Penyebab lain adalah dari faktor orangtua yang tidak bisa dijadikan teladan, tidak adil, dan menyia-nyiakannya, seperti tidak mau mengurusinya, berbuat kasar dengan kata-kata maupun tindakan, dan sering memarahinya. Selain itu juga kehidupan suami istri yang retak, orangtua yang selalu menjauh dan tidak akrab dengan anak-anak, tidak ingin direpotkan anak, memanjakannya secara berlebihan, dan suka menzaliminya.
Sedang bentuk kedurhakaan dari faktor anak penyebabnya antara lain: anak malas belajar tauhid yang benar, enggan salat di masjid, hobinya bergaul dengan anak-anak nakal, dibesarkan di lingkungan yang materialistis dan serba permisif.
Maka tidak heran muncul anak yang dahulunya baik menjadi penentang, yang semula tawadhu mejadi beringas.
Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda, Seseorang itu berdasarkan agama temannya, karena itu hendaklah di antara kamu melihat siapa kawannya. (Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi).
Fenomena Uququl walidain
Terdapat sejumlah indikasi anak durhaka, seperti: selalu menyusahkan orangtua dengan perkataan maupun perbuatan, membentak dan menghardiknya, berkata ah! (hufh!), meremehkannya, atau menolak perintahnya. Juga bermuka masam, tidak berkenan menemani atau mengantar orang tua pada saat dibutuhkan, mengejek dan membodoh bodohkan, memperbudak, menghina masakannya, serta tidak mau membantu menyelesaikan pekerjaan dan bebannya.
Selain itu, tidak memperhatikan serta mengabaikan kebutuhannya, tidak memperhatikan nasihatnya, jarang meminta izin jika keluar rumah atau memasuki kamarnya, tidak mengakui sebagai orangtuanya, menyesali terlahirkan darinya. Atau juga melakukan kekejian di hadapannya, mencemarkan nama baik dan kehormatannya, terlalu banyak menuntut di luar kemampuannya, menginginkannya supaya cepat mati agar segera dapat warisannya, dan tidak pernah bersilaturahim, tidak pula mendoakannya.
Namun tidak semua yang dapat menyakitkan hati orangtua atau menolak perintahnya dinamakan kedurhakaan (uququl walidain). Misalnya menolak perintah mereka yang melanggar agama, menolak untuk berbuat musyrik, bidah, dan maksiat. Jika ada ayah ibu memerintahkan putrinya untuk menanggalkan jilbab jika ke luar rumah, atau melarang shalat berjamaah, menyuruh membelikan rokok serta melakukan perbuatan mungkar lainnya, maka anak wajib menolaknya dan mendakwahinya dengan baik.