Pernikahan saat ini menjadi momok yang mengerikan bagi perempuan. Tidak sedikit perempuan beranggapan bahwa pernikahan akan membelenggu kehidupan mereka. Sehingga membuat banyak perempuan yang menghindari pernikahan bahkan memilih untuk tidak menikah hingga usia tua.
“Kenapa harus menikah, lagipula menikah hanyalah sunnah bukan kewajiban?”
Memang benar menikah hanyalah sunnah rasul tetapi bukan berarti tidak menikah menjadi sesuatu yang dibenarkan dalam islam.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak pula bagi perempuan mukminah apabila Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu ketetapan aka nada pilihan bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasulnya sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata.” (Al-Ahzab (33):36)
Sudah jelas bagi merka (perempuan) yang tidak menginginkan pernikahan, mereka dalan kesesatan. Dan ketika ayat tersebut disuguhkan, mereka menubah strategi dengan memperhalus kalimat dari tidak ingin menikah menjadi menunggu waktu yang tepat untuk menikah.
Alasan demi alasan pun mulai mereka gencarkan, belum siap mentak, karier, orang tua dan cinta. Sayangnya, dari kesekian alasan tersebut tak satupu mereka menolak pinangan karena agama laki-laki tersebut.
Masih belum siap
Diukur darimnakah ketidaksiapan mental itu?. Jika alasan itu diucapkan oleh perempuan yang berusia belasan tahun atau masih awal dua puluhan, masih wajar. Lalu, bagaimana jika alasan tersebut diucapkan oleh perempuan yang sudah berusia 25 tahun ke atas, apakah itu masuk akal?.
Ketidaksiapan mental hanya menjadi sebuah alasan yang digunakan oleh perempuan berusia di atas 25 tahun. Ketidaksiapan mental tersebut dikarenakan mereka tidak ingin kebebasannya terganggu. Ingin tetap bebas melakukan apapun tanpa beban tanggung jawab sebagai seorang istri maupun ibu.
Karier dan Membanggakan orang tua
Ingin membalas budi kepada orang tua dengan memiliki pekerjaan yang bagus dan bisa memberikan limpahan materi. Tanpa mengabaikan bahwa hidup membutuhkan uang, sesungguhnya bagi anak perempuan banyak cara untuk membalas budi orang tua bahkan lebih baik dibandingkan dengan limpahan materi.
“Barangsiapa mempunyai 3 anak perempuan atau 3 saudara perempuan lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta sikap bertanggungjawab, maka baginya adala surga.”
Hanya dengan melahirkan dan membesarkan anak perempuan mereka dengan baik, Allah sudah menjamin surga bagi para orang tua.
Tidak mencintai laki-laki yang meminangnya
Sesungguhnya hati dan pikiran itu yang menggerakkannya adalah Allah. Cinta pada dasarnya datang karena terbiasa. Jika memang belum ada cinta maka hal itu bisa dibangun saat kita dalam proses pengenalan. Permasalahannya adalah mereka (perempuan yang anti pernikahan) tidak mau memberikan kesempatan untuk saling mengenal dengan langsung memutuskan untuk menolak.
Alasan-alasan tersebut sebenarnya hanyalah alasan yang dibuat oleh kaum feminimisme barat. Dan kebodohan kita adalah mengikutinya bahkan saya pun pernah menjadi salah satu penganut paham anti menikah perempuan barat. Hal itu terjadi sebelum saya mengetahu untuk apa Allah menciptakan perempuan.
Kebebasan berekspresi yang dijanjikan oleh feminimisme barat bagi perempuan Indonesia yang kehidupannya jauh tertinggal bagaikan oaese di gurun pasir.
Luka yang masih berbekas
Pemikiran bahwa pernikahan akan membelenggu perempuan lebih disebabkan oleh kehidupan perempuan Indonesia saat masa penjajahan. Dimana perempuan hanya menjadi pengurus rumah tangga.
Kondisi perempuan yang menyedihkan saat itu bukan karena islam yang tidak menjunjung tinggi perempuan melainkan karena paham feodal yang disebarkan diseluruh penjuru Indonesia.
Kaum feodal memanfaatkan ajaran islam yang menyatakan bahwa kodrat perempuan adalah sebagai seorang istri dan ibu untuk menekan kehidupan perempuan. Membatasi gerak perempuan sebatas mengurus urusan rumah tangga (dapur).
Feminisme barat merasuki perempuan Indonesia
Islam yang kala itu masih belum mampu menyentuh masyarakat seutuhnya menjadi salah satu yang dipersalahkan atas nasib perempuan. Islam yang selalu menekankan bahwa kodrat perempuan adalah sebagai seorang istri dan ibu menjadi sasaran empuk bagi kaum perempuan yang tidak puas dengan kehidupan mereka.
Melalui RA Kartini pergerakan feminisme barat masku ke Indonesia. Pergerakan feminism barat yang lebih cepat dibandingkan dengan penyebaran agama islam membuat pemikiran bahwa pernikahan hanya mengukung kehidupan perempuan lebih merasuk kepada benak perempuan. Bahkan ketika islam sudah menyentuh seluruh lapisan masyarakat pemikiran tersebut masih sulit dihapus.
Selain itu pemikiran feminimisme barat yang menyatakan bahwa pernikahan hanya membelenggu kehidupan perempuan soelah seiya sekata dengan kondisi perempuan Indonesia saat itu.
Penekanan islam terhadap kodrat perempuan sebagai seorang istri dan ibu bukan tanpa alasan dan bukan pula karena Allah ingin mengkerdilkan peran perempuan dalam kehidupan.
”Do’a perempuan lebih makbul daripada laki-laki karena sifatn penyayang yang lebih kuat daripada laki-laki. dan ketika Rasulullah SAW di Tanya akan hal itu, Beliau menjawab ; ibu lebih penyayang daripada bapak dan do’a orang yang penyayang tidak akan sia-sia.”
Dari hadist tersebut diatas dapat kita ketahui bahwa perempuan diberi sifat penyayang yang lebih dibandingkan laki-laki. Allah memberikan sifat penyayang yang lebih kepada perempuan agar perempuan mampu melaksanakan tanggung jawab yang diberikan Allah kepada perempuan yaitu mendidik anak-anak mereka sehingga menjadi manusia yang baik yang dapat menjaga kelangsungan kehidupan dunia.
Agar perempuan dapat melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu, Allah menjamin hak-hak perempuan.
“Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan.” (HR. Ibnu Abdil Barr)
“Apapun yang engkau berikan berupa suatu nafkah kepada keluargamu maka engkau diberi pahala, hingga sampai sesuap makanan yang engkau angkat (masukan) ke mulut istrimu.” (HR. Bukhari & Muslim)
Hadist tersebut diatas menjelaskan bahwa Allah swt telah menjamin hak perempuan untuk menuntut ilmu dan mendapatkan nafkah dari suami. Penjaminan hak-hak perempuan tersebut agar perempuan dapat menggunakan ilmu mereka untk mendidik anak-anak mereka dan mampu mendampingi suami dalam menjalani bahtera rumah tangga serta agar perempuan tidak memikirkan tentang keuangan keluarga sehingga kita bisa kosentrasi pada tanggung jawab kita sebagai perempuan.
Bagaimanapun kemuliaan bagi seorang perempuan yaitu ketika dia menikah, menjadi seorang istri dan ibu. Dan, kebanggaan orang tua terhadap anak perempuannya yaitu ketika mereka melihat anak perempuannya mampu menjalankan kewajibannya sebagai seorang perempuan yang telah dikodratkan kepadanya dengan baik.
Masihkah kita berpikir untuk menghindari pernikahan?. Dan masihkah kita menganggap pernikahan adalah sebuah penjara?
Nama : Budi Prastiwi
Pendidikan : S1 ekonomi Universitas Merdeka Pasuruan