“Keputusan ini berat, namun harus saya lakukan bu, bila ibu tetap ingin bekerja disini, maka ada kemungkinan gaji ibu akan dipotong 2/3 dari yang selama ini ibu terima, bila ibu tidak apa-apa seperti itu maka silakan ibu tetap melanjutkan disini,” demikian kata Pak Hardi dengan lembut namun tegas ketika memberitahukan bahwa ada pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan pemberian pesangon 6 bulan gaji kepada Bu Dita jika bersedia untuk melakukan pensiun dini.
Bu Dita sebetulnya berat menjalani semua hal ini, mengingat bahwa sang suami sudah 5 tahun di PHK dan belum ada juga tanda-tanda adanya perbaikan ekonomi. Bila ditambah dengan bu Dita yang di PHK, maka alamat gempa bumi akan segera beralih ke rumah mereka, dan bayangan anak-anak yang masih usia sekolah begitu lekat menari-nari di mata bu Dita.
Empat bulan berlalu, sedikit demi sedikit bu Dita kehabisan uang tabungan. Emosi demikian cepat meledak, pertengkaran dengan sang suami yang satu sama lain saling menyalahkan begitu deras terjadi, sebentar-sebentar teriakan cerai begitu cepat keluar dari mulut bu Dita, namun apakah itu merupakan solusi. Alhamdulillah suami bu Dita yang rambutnya sudah sangat memutih, walau usianya belum mencapai 40 tahun begitu sabar.
Dia sama sekali tidak terpancing emosinya oleh Bu Dita yang sedang panik karena selama ini kebutuhan rumah tangga lumayan dapat terpenuhi walaupun tidak seberapa, namun kondisi sekarang, dengan uang simpanan yang begitu cepat mengalir deras keluar tanpa pemasukan apapun, membuat Bu Dita menjadi semakin panik, seperti melihat serombongan tikus yang mengalir keluar rumah, berlari tanpa dapat dicegah.
Sisa uang yang ada akhirnya dipertimbangkan oleh bu Dita dan suaminya untuk banting tulang mencoba usaha warung indomie di depan rumah. Walaupun awalnya rasa malu sangat tak tertahankan, usaha warung indomie paling tidak membuat bu Dita menjadi tidak begitu stres lagi sebab ada pemasukan walaupun hanya sedikit.
Ada penyesalan di hati bu Dita, coba seandainya dari dulu dia berdagang macam-macam ketika masih bekerja, tentulah sekarang dia dapat meneruskan konsentrasi pada dagangannya. Bu Dita teringat pada bu Hani, kawan sekantornya yang walaupun sudah menjabat sebagai sekretaris direksi.
Namun ketika ke kantor seringkali membawa dagangan berupa sabun madu, sabun untuk mencuci wajah, dan dalam promosinya dikatakan bahwa sabun tersebut membuat wajah menjadi lebih bersih, menghilangkan flek-flek hitam dan mencerahkan wajah, harganya pun cukup mahal, bagi kantong para staff wanita, namun sabun tersebut boleh dicicil 2 kali. Setiap hari bu Hani terlihat begitu bersemangat.
Sambil mengikuti bosnya keliling kota, bu Hani tidak lupa membawa sekantung besar sabun untuk ditawarkan kepada siapa saja yang lewat dan ditemuinya sehingga ketika bu hani akhirnya kena peraturan gelombang ke tiga, pensiun dini, maka bu hani sudah punya channel, sudah punya network untuk meneruskan usahanya membantu suami mencari maisyah.
Karena ketika pada masa aman (dalam keadaan bekerja), bu Hani telah merintis usaha, dan ketika tiba waktunya di PHK, bu Hani telah tegak berdiri di kaki yang lain. Usaha membantu suaminya dalam era globalisasi disaat semua barang menjadi sangat mahal, tidaklah membuat bu hani stres dan emosi.
… Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. At Talaq [65] : 2)
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. At Talaq [65] : 3)