Ketika sedang asyik-asyiknya berselancar dalam tulisan tiba-tiba nada ringtone tanda sms masuk berbunyi…
From: Echa
Apr 15, 20:45
“Teh, menurut teteh perempuan lanjut S2 gimana? Ada yang bilang, kuliah terus kapan nikahnya?”
Saya tersenyum. Sejenak berhenti melanjutkan jemari ini untuk menekan huruf-huruf yang tertera di keyboard sambil mengalihkan jemari ke handphone untuk membalas sms Echa tadi, “Haha… kenapa dipusingin? Berapa banyak perempuan S2 juga nikah. Ada yang sambil, ada yang sebelum dan ada yang sesudah S2. Semua it’s ok aja…”
Tak lama kemudian, sms balasan dari Echa kembali saya terima, “Iya juga ya teh, hehe… Mohon doanya ya Teh insyaAllah tanggal 8 Mei aku ujian masuk S2 kenotariatan di UNDIP. Sekarang gak mau ambil pusing. Makasih Teteh…”, diakhiri wajah senyum, Echa menyudahi pertanyaannya melalui sms, namun saya kembali membalas sms nya…
“Menjadi muslimah yang berdaya dan smart adalah HARUS! Dan menjadi muslimah yang manfaat dan taat pada suami dan bakti bagi keluarga adalah WAJIB! Sukses.”
Perbincangan kami berakhir.
Perbincangan singkat saya melalui sms dengan Echa, menarik diri saya untuk sedikit mengulas stigma yang sudah mengakar di masyarakat tentang perempuan “Ngapain perempuan sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya ke dapur juga.”
Kadang lucu mendengar hal atau stigma semacam ini. Padahal jelas-jelas dari berbagai sumber terutama sumber Islami banyak yang mengatakan, adalah suatu kewajiban menuntut ilmu bagi setiap muslim, tidak pandang gender! mau lelaki ataupun perempuan.
Salah satu hadis shahih yang terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah, “Tholabul ‘ilmi faridhotun a’la kulli Muslimin”– menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim (laki-laki ataupun perempuan).
Tidak hanya hadis ini, dalam Al-Qur’an pun di katakan “Yarfaillahuladzi na’amanu minkum walladzi na’utu ilma darajat…” (QS : Al-Mujadillah 11) yang artinya, “Bahwa sesungguhnya Allah Swt. akan mengangkat orang-orang yang berilmu dengan beberapa derajat. Belum lagi surah Al-Alaq yang memerintahkan kepada semua umat untuk “Iqra”– bacalah!.
Penjelasan ayat tersebut bukan hanya sekedar “baca” yang diartikan secara harfiah saja, namun lebih daripada itu adalah bahwa sesungguhnya setiap manusia dimuka bumi wajib untuk belajar memahami segala hal di sekelilingnya. Intinya, disuruh belajar juga bukan?
Sudah banyak literatur perintah yang menegaskan bahwa belajar itu merupakan hukum wajib bagi siapa pun tanpa terkecuali. Bagi perempuan menuntut ilmu adalah bagian yang juga tak kalah penting. Saya agak kurang setuju jika tugas wanita hanya mengurus rumah tangga saja, tak usah belajar tinggi-tinggi. Bisa dibayangkan jika seorang perempuan tidak cerdas dan pandai, bagaimana generasi yang dilahirkannnya kelak?
Perempuan yang cerdas dan pandai akan lebih banyak membawa manfaat, tidak hanya bagi keluarganya namun juga bagi umat (sekitarnya).
Contoh kecil saja, jika perempuan hanya terkungkung pada stigma-stigma yang tidak memberdayakan, bagaimana kelak jika ia menikah dan mempunyai seorang anak, kemudian ia tidak tahu bagaimana mendidik anaknya sesuai dengan zamannya?
Bagaimana menyampaikan hal yang positif bagi anaknya? Belum lagi bagaimana pula jika sang suami tiba-tiba di PHK, meninggal atau terkena musibah lain yang membuat suami jadi tidak bias produktif kembali?.
Jika perempuan tidak cerdas dan pandai maka sudah dapat di bayangkan akan seperti apa keadaan keluarganya. Namun jika si perempuan adalah seorang yang cerdas dan pandai, maka insyaAllah ia akan menjadi pelengkap yang luar biasa bagi anak dan suami nya kelak, bahkan dalam kondisi tidak baik sekalipun.
Saya cukup mengerti, mungkin saja stigma lain yang juga berkembang di masyarakat adalah, jika perempuan cerdas dan pintar akan careless terhadap rumah tangga dan keluarganya.
Nah, inilah tantangan bagi para perempuan, terutama muslimah, untuk bagaimana tetap bisa mempertanggung jawabkan kodratnya. Tidak ada larangan untuk menuntut ilmu setinggi mungkin dan merengkuh cita-cita bahkan impian sekalipun, namun yang perlu diingat adalah tanggung jawab terhadap keluarga dan rumah tangga kelak jangan sampai terabaikan.
Contoh yang luar biasa adalah sosok seorang Khadijah dan juga Aisyah. Dua orang wanita yang pintarnya luar biasa. Khadijah seorang entrepreneur wanita yang sangat sukses, namun tetap menyadari kodratnya sebagai seorang istri Muhammad dan juga ibu bagi anak-anaknya.
Tidak kalah dengan Khadijah, sosok Aisyah, yang dikatakan dalam salah satu buku “Ensiklopedi Leadership & Manajemen Muhammad SAW : Edisi Membina Keluarga Harmonis ala Rasulullah” bahwa kepintaran Aisyah sangat luar biasa. Bahkan ada salah satu hadis mengatakan bahwa kepintaran Aisyah di ibaratkan dengan gabungan kepintaran seluruh wanita di dunia.
Bisa dibayangkan betapa pintarnya sosok Aisyah. Namun disisi lain betapapun pintarnya Aisyah, ia tahu betul bagaimana kodratnya sebagai istri.
Kalau soal jika nanti sekolah tinggi (S2) lalu kapan menikahnya, itu bukanlah hal yang harus di perdebatkan terlebih di persoalkan. Menikah bisa dilakukan sebelum melanjutkan studi, sambil atau bahkan sesudah. Itu adalah pilihan.
Yang terpenting adalah, dan mesti ditekankan bahwa segala sesuatu di barengi dengan konsekuensi. Ya, jika memilih lanjut kuliah dulu, bisa saja. Toh bisa di barengi pula, siapa tahu sambil kuliah bisa sambil dapet jodoh, ya kan? Atau juga bisa sambil kuliah terus menikah, itu juga pilihan.
Jelasnya, keduanya bisa dijalankan beriringan atau satu-satu dulu, semua itu pilihan. Niat yang nggak boleh adalah menunda-nunda untuk menikah, itu yang sangat tidak disarankan.
Jadi bagi para perempuan (muslimah) tidak usah ragu dan khawatir lagi, dengan pilihan-pilihan apakah S2 atau nikah. Ingat, menuntut ilmu itu wajib! meski tidak harus dilakukan dalam lingkungan formal. S2 atau menikah, keduanya bisa dilakukan sejalan beriringan ataupun satu-satu diselesaikan, semua bukan masalah.
Hanya kadang hal ini menjadi masalah menurut keluarga kita atau bahkan sekeliling kita. Namun begitu kita yang menentukan hidup kita mau dibawa kemana bukan? So, pilihlah segalanya yang terbaik menurut Anda dan sadarilah segalanya sudah satu paket dengan segala konsekuensinya. Be responsible!
Dan ingat, setinggi apapun ilmu Anda duhai para perempuan, Anda tetaplah seorang makmum bagi suami anda, jadi tetaplah menjadi istri dan ibu yang bijak, baik serta pelengkap yang menyempurnakan bagi suami dan anak-anak Anda kelak.