“Sekretaris ayahnya Intan, aku lihat bergandengan tangan dengan ayahnya Intan, mereka kemudian menyeberang jalan bersama-sama, tanpa mempedulikan kedaan orang disekitar, wah pokoknya mereka sudah sangat akrab sekali satu sama lain, mungkin mereka berpacaran kali yaa?” Nida, gadis kelas 3 SMU yang sedang bingung ingin mengambil fakultas dan universitas apa, hanya diam mengangguk-anggukan kepalanya, ketika Asma dan Tari bergosip mengenai ayahnya Intan dengan sekterarisnya, walaupun Intan merupakan kawan satu kelas mereka di jurusan A3.
“Maklum, sekretaris dari jaman dulu sampai sekarang image-nya buruk, dan profesi yang paling mudah mendapat pekerjaan, hanya bermodal senyum saja, sehingga banyak deh bos-bos yang mengganti sekretarisnya yang sudah tua dengan yang baru,” lanjut Tari bersemangat. “Pekerjaan yang memalukan,” demikian akhirnya Asma dan Tari memutuskan apa yang menjadi pemikiran mereka.
Nida berasal dari keluarga yang kurang begitu mampu, sementara ini ibunya yang membantu ayahnya Nida berjualan makanan dengan membuka katering kecil-kecilan di dapur rumah mereka yang sempit, berkali kali mengarahkan Nida untuk menjadi sekretaris saja, sebuah pekerjaan yang bisa diperoleh bila masuk sekolah kesekretarisan. Biaya masuk sekolah sekretaris juga lebih murah daripada biaya masuk universitas swasta, dan untuk mencari pekerjaan selain lebih mudah juga ada beberapa kawan ibunya Nida yang anaknya sudah menjadi sekretaris di beberapa perusahaan, sekarang sudah mampu membantu perekonomian keluarga.
Kekhawatiran kawan-kawan Nida sungguh tidak beralasan, karena ibunya Nida telah menekankan dan menggamabarkan beberapa contoh sekretaris yang mampu menjaga dirinya, seperti Aisyah sekretarisnya pak Joko yang menggunakan jilbab dan mengatakan terus terang kepada pak Joko bahwa bila sudah lebih dari pukul 5 sore, maka Aisyah tidak bisa mendampingi pak Joko keluar kantor, dan alhamdulillah pak Joko mengerti, bahkan kemudian Aisyah mengajukan usul agar dikantornya dibuatkan pengajian yang sifatnya menciptakan suasana yang islami dan kondusif. Selain Aisyah ada lagi kisahnya Ranti, anaknya bu Hendrawan yang juga menjadi sekretaris dari seorang ibu-ibu pengusaha jamu yang kemudian bahkan berhasil membuat ibu pengusaha jamu yang selama ini berkonde dan mengunakan busana yang membentuk tubuh, perlahan-lahan mulai menggunakan jilbab. Bahkan iklan produk jamunya sekarang ini sudah bukan lagi wanita yang membuka aurat, tetapi hanya menggunakan gambar siluet saja dengan hiasan bunga yang mencitrakan kesegaran meminum jamu.
Sekali lagi, itu adalah bukti bahwa seorang sekretaris yang dikenal sebagai orang terdekat bos, dapat merubah suatu keadaan apabila keimanan dan fikrah yang ada dalam diri sang sekretrais yang muslimah dan solihah ini mampu mengubah akhlak, dan pikiran sang bos. Kedekatan dan rentang jarak yang dekat kepada bos, malah merupakan suatu hal yang baik, untuk berdakwah kepada bos yang merupakan pemimpin tertinggi di sebuah perusahaan. Sekretaris tidak musti jadi mainan bos, malahan menjadi lahan yang empuk untuk berdakwah dikarenakan dekat dengan bos sehingga lebih bisa ber-amar ma’ruf nahi mungkar. Jika bawahan mampu berdakwah kepada bosnya agar menjadi pemimpin yang lebih beriman dan bertakwa, subhanallah, suasana ke-islam-an yang kondusif, tentulah akan menguntungkan bagi sang sekretaris, sang bos serta orang-orang disekitarnya.
Ya, apapun pekerjaan kita, bila dibingkai dengan keimanan serta memiliki semangat dalam berdakwah akan menjadi luarbiasa. Dan Nida pun tidak ragu lagi untuk melangkah dan menentukan pilihan karirnya kedepan.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Imran [3] : 104)