Eramuslim – Masa anak-anak adalah masa emas bagi pembentukan karakter dan kecerdasan mereka. Tak mudah terkadang memahami perilaku dan suasana kebatinan seorang anak, terutama anak. Alam anak-anak memang unik.
Di antara kebiasaan mereka adalah bermain, bahkan hingga lupa waktu. Apakah tetap harus kita batasi dan kekang anak-anak ketika mereka bermain? Dalam kitab al-Fawaid al-Mukhtaroh dan kitab Tatsbit al-Fuad dijelaskan kisah berikut:
Seorang ayah mengadu kepada salah seorang ulama salih mengenai anaknya yang terlalu banyak bermain. Dia bawa anaknya.
Orang salih mengambil tangan anak dan bilang, “Ayo sana bermainlah nak.”
Ayah heran : “Mengapa?”
Ulama salih kemudian menjawab, ”Biarkkan dia menghabiskan naluri “bermain”nya sekarang karena masih usianya bermain. Jika dilarang, nanti dia akan terus bermain meski sudah bukan usianya.”
Penegasan hal yang sama juga pernah disampaikan Imam al-Ghazali. Dalam kitab mahakaryanya, Ihya Ulumiddin, sosok bergelar Hujjatul Islam itu menjelaskan, ”Sebaiknya izinkan anak bermain setelah mereka belajar. Berikan permainan yg bagus untuk menghilangkan tegangnya belajar di kelas, tetapi permainan yang tidak membuatnya lelah bermain juga.
Sungguh, melarang anak bermain, dan memaksa mereka untuk terus belajar, akan mematikan hatinya, merusak kecerdasannya, menyusahkan kehidupannya, sampai akhirnya ia akan terus berusaha mencari cara untuk lepas sama sekali dari belajar.” (rol)