Ass. wr. wb.
Apakah ada di dalam al-Quran atau Hadits nasikh mansukh?
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Nasakh secara bahasa maknanya adalah izaalah yaitu menghilangkan. Dan penerapannya pada memindahkan sesuatu dari satu tempat ke tempat lainnya. Sedangakn makna nasakh secara istilah adalah mengangkat (membatalkan) hukum syari dengan dengan khitab syari.
Namun untuk bisa dibenarkan adanya nasakh, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
- Bahwa hukum perkara yang dinasakh (dibatalkan) adalah hukum syar’i.
- Bahwa hukum yang menasakh (membatalkan) datangnya lebih akhir dari yang dinasakh.
Penentang dan Pendukung Nasakh
Namun tentang keberadaan masalah nasakh ini terus terang bukan sesuatu yang secara bulat diterima. Ada sebagian kalangan yang tidak menerima adanya masalah nasakh ini. Di samping pendapat umumnya ulama yang menerima keberadaannya.
a. Mereka yang Menentang Adanya Nasakh
Mereka yang menentang adanya nasakh dalam ayat-ayat Allah SWT adalah kalangan Yahudi, di mana mereka dahulu pun pernah menerima kitab dari Allah SWT. Dasar pertimbangan mereka adalah semata-mata logika, yaitu bila Allah SWT mengganti hukumnya, maka hal itu menunjukkan bahw Allah SWT itu tidak Mengetahui apa-apa yang akan terjadi. Dan hal itu mustahil terjadi pada Allah SWT.
Padahal di dalam Taurat mereka pun ada juga kasus nasakh yang pada dasarnya sudah mereka terima tanpa sadar. Misalnya Taurat mengakui bahwa dahulu Allah SWT membolehkan kepada umat nabi Adam as untuk menikah dengan saudara kandung, lalu pada syariat mereka hal itu dirubah dan dihapuskan. Juga diharamkannya banyak jenis binatang dalam syariat mereka setelah sebelumnya dihalalkan.
b. Berlebihan dalam Menerapkan Nasakh
Dan berseberangan dengan Yahudi ada kelompok Rawafidh yang merupakan pecahan dari kelompok Syiah, yang justru berlebihan dalam mengaplikasikan nasakh, hingga sampai batas menerima logika bahwa Allah SWT itu tidak mengerti dan tidak tahu apa yang akan terjadi.
c. Yang Menerima Adanya Nasakh dengan Terbatas
Para ulama dari kalangan jumhur sepakat bahwa dalam wahyu Allah SWT adalah nasakh dan mansukh. Keberadaannya adalah kehendak Allah SWT dan sama sekali bukan mencerminkan ketidak-tahuan Allah SWT atas apa yang akan terjadi. Dan merupakan hak Allah SWT untuk mengubah perintah-Nya sendiri, membatalkannya atau menambahkannya kepada hamba-Nya. Justru adanya nasakh dan mansukh itu menunjukkan kekuasan-Nya dan Kemahakuasaan-Nya. Sama sekali tidak ada yang kurang dan hina dari apa yang Dia lakukan.
Selain itu, adanya perubahan atas ayat Allah SWT dan perubahan hukumnya memang telah ditegaskan di dalam Al-Quran Al-Karim:
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Al-Baqarah: 106)
Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja." Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui. (QS. An-Nahl: 101)
Adalagi orang yang menerima nasakh tapi dengan membedakan rinciannya. Yaitu Abu Muslim Al-Ashfahani, seorang mufassir Al-Quran Al-Karim dan juga penganut paham mu’tazilah. Dia mengatakan bahwa nasakh itu secara logika bisa diterima tapi secara syariat tidak bisa.
Namun yang paling kuat dan paling rajih adalah pendapat dari jumhur ulama bahwa nasakh itu memang ada dan sama sekali tidak mengurangi Keagungan Allah SWT. Namun untuk bisa menetapkan sebuah ayat atau hadits itu dinasakh atau tidak, harus ada dalil landasan dan keterangan yang kuat.
Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.