Rachel Corrie
Jika Anda bertanya, ”Siapa dia?” Jawabnya: Dia gadis cantik, muda, energik dan mempesona. Lahir dan besar di tengah keluarga Kristen, di Olympia, Washington, Amerika Serikat. Beberapa hari sebelum kematiannya, sebuah Koran harian di Inggris memajang fotonya yang berjilbab di kolom Head line; ketika pertengahan Februari 2003, dia dan pegiat kemanusiaan anti-penjajahan berdemonstrasi di Tepi Barat, lalu di jalur Gaza Palestina, menentang pemugaran paksa rumah-rumah penduduk Palestina oleh militer Israel.
Aktivis-aktivis gereja berbangga karena Rachel lahir sebagai Kristiani yang konsisten berjuang sejak Olympia, Rusia, hingga Palestina. Orang-orang Yahudi menjadikannya sebagai penyambung lidah mereka, bahwa mereka tak setuju dengan pendirian rezim Zionis, Israel. Kaum Muslim, terutama warga Tepi Barat, Palestina, menegaskan bahwa Rachel Corrie belajar bahasa Arab, belajar membaca al-Quran sebelum dilindas Buldozer Israel dan mempersembahkan jiwanya untuk tegaknya keadilan.
Lazimnya, seorang anak, apalagi perempuan, mendapat warna orang tua dalam memilih ”dunianya.” Berbeda dengan Rachel Corrie, justru pengaruhnya teramat besar bagi kedua orang tua, saudara, serta kawan-kawannya. Rachel Corrie telah mencipta ”atmosfer keluarga” dengan nafas cinta kemanusiaan. Semula, keluarga, terutama mama Rachel menghendakinya urungkan niat berangkat ke Palestina. Tapi, Rachel menjawab singkat, ”Ma, telah kukemasi barang-barang yang kubutuhkan di sana (Palestina).” Sekarang seluruh keluarga Rachel menjadi penggiat lingkungan-hijau yang anti-fasis, anti-penjajahan, dan anti-rasisme.