“Aku merasa bahwa diantara kita sudah tidak ada kecocokan lagi, apa yang kamu bicarakan sungguh tak ku mengerti, aku juga merasa kamu sangat sulit memahami diriku, jadi sebaiknya kita berpisah saja, aku akan menceraikan kamu, dan kamu boleh memilih pria manapun sebagai pendampingmu.” Demikian sepotong sms yang singkat namun padat dan seperti petir yang bergabung dengan kilat yang menyambar cepat.
Hal ini sungguh telah merobek jiwa dan mengacaukan pikiran Saskia, pada sore yang cerah itu.
Sejenak, semua hitungan balancing dari laporan akhir bulan yang tertera di depan meja kerjanya buyar entah kemana. Saskia, seorang Manajer Keuangan di PT Widyakriya menyesal membuka sms dikala laporan akhir bulan hampir rampung dikerjakannya.
Dengan langkah gontai Saskia menuju ke kamar mandi sambil berpikir, beginikah rasanya menjadi wanita yang bebas diperlakukan suami seenak udelnya.
Terbayang kembali pertemuan pertama Saskia dengan suaminya di depan supermarket Goro, ketika seorang pria berjaket hitam bergerak membantunya mengumpulkan barang-barang yang berserakan karena kantung plastik belanjaannya tidak kuat menampung begitu banyak barang belanjaan.
” Kalau tahu begini, seharusnya aku tadi minta kasir supermarket membagi dua isi kantung belanjaan ini saja, jadi tidak memalukan seperti ini,” keluh Saskia pada dirinya.
Namun tidak urung Saskia merasa terbantu juga, ketika pria berjaket hitam itu membantu dan kemudian berlalu dari hadapannya. Hati Saskia pun berdesir sedikit ketika ingin mengucapkan terima kasih padanya namun pria itu hanya tersenyum saja tanpa mengatakan apa-apa.
Di lain kesempatan, Saskia bertemu lagi secara kebetulan ketika mengantar ibunya ke rumah teman lamanya di desa Pekayon. Terkejut Saskia, ketika mengetahui bahwa pria itu adalah putra bungsu teman lama ibunya. Akhir cerita, setelah merasa sedikit cocok, maka mereka menikah. Pria itu datang dengan diantar keluarganya untuk meminang Saskia dengan baik baik.
Mata Saskia merebak, pandangan serasa kabur, secepat kilat Saskia membasuh mukanya dan kemudian membaca kembali sms yang menyakitkan hatinya.
“Haruskah pertengkaran dan konflik kecil yang diakuinya memang sering sekali terjadi dan berkepanjangan harus ditutup dengan ungkapan ketidaksanggupan sang suami untuk meneruskan pernikahan mereka yang belum genap delapan bulan,” pikir Saskia.
“Apakah tidak ada cara lain untuk memperbaiki komunikasi dan pemahaman diantara kami berdua, mengapa dia mudah menyerah ?” demikian Saskia merenung.
“Ibu dan ayahku juga selalu bertengkar dari sejak aku masih SD, bahkan hingga ketika aku akan menikah pun mereka bertengkar. Ibuku menangis dua hari dua malam ketika ayahku dengan tegas mengatakan hanya adat jawa yang akan dipakai dalam prosesi pernikahanku, sesuai dengan kebiasaan keluargaku. Ayahku menafikan keinginan ibuku yang ingin menggunakan adat sunda.” Pikir Saskia.
Dalam perdebatannya ibu Saskia mengatakan, “Pernikahan ketiga kakak Saskia dulu menggunakan adat jawa, jadi wajar bila Saskia, anak putri yang terakhir dan satu-satunya perempuan menggunakan adat sunda sekali saja.”
Konflik itu hanya berakhir dengan airmata dari sang istri dengan wajah suram dan cemberut dari sang suami yang itu semua berlalu tanpa ada ungkapan cerai sedikitpun dari mulut ayah Saskia. Lalu Saskia melamun terus membayangkan kondisi pernikahan orangtuanya.
“Sungguh, tidak mudah bagiku menjadi janda. Hmm… Janda… gelar yang memalukan bagi wanita muda seuisaku, dengan lepasnya suamiku, berarti lepas juga setengah Dien-ku.
Aku tak sanggup bercerai,” pikir Saskia kalut. “Aku harus mempertahankan pernikahan ini dan kalau perlu aku akan berlutut dihadapan suamiku dan meminta maaf agar dia menarik kembali niatnya untuk bercerai,” demikian semangat Saskia berkobar kembali.
Saskia segera merapihkan ujung jilbabnya, disekanya semua sudut dipelosok wajahnya agar dia bisa tampil cerah dan segera pulang ke rumah menemui suaminya.
Kreet… kreeet… sinyal sms berbunyi lagi, dan refleks Saskia mengambil ponselnya, dan kreet… kreettt… sinyal sms ke-2 yang di silentkan bunyinya itu membuat Saskia sambil bergegas membuka pintu toilet kantornya, membaca cepat-cepat isi smsnya. “Maaf, aku sudah pikirkan ini masak-masak, ” demikian bunyi sms yang kedua dari suaminya. Belum sempat Saskia berfikir, disusul sms ketiga, “Besok pengacaraku akan menjumpaimu, maafkan semua kesalahanku, dan selamat tinggal, wassalam. Bayu.”
Saskia, niatmu untuk berbakti pada suamimu sudah didengar dan dicatat Allah, semoga tidak ada lagi perceraian yang dilakukan tergesa-gesa tanpa memberi kesempaan bagi wanita untuk bicara dan memperbaiki keadaan.
Semoga tidak ada lagi ungkapan perceraian yang dilakukan lewat sms. Sungguh tindakan yang tidak bertanggungjawab dan tidak jantan bagi seorang lelaki yang sampai hati menceraikan istrinya lewat sms. Ingat kata pepatah, datang baik-baik, maka pergilah baik baik.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ ﴿٢١٦﴾
[QS:2:216] Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
***
Quiz : Apa yang membuat Bayu menceraikan Saskia via sms? Apakah sah talak melalui sms tersebut?