Bupati Kendal Widya Kandi Susanti, baru-baru ini telah membuat pernyataan yang kontroversi bahwa Pekerja Seks Komersial (PSK), sebagai pahlawan keluarga. Hal ini hanya karena mereka bekerja untuk menghidupi keluarganya. Layakkah mereka menyandang predikat pahlawan? Padahal kita tahu bahwa apa yang dilakukannya bertentangan dengan norma sosial terlebih-lebih norma agama.
Pernyataan ini tentu mencerminkan cara berfikir yang pragmatis, kompromistis dan sekuler. Sebagai pengambil kebijakan, selayaknya dalam menyampaikan pernyataan dan membuat kebijakan seharusnya bisa memberikan jalan keluar, tidak hanya kompromistis dan mencari yang paling ringan risikonya. Sebagai seorang muslimah semestinya tidak menoleransi hal yang dilarang agama yaitu prostitusi dengan alasan apapun karena Allah telah mengharamkan perbuatan zina dan perbuatan zina adalah perbuatan yang sangat keji serta jalan yang buruk (Qs Al-Isra : 32).
Bila merujuk kepada aturan agama Islam, maka Islam telah menetapkan lima jalur yang harus ditempuh untuk mengatasi maraknya prostitusi :
Pertama, penegakkan hukum dengan sanksi yang tegas kepada semua pelaku prostitusi, tidak hanya mucikari atau germonya, tapi juga PSK dan pemakai jasanya yang merupakan subyek dalam lingkaran prostitusi.
Kedua, penyediaan lapangan kerja karena kemiskinan sering kali menjadi alasan utama PSK terjun ke lembah prostitusi.
Ketiga, pendidikan atau edukasi yang sejalan, sebab pendidikan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat memberikan bekal kepandaian dan keahlian sehingga mereka mampu bekerja dan berkarya dengan cara yang baik dan halal.
Keempat, sosial, yakni pembinaan yang akan membentuk keluarga yang harmonis merupakan penyelesaian jalur sosial yang juga harus menjadi perhatian pemerintah.
Kelima, kemauan politik. Terakhir yang paling penting penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam, yaitu dengan menegakkan sistem Khilafah Islamiyah yang akan menerapkan seluruh hukum- hukum Allah termasuk sanksi bagi pezina.
Asih Sri Wahyuni