“Yang penting harus mampu berbuat adil, dan adil itu bukanlah masalah perasaan karena Rasulullah saja tidak mampu bersikap adil secara perasaan terhadap istri-istrinya. Rasulullah terkenal sangat menyayangi Aisyah, walaupun menyayangi istri-strinya yang lain juga.
"Namun poligami itu diperbolehkan, walau istri tak memberi izin sekalipun”, demikian penjelasan Ustad Iqbal kepada jamaah pengajian jum’at sore yang diadakan di masjid At-Taqwa, Rawamangun.
Bagiku penjelasan ini sudah sering terdengar olehku dan aku sudah hafal semua penjelasannya. Bagiku hal ini merupakan materi yang biasa ku simak dan biasa-biasa saja, namun akan menjadi luar biasa ketika suamiku yang kucintai, kupercayai serta kuhormati mengajukan permintaan yang tidak dapat kufahami, yaitu menikah lagi.
Semua penjelasan Ustad Iqbal yang masih terekam dalam ingatanku menjadi buyar dan menyebalkan. Mengapa Rasulullah menikah sampai begitu banyak? sehingga para suami kemudian berdalih dengan mengatakan ingin mengikuti sunnah rasul. Namun jeritku tak puas pada hatiku, Rasulullah berbeda, semua wanita yang dinikahinya meninggalkan history, dan pernikahan Rasul demikian agung serta semua diniatkan karena Allah.
Semua mempunyai nilai perjuangan serta dakwah. Dan yang jelas, semua istri Rasul pasti masuk surga walau semuanya dipoligami kecuali bunda Khadijah yang tetap monogami tanpa perempuan lain disisi Rasul. Namun bagaimana dengan aku, walaupun aku rela di madu, aku kan belum tentu masuk surga, protesku dalam diam..
Sudah dua hari ini aku mendiamkan suamiku. Dengan sikap serba salah dan salah tingkah suamiku mencoba mencairkan suasana, namun sayang hatiku masih beku dan tidak dapat menerima kenyataan real yang mungkin aku hadapi, dan merupakan gempa bumi bagi sebagian besar wanita bila suaminya menikah lagi.
Termenung aku dibuatnya. Aku bertanya dalam hatiku, “apa yang kurang dari diriku, apa salahku? Apa lagi yang diinginkannya? Sudah berapa lama dia berhubungan dengan wanita itu, dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang menggantung dalam hatiku. Semakin dipikirkan hal ini semakin membuatku marah dan nelangsa, rasanya dunia menjadi gelap dan hancurlah hatiku sekeping demi sekeping”.
Namun pada akhirnya akupun pasrah. Ketika hari yang kucemaskan tiba, kudapti suamiku betul-betul menikah lagi. Walaupun aku tidak siap dan tidak rela dimadu, namun aku harus berfikir kritis dan praktis, ’’yaa sudahlah suamiku menikah lagi atau tidak, yang penting bagiku adalah mencapai hidup bahagia dan mau apapun dia serta mau menangis seperti apapun aku, akhir dari kehidupan adalah kematian dan aku ingin kematian yang bergelar khusnul khotimah.
Akhirnya gusarku berangsur-angsur hilang, aku berteriak sekuatnya dibalik bantal di dalam kamar tidurku yang terasa dingin dan besar. Aku menjerit sekuatnya, melegakan hatiku yang gundah, "AAAAHHHHH .. BIARIN SAJA DIA kawin lagi, gak usah dipikirin, tiap manusia pasti .. MATI!!"
Yaa… “kullu nafsin dzaiqotul maut”, setiap yang bernyawa pasti mati (QS: Al Imron :185) dan dengan menikahnya lagi suami kita, dunia belum kiamat. Pikirkanlah cara agar kita bisa melalui proses kehidupan ini dengan akhiran yang baik, dengan gelar khsunul khotimah dan jangan habiskan waktu dengan amarah dan kesedihan yang berlarut-larut.
Pikirkanlah cara agar hidup kita dan sisa hidup kita begitu bermakna, bermanfaat dan berharga bagi diri sendiri dan orang lain, karena setiap manusia pasti mati. Pikirkanlah agar selama kita hidup, apa yang kita lakukan hanyalah kebaikan jariyah dan manfaat semata.
Berhentilah merenung, berhentilah marah-marah, dan berhentilah bersedih, jika suami kita kawin lagi. Dunia belum kiamat, isi hidup kita dengan sesuatu yang bermanfaat, karena mau apapun kita, kita pasti wafat. Salam khusnul khotimah!
Quiz : adakah tips bagi wanita yang dimadu untuk tetap tegar sampai akhir hayat?