkelahian, pergaulan bebas, acuh terhadap ilmu, durhaka terhadap orangtua dan sebagainya.
Mereka tidak akan berubah sebelum konsep perbaikan al-Jumu’ah ayat 2 di atas dilakukan. Perdengarkan kepada mereka ayat-ayat Allah, Sucikan jiwa mereka baru tuangkan berbagai wawasan dan ilmu tentang hal-hal merusak di atas. Konsep ini secara empirik telah teruji, Rasulullah SAW berhasil mengubah generasi. Shahabat yang tadinya rusak menjadi generasi baik dan mulia. Shahabat yang tadinya berharga murah karena ulah mereka, menjadi pemimpin bumi karena kualitas mereka.
Jika hari ini kita hanya menggiring generasi dari meja seminar ke meja seminar. Dari ruang kelas ke ruang kelas. Dari penelitian ke penelitian. Yang menjejali otak mereka sebagai wawasan dan ilmu. Dengan harapan melangit; agar mereka menjauh dari berbagai kerusakan.
Maka kita hanya mengulang kesalahan Yahudi. Menjejali otak mereka dengan wawasan dan ilmu. Tetapi tetap tidak pernah membuat kurikulum pendidikan penyucian hati. Akhirnya wawasan dan ilmu itu tidak mengubah perilaku mereka. Mereka tetap saja berkelahi, tetap bergaul bebas, tetap menonton gambar dan video porno. Mereka tetap rusak.
Kalau konsep seperti ini diteruskan tanpa perbaikan. Akhirnya…, kita hanya akan menunggu kelahiran anak-anak himar.