Eramuslim – Hadhanah atau mengasuh anak wajib bila pasangan suami istri bercerai lantaran satu dan lain hal. Sejumlah ulama fikih menjadikan dan mendahulukan hak hadhanah (hak asuh anak) pada kaum perempuan.
Sebab, rasa sayangnya lebih besar, tekun, serta telaten dalam mendidik. Namun, jika hak asuh anak seorang ibu telah gugur, hak pengasuhan anak dipindahkan ke anggota keluarga lain.
Dalam buku Pengasuhan Anak karya Vivi Kurniawati dijelaskan untuk kepentingan anak dan pemeliharanya diperlukan syarat umum dan syarat khusus. Ini berlaku baik bagi hadhinah (pengasuh anak perempuan) maupun hadhin (pengasuh anak laki-laki).
Syarat umum hadhin dan hadhinah adalah islam, baligh, berakal, amanah, penuh tanggung jawab, mampu memenuhi segala kebutuhan anak dengan baik, tidak memiliki penyakit yang berbahaya atau menular, dan memiliki kecakapan dalam mengatur harta. Sedangkan syarat khusus hadhin dan hadhinah berbeda.
Bagi hadhin, sebaiknya dia mahram bagi anak yang diasuh. Maka tidak ada hadhanah anak perempuan kepada saudara sepupu laki-laki (anak paman) karena boleh menikah diantara keduanya. Imam Malik juga menetapkan syarat khusus yakni, hadhin hendaknya memiliki anggota keluarga perempuan yang bisa membantu dalam menjalankan hak asuh anak. Istrinya, atau dia menyewa jasa asisten rumah tangga. Terakhir, nadhin diharuskan tinggal menetap (tidak musafir).
Sementara syarat khusus hadhinah ada dua. Pertama, hadhinah tidak memiliki suami yang tidak ada hubungan mahram dengan anak. Karena dikhawatirkan hadhinah akan sibuk mengurusi hak-hak suaminya dan meninggalkan hak yang harus ia penuhi terhadap anak dalam pengasuhannya.
Kedua, jika hadhinah bukan ibu kandung, maka tetap hak menyusui ada pada ibu kandungnya jika masih ada. Sehingga dalam hal ini hadhinah tidak menerima hak sebagai ibu susu dari anak lantarann ibu telah menikah lagi dengan orang lain. (rol)