Pertemuan keluarga akhir-akhir ini menjadi momok buat Rini, baik yang diadakan rutin seperti arisan maupun hanya sekedar acara rapat pernikahan sepupu-sepupu. Semakin dipikir, semakin diikuti, semakin membuat Rini menjadi tidak enak hati, karena sikap dari keluarga besar yang selalu memamerkan kelebihan suami-suaminya dalam hal materi dan kedudukan.
Mereka memang menikah dengan orang-orang hebat yang punya kedudukan di kantor dan juga cerdas dalam mengemukakan usulan bila ada masalah besar dalam keluarga. Sedikit berbeda dengan mas Ihsan, suaminya yang cenderung pendiam, dan hanya senyum-senyum saja. Bila ditanya, baru menjawab, itu pun lebih banyak senyumannya daripada jawabannya. Selain itu mas Ihsan juga termasuk suami yang jarang bercanda. Wajarlah mas Ihsan begitu karena becandaan kakak ipar sepupu rani, cenderung ke arah sex dan pronografi, apalagi kalau di televisi kebetulan ada yang goyang pinggul tak karuan, menjadikan suasana menjadi semakin riuh namun menyebalkan.
Rini sendiri pun lebih memilih untuk membantu mbok Inah dan eyang Putri Asih menyiapkan makanan beserta sambal pelengkap serta kerupuk-kerupuk yang tak habis-habis digoreng, dikarenakan pasukan kecil keluarga besar eyang Asih selalu menunggu dengan tangan-tangan mungilnya, yang ketahuan sibuk “mencuri” ketika kerupuk-kerupuk itu mulai mendingin.
“Yaa, Rin.. kamu sudah tahu kan kalau mas Indro itu sudah naik jabatan langsung ketika dikirim ke Syria. Awalanya dia menolak, namun karena bosnya mengancam, maka akhirnya dia mau juga dipindahkan ke Syria, lalu ketika pulang, Masya Allah, ternyata jabatannya langsung dinaikkan menjadi Direktur Bank Islam se-dubai. Hebat betul ya.. lihat tuh mbak Sinta akan segera menyusul ke Dubai bulan depan, dan hari ini kita berdoa bersama biar mereka selamat di negeri orang” demikian tutur bude Lastri pada Rini yang hanya diam sambil mengiris tipis-tipis mangga muda untuk sambal mangga.
“Alhamdulillah bude Lastri, Mas Yono juga tahun ini akan naik pangkat menggantikan atasannya yang kebetulan menjadi ketua fraksi di DPR. Oleh karena itu jabatan sebagai kepala cabang di daerah tangerang akan menajdi milik mas Yono. Untungnya lagi, yaa kami bisa mendapatkan tambahan fasilitas kredit mobil dengan bunga yang sangat ringan,” ungkap Santy lembut sambil mengelus perut buncitnya yang sedang mengandung anak ke-lima.
“Kamu gimana Rin, hidupmu bude lihat kok alon-alon aja dan tidak ada perubahan nyata gitu lho, emangnya kalau kita hidup dalam ajaran Islam, pakai kerudung lebar seperti kamu dan asyik mengisi ceramah ibu-ibu, tidak boleh yah mendorong suami untuk berkarier lebih hebat. Yaa kamu dorong dong suamimu untuk lebih giat lagi dalam bekerja, kan kalau jabatannya naik, uangnya juga banyak, bisa menyenangkan istri dan keluarga lho..? Apa Islam melarang kalo suami kita bekerja keras mengejar jabatan..? Sudah 4 tahun kalian menikah, bude lihat masih saja naik motor bututmu itu, itu juga motor kamu sejak masih gadis kan…” nasehat bude Lastri yang tajam membuat hati Rini menjadi seperti disilet pisau.
“Begini kali ya rasanya menjadi mangga, teriris-iris dengan indah, yang mengiris memang tidak merasakan, namun yang teriris itu lho.. rasanya nyeriii… sekaliii…” dalam hati Rini. “Ya Rin, mas Yono sudah 4 kali dapat bonus, dan rasanya bonus yang ke-5 ini mau kami gunakan untuk merenovasi rumah biar lebih lebar, karena bayiku kan harus punya halaman rumput yang luas,” imbuh mbak Lastri tanpa maksud sombong.
Sombong atau tidak sombong, menyindir ataupun tidak, bagi Rini semua yang saudara-saudarnya katakan dan bincangkan baik di dapur maupun di meja makan tak lebih hanya akan membuat dirinya menjadi sosok istri yang minder. Rumah kontrakan yang selalu bocor walau harganya setiap tahun bertambah, namun kebocoran atap juga semakin melebar, otomatis pembengkakan dana perbaikan juga semakin besar, hal ini sungguh memusingkan kepala, mengingat gaji mas Ihsan tidak juga bertambah dan kenaikan pangkat tak kunjung datang. Yaa.. mas Ihsan yang pendiam ditambah dengan sikap apa adanya membuat kariernya sebagai wartawan Eramuslim mandek begitu saja, alasannya simpel saja, ”Aku malas mengejar berita bohong, kepalsuan dan kemunafikan, aku malas mewawancarai para artis, hafalan Qur’anku bisa hilang gara-gara melihat aurat dimana-mana.”
Rini hanya mampu terdiam dan tidak tahu harus marah pada siapa, karena pendapat mas Ihsan sangat dapat dimengerti, namun masukan dari bude Lastri dan saduara-saudarnya sungguh menggugat hati.
Rini teringat sebuah ayat yang akhirnya menjadikan dia berpegang pada ayat tersebut. Rini perlahan-lahan mulai melist kelebihan-kelebihan yang ada pada diri sumainya dibandingkan mas Yono serta suami-suami saudaranya yang lain, agar dia dapat menjadikan ayat pilihan tersebut mampu manjadi senjata bagi hatinya yang gundah ketika berada ditengah-tengah keluarga besarnya sendiri.
Mau tahu ayat yang menjadi senjata penentram hati Rini ?
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim [14] : 7)
Yaa, nasib setiap insan memang berbeda, begitupula nasib pernikahan kita, namun bersyukurlah, karena dibalik rasa syukur tersebut terdapat nikmat yang luar biasa.
Yaa nikmat yang mungkin tidak dimiliki bahkan oleh istri konglomerat terkaya dinegeri kita sekalipun. Wallahualam
Quiz : Apalagi senjata yang tepat bila pasangan kita nampak tak hebat?