“Padahal keluar dari dominasi tabiat amatlah sulit,” katanya.
Untuk itu Ibnu Qayyim menyarankan, orang tua menghindarkan anaknya dari kegemaran mengambil sesuatu dari orang lain, karena jika anak itu telah terbiasa mengambil, itu akan menjadi tabiat dan dia akan tumbuh sebagai mengambil bukan pemberi.
“Jadi, anak itu harus dibiasakan memberi,” katanya.
Jika orang tua hendak memberi sesuatu kepada orang lain, berikanlah sesuatu itu melalui tangan anak itu agar merasakan betapa manisnya memberi. Begitu pula orang tua harus menjauhkan anaknya dari berdusta dan berkhianat, lebih kuat dari menjauhkannya dari racun pembunuhan.
“Jika anak itu mendapat kemudahan berusaha dan berhianat, hal itu akan merusak kebahagiaan dunia dan akhirat dan menghalanginya dari segala kebaikan,” katanya.
Orang tua harus menjauhi anaknya dari bersikap malas suka menganggur, berfoya-foya, dan bersenang-senang saja. Orang tua harus membimbing anaknya melakukan kebaikan.
Jangan biarkan anak menyukai selain hal-hal yang memenuhi jiwa dan tubuhnya dengan kesibukan karena malas dan menganggur akan berakibat buruk dan menimbulkan penyesalan. Bekerja keras dan jerih payah akan memberi kesudahan yang baik di dunia di akhirat atau keduanya.
“Orang paling bahagia adalah orang yang paling gemar susah payah dan orang paling susah adalah orang yang paling gemar bersenang-senang. Kepemimpinan di dunia dan kebahagiaan di akhirat tidak dapat dicapai kecuali melalui susah payah,” katanya.
Yahya bin Abu Katsir berkata. “Ilmu tidak akan diperoleh dengan kesenangan jasmani,” katanya.
Ibnu Qayyim juga menekankan agar orang tua membiasakan anaknya bangun di akhir malam, karena saat itu sesungguhnya adalah waktu pembagian keberuntungan dan pembagian hadiah. Sebagian orang ada yang mendapat sedikit, ada yang mendapat banyak, dan ada yang tidak mendapat apa-apa sama sekali.
“Jika anak terbiasa bangun dini hari waktu kecil, mudah-mudahan pula baginya melakukan hal yang sama waktu besar,” katanya. (rol)