Assalamu’alaikum wr. Wb
Di beberapa tempat sekitar, saya melihat bila ada orang meninggal, ada pihak keluarga yang meminta pihak tertentu (mungkin pesantren dan kiyainya) untuk membacakan al-quran selama 7 hari berturut-turut (siang malam)
Bahkan ada yang di rumah duka atau di samping kuburan, saya sih husnuzan saja dengan aktifitas tersebut, karena memang baik, tapi pengetahuan saya minim dengan hal ini, mohon penjelasan dengan hal tersebut.
Terima kasih
Wassalam
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Apa yang anda tanyakan itu sebenarnya masalah klasik yang seringkali menjadi bahan perdebatan orang awam. Yang satu merasa diri paling benar dan nyaris menganggap orang lain harus selalu salah. Yang disalahkan kemudian tidak terima, lalu balas ‘menyerang’ dengan beragam cara.
Akibatnya, suasana ukhuwah dan kemesraan di antara sesama umat Islam jadi terkoyak, hanya karena urusan yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan.
Kalau ada sebagian saudara kita yang tidak setuju dengan kirim-kirim pahala buat orang yang sudah wafat, silahkan saja. Dan kalau ada yang bersikap sebaliknya, bisa kirim-kirim pahala buat keluarga yang sudah berpulang ke rahmatullah, juga jangan dicaci maki.
Mengapa?
Karena masing-masing punya hujjah atau argumentasi. Tentu saja selama masih ada dalil yang bersifat argumentatif, kita tidak perlu saling menjelekkan, apalagi saling menghina dan menganggap orang yang cara pandangnya tidak sama dengan kita sebagai orang bodoh.
Pendapat Menolak Pahala Bacaan untuk Mayyit
Sebagian kalangan menolak dimungkinkannya pahala bacaan Al-Quran untuk dikirimkan kepada ruh orang yang sudah meninggal. Alasannya adalah seandainya hal itu memang benar, pastilah Rasulullah SAW memerintahkannya, atau setidaknya beliau pernah melakukanya. Menurut mereka, tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan hal itu. Sehingga praktek demikian dianggap mengada-ada dan tidak ada tuntunannya.
Di antara ulama yang cenderung berpendapat seperti ini adalah Syeikh Rasyid Ridha. Beliau berhujjah bahwa hal seperti itu tidak ada dalam kitabullah, sunnah nabi dan ijma’. Seseorang tidak akan menerima pahala dari orang lain, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran:
وَأَن لَّيْسَ لِلإِنسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
Tidaklah seseorang menerima pahala kecuali dari apa yang dilakukannya. (QS. An-Najm: 39)
Dan hadits-hadits menyebutkan bahwa yang bisa bermanfaat buat orang yang sudah wafat hanya tiga: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan.
إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية أو علم يُنْتَفع به أو ولد صالح يدعو له رواه مسلم
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila anak Adam meninggal dunia, maka semua amalnya terputus, kecuali tiga: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya. (HR Muslim)
Pendapat Yang Menerima
Sedangkan sebagian besar ulama cenderung menerima adanya pengiriman pahala bacaan Al-Quran kepada orang yang sudah wafat. Mereka mengatakan tidak benar kalau tidak ada dalil yang menyebutkan hal itu. Misalnya hadits-hadits berikut ini:
Dari Ma’qil bin Yasar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bacakanlah surat Yaasiin atas orang yang meninggal di antara kalian. (HR Abu Daud, An-Nasaa’i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Jantungnya Al-Quran adalah surat Yaasiin. Tidak seorang yang mencintai Allah dan negeri akhirat membacanya kecuali dosa-dosanya diampuni. Bacakanlah (Yaasiin) atas orang-orang mati di antara kalian." (ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Hadits ini dicacat oleh Ad-Daruquthuny dan Ibnul Qathan, namun Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkannya.
Dari Abi Ad-Darda’ dan Abi Dzar ra berkata, "Tidaklah seseorang mati lalu dibacakan atasnya surat Yaasiin, kecuali Allah ringankan siksa untuknya." (HR Ad-Dailami dengan sanad yang dhaif sekali)
Adalah Ibnu Umar ra gemar membacakan bagian awal dan akhir surat Al-Baqarah di atas kubur sesuah mayat dikuburkan. (HR Al-Baihaqi dengan sanad yang hasan).
Mereka yang menolak terkirimnya pahala bacaan untuk orang meninggal berargumen bahwa semua hadits tentang perintah Rasulullah SAW untuk membacakan Al-Quran atas orang meninggal itu harus dipahami bukan kepada orang meninggal, melainkan kepada orang yang hampir meninggal. Jadi menjelang kematiannya, bukan pasca kematiannya atau setelah dikuburkannya.
Namun argumentasi mereka dibantah oleh Al-Imam As-Syaukani, penyusun kitab hadits Nailul Authar. Beliau mengatakan bahwa lafadz yang ada di dalam hadits itu jelas-jelas menyebutkan kepada orang yang meninggal. Kalau ditafsirkan kepada orang yang belum mati, mereka harus datang dengan qarinah atau pembanding(Lihat Nailur Authar jilid 4 halaman 52)
Sedangkan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menuliskan dalam kitab Riyadhush-Shalihin dalam judul: Doa untuk mayyit setelah dikuburkan dan berdiri di kuburnya sesaat untuk mendoakannya dan memintakan ampunan untuknya serta membacakan Al-Quran, menyebutkan bahwa Al-Imam As-syafi’i rahimahullah berkata, "Sangat disukai untuk dibacakan atasnya Al-Quran. Kalau sampai bisa khatam, tentu sangat baik.
Pendapat 4 Mazhab Utama dalam Masalah Ini
1. Mazhab Al-Hanafiyah
MazhabAl-Hanifiyah menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan ibadah, baik berupa sedekah, bacaan Al-Quran atau lainnya adalah merupakan amal kebaikan yang menjadi haknya untuk mendapat pahala. Dan juga menjadi haknya pula bila dia menghadiahkan pahala itu untuk orang lain. Dan pahala itu akan sampai kepada yang dihadiahkan.
Dalam kitab Ad-Dur Al-Mukhtar wa Rad Al-Muhtar jilid 2 halaman 243 disebutkan hadits yang menurut mereka shahih:
من دخل المقابر فقرأ سورة (يس) خفف الله عنهم يومئذ، وكان له بعدد من فيها حسنات
Orang yang mendatangi kuburan dan membaca surat Yasin, Allah SWT akan meringankan dosanya pada hari kiamat. Dan baginya pahala sejumlah orang yang meninggal di kuburan itu.
Dalam kitab Fathul Qadir disebutkan hadits berikut ini:
روي عن علي عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ أنه قال, "مَن مَرَّ على المقابر وقرأ (قل هو الله أحد) إحدى عشرة مرة ثم وَهَبَ أَجْرَها للأموات أُعْطِيَ من الأجر بعدد الأموات."
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang lewat kuburan dan membaca Qulhuwallahu ahad sebanyak 11 kali, dan dia menghadiahkan pahalanya kepada orang yang telah meninggal, dia akan diberikan balasannya sejumlah orang yang mati.
وعن أنس أن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ سئل فقال السائل, "يا رسول الله إنا نتصدق عن موتانا ونَحُج عنهم وندعو لهم، هل يَصِل ذلك إليهم؟ قال: نعم إنه ليصل إليهم، وإنهم ليفرحون به كما يفرح أحدكم بالطبق إذا أُهدِيَ إليه" اهـ.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa nabi SAW ditanya oleh seseorang, "Ya Rasulullah, kami bersedekah untuk orang yang sudah meninggal, juga berhaji untuk mereka. Apakah semua itu akan sampai kepada mereka?" Beliau SAW menjawab, "Ya, sesungguhnya amal itu akan sampai kepada mereka. Mereka sangat berbahagia sebagaimana kalian bergembira bila menerima hadiah hidangan.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Secara pendapat resmi mazhab ini menyatakan tidak bisa menerima bila ada bacaan Al-Quran yang dikirimkan pahalanya kepada orang yang sudah mati. Setidaknya, tindakan itu merupakan hal yang dimakruhkan (karahiyah).
Dan itulah juga yang merupakan pendapat Al-Imam Malik rahimahumallah bahwa membacakan Al-Quran buat orang yang sudah wafat itu tidak ada dalam sunnah.
Namun Imam Al-Qarafi dari ulama kalangan mazhab ini agak berbeda dengan imam mazhabnya dan pendapat kebanyakan ulama di dalam mazhab itu. Demikian juga dengan para ulama mazhab ini yang belakangan, kebanyakan malah membenarkan adanya kirim-kiriman pahala kepada orang mati lewat bacaan Al-Quran.
Jadi intinya, masalah ini memang khilaf di kalangan ulama. Sebagian mengakui sampainya pahala bacaan Al-Quran untuk orang yang telah meninggal, sedangkan sebagian lainnya tidak menerima hal itu. Dan perbedaan pendapat ini adalah hal yang amat wajar. Tidak perlu dijadikan bahan permusuhan, apalagi untuk saling menjelekkan satu dengan lainnya.
3. MAzhab Asy-Syafi’i
Mazhab ini menyebukan bahwa semua ulamanya sepakat atas sampainya pahala sedekah kepada orang yang telah wafat. Namun tentang pahala bacaan Al-Quran, memang ada perbedaan pendapat. Sebagian mengatakan sampai dan sebagian mengatakan tidak sampai.
Disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawi dalam kitabnya Syarah Shahih Muslim jilid 7 halaman 95, bahwa Al-Imam Asy-Syafi’i sendiri termasuk mereka yang cenderung mengatakan tidak sampainya pahala bacaan ayat Al-Quran buat orang yang sudah wafat.
Mereka yang mengatakan sampainya pahala bacaan Al-Quran untuk orang mati dalam mazhab ini di antaranya adalah yang disebutkan dalam kitab Syarah Al-Minhaj.
4. Mazhab Al-Hanabilah
Ibnu Qudamah rahimahullah, ulama pakar dari kalangan mazhab Hanabilah, dalam kitab Al-Mughni, halaman 758 menuliskan bahwa disunnahkan untuk membaca Al-Quran di kubur dan dihibahkan pahalanya.
Sedangkan menurut sebuah riwayat Imam Ahmad rahimahullah pernah mengatakan bahwa hal itu bid’ah. Tapi dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa kemudian beliau mengoreksi kembali pernyataannya.
Iman Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa mayat akan mendapat manfaat dari bacaan Al-Quran yang dihadiahkan oleh orang yang masih hidup kepada dirinya. Hal itu sebagaimana sampainya pahala ibadah maliyah seperti sedekah, waqaf dan lainnya.
Di dalam kitab fenomenal beliau, Majmu’ Fatawa jilid 24 halaman 315-366 disebukan: Orang-orang berbeda pendapat tentang sampainya pahala yang bersifat badaniyah seperti puasa, shalat dan membaca Al-Quran. Yang benar adalah bahwa semua itu akan sampai pahalanya kepada si mayyit.
Namun beliau mengatakan apabila orang yang membacaAl-Quran itu minta upah, maka pahalanya tidak ada. Sebab sudah dikonversi menjadi uang. Dan karena pahalanya tidak ada, maka apa yang mau dikirimkan? Maka beliau berpendapat, kalau pun mau mengaji kubur, tidak boleh minta upah. Kalau dia minta upah, maka pahalanya malah tidak sampai.
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitab Ar-Ruuh menyebutkan bahwa yang paling utama untuk bisa dihadiahkan kepada mayyit adalah istighfar, sedekah, doa dan haji badal. Sedangkan kiriman pahala bacaan Al-Quran, bila dilakukan tanpa upah, maka pahalanya akan sampai. Sebagaimana sampainya pahala puasa dan haji.
Di dalam bagian lain dari kitabnya itu, beliau menyebutkan bahwa disunnahkan ketika membaca Al-Quran untuk mayyit, diniatkan agar pahalanya disampaikan kepada ruhnya, tapi tidak harus dengan melafadzkan niat itu.
Jadi setidaknya, di dalam mazhab yang banyak dipakai di Saudi dan sekitarnya, masalah ini boleh dibilang juga masih khilafiyah.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc