(Asyiah begitu menderita di dalam istana yang penuh dengan orang-orang yang bermaksiat sehingga dia menginginkan rumah di Surga)
Abdullah bin Abbas menceritakan, pada satu hari Rasulullah saw. menjelaskan mengenai empat garis di atas tanah, lalu Rasulullah saw. bertanya, "Apakah engkau mengetahui garis ini garis apa ?" Maka para Shahabat pun menjawab, "Engkau lebih tahu wahai Rasulullah," maka Rasulullah saw. pun berkata, "sesungguhnya ini menggambarkan hanya ada empat wanita terbaik di dunia ini."
Khadijah binti Khawalid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asyiah binti Mazahim (istri Fir’aun).
Asyiah begitu lama menderita di bawah cengkraman Fir’aun yang kejam. Bersuamikan lelaki yang kejam tentu saja membuat siapapun wanita menjadi sangat menderita, walaupun kekejaman terhadap istri tidak digambarkan dalam kisah para Shahabiyah, (walau ada sebagian yang menceritakan bahwa akhirnya Asyiah syahid karena dibunuh dengan cara menariknya dengan empat ekor kuda dari segala penjuru atas perintah Fir’aun yang kejam).
Namun selama dalam kekuasaan Fir’aun, sikap kejamnya tidak ditunjukan pada Asyiah, bahkan Asiah membujuk Fir’aun untuk menerima Musa kecil dalam penjagaannya padahal ketika itu sedang diberlakukan undang-undang baru yaitu membunuh bayi lelaki di Mesir.
Namun kecintaan Fir’aun kepada Asyiah membuatnya mampu untuk bukan hanya membawanya namun juga memeliharanya, dan tanpa disadari Firaun, seorang musuh utamanya malah tinggal dalam rumahnya.
Penderitaan Asyiah yang bersuamikan berhala membuatnya menjadi istri yang taat diam di dalam rumah walaupun suaminya sangat kejam, tidak ada sedikitpun keinginan baginya untuk membalas kekejaman itu dengan memboikot, membentak-bentak, marah-marah ataupun kabur dari rumah, semua kekejaman yang dilakukan suaminya di depan matanya tiada terkira dilalui Asyiah dengan sabar, bertahun-tahun terperangkap dalam istana yang dingin tidak ada ketenangan dan keberkahan menyelimutinya.
Namun ditengah kepediahan Asyiah bersuamikan Fir’aun, Islam dan taqarrubilalallah-nya begitu membuatnya menjadi sosok tegar seorang wanita yang sangat beriman, sampai akhirnya tiada yang diminta kecuali satu, “Ya Allah, bangunkan aku rumah di Surga”.
Subhanallah permintaannya terlihat sangat sederhana namun begitu dalam dan penuh makna yaitu rumah di Surga, karena rumah di dunia rasanya sudah seperti di Neraka, dan wajarlah bila kesabaran dan kekuatan untuk memeluk erat Islam ditengah kekejaman Fir’aun menjadikan Asyiah sebagai salah satu wanita yang hidup di bukan era Rasulullah saw. Namun diakui sebagai salah satu wanita unggul selain Siti Maryam, Khadijah dan Fatimah.
Sanggupkah kita meniru Asyiah tetap taat kepada Allah dan tidak meninggalkan suami kita walau suami kita sekejam Fir’aun. Masya Allah, masih banyak yang harus kita pelajari dari para wanita mulia pendahulu kita. Wallahuallam.