Yang lelaki tampan, punya pekerjaan mapan dengan gaji tiap bulan lebih dari cukup, bahkan berlimpah untuk ukuran materi, berpendidikan tinggi. Berasal dari keluarga baik-baik. Pun demikian, yang perempuan cantik, cerdas, berpendidikan tinggi. Menikah dan mempunyai putra-putri yang cerdas-cerdas pula.
Sudah sunnatullahnya begitu, cikal bakal dari kedua orang tuanya yang tak punya cacat
sosial mendidiknya, maka tak hanya cerdas dan tampan-cantik, tapi juga humanis. Sempurna, demikian orang menyebut keluarga itu.
Sudah baik rupa, baik budi, dan kaya pula. Keluarga harmonis, demikian para pakar parenting menganalisanya, karena azas saling mendengar dan saling memahami menjadi landasan utama, yang kuncinya adalah komunikasi.
Namun, tahukah? Ternyata keluarga yang begitu indah dipandang mata itu adalah ahli neraka. Kenapa? Padahal mereka tak pernah merugikan orang lain, tak pernah melanggar norma-norma kesusilaan masyarakat.
Sebabnya adalah, karena mereka tak pernah punya orientasi yang jelas setelahnya. Karena mereka tak pernah berpikir ada apa nantinya dibalik sekat pembatas kehidupan bernama kematian. Tujuan hidup cukup hanya sampai dunia yang nyata-nyata akan ada masa akhirnya.
Bahagia di dunia, memang. Tapi balasan derita di akhirat sudah menanti pasti. Semuanya bermula dari keimanan yang terabaikan. Keimanan tentang adanya Allah
Swt., Tuhan semesta alam yang wajib diibadahi, berlanjut pada keimanan kepada para malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul, hari kiamat, qadha dan qadar.
Sungguh, di hari ini kita dapati, begitu banyak keluarga yang kelihatannya baik-baik saja, harmonis dan bahagia, namun dibalik itu, siksa neraka menanti. Oleh dasar itulah, menjadi ingatan yang tak bisa dinafikan, tentang peringatan Allah Swt ;
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan," ( At Tahrim: 6 )
Kalau sudah begini, masihkah kita memandang mereka menjalani hidup dengan baik-baik saja? Asal semua kebutuhan hidup tercukupi, anak-anak tak bermasalah, malah berprestasi. Maka semuanya menjadi indah. Ya, memang indah, namun keindahan yang semu dan itu artinya, kita tertipu !
Kembali ke aturan Islam, itulah jalan selamat.
Jika kita coba menelisik lebih dalam tentang peringatan Allah Swt. dalam kitab-Nya tersebut, maka akan kita dapati korelasi yang kuat bahwa aspek, efek, sikap, cara pandang, kepribadian dan apapun nantinya pada seseorang terlihat, bahan dasarnya adalah dari keluarga.
Karena jelas, semua laku yang tercipta, sekecil apapun itu, dengan detail telah tercatat di lembaran kitab para malaikat, yang kemudian Allah Swt. mengabarkan akan kita terima tanpa kurang satu hurufpun kelak di hari pembalasan.
Slide pun di buka tentang kehidupan kita, dievaluasi, mana yang sia-sia, maksiat dan jatuhnya ke neraka, mana yang baik, bermanfaat, namun tunggu, belum tentu jatuhnya ke surga.
Karena disini berlaku aturan yang jelas tentang pemaknaan kebaikan, yang menjadi nilai berarti atau hanya berhenti sampai dunia dan sia-sia belaka di akhirat. Aturan itu, Allah menyebutnya bernama niat, bahwa semua amal akan tergantung niatnya–hadis Arbain ke satu.
Maka jelaslah, kenapa keimanan itu menjadi pintu pembuka kemana kita nantinya setelah berakhirnya kehidupan ini, dengan kunci satu-satunya adalah syahadatain. Yang kemudian semuanya harus diterjemahkan dalam syariat-Nya.
Ini, sedang tidak mendongeng ria kawan, tapi mengajak siapa pun memunguti kembali kepingan-kepingan orientasi hidup yang sesungguhnya.
Jika demikaian adanya, mari kita kembali pada apa yang telah dinarasikan, dideskripsikan bahkan dicontohkan dalam Islam. Tentang bagaimana seharusnya sebuah keluarga menjalani kehidupannya dalam berkeluarga. Yang dalam Islam kemudian kita kenal dengan serangkai kata sakinah, mawaddah wa rahmah.
Muslimah, inilah peranmu !
Ketika kita berbicara tentang keluarga, maka komponen utama yang akan kita dapati adalah ayah, ibu dan anak. Semuanya telah begitu apik ditata dalam Islam tentang hak dan kewajiban, tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Meski bukan hadis Nabi Saw, dan hanya perkataan baik dari ulama, namun "wanita adalah tiang negara" sepertinya masih menjadi rujukan valid melihat realitas yang ada di kehidupan rumah tangga.
Hal ini bisa dibuktikan, bahwa wanita, yang memainkan dua peranan dalam waktu yang bersamaan; sebagai Isteri dan Ibu, turut menjadi komponen utama pembentuk karakter keluarga. Bahkan disebut-sebut, Ibu adalah madrasah aula (sekolah pertama) bagi putra-putrinya dalam konteks tarbiyatul aulad (pendidikan anak dalam Islam). Disisi yang lain, sering kita dengar, keluarga adalah peletak batu pertama peradaban. Dan wanita, engkau ada didalamnya.
Bukan berarti mengesampingkan peranan penting lelaki, karena pada kenyataan sang nahkoda juga tak kalah penting, terlebih disaat genting. Karena ia kemudian pemegang final segala keputusan yang harus ditaati oleh semua awak kapal. Hendak bagaimana dan kemana kepalnya melaju.
Hanya saja, ketika kita kembali melihat tugas wanita yang harus mengandung, melahirkan, menyusui dan akhirnya merawat dan menumbuh-kembangkan (baca:mendidik), maka disini terlihat jelas, bahwa harus ada bekal khusus bagi
seorang wanita dalam menjalankan peranannya. Bukan kemudian para bapak lepas tangan, tapi ada poin-poin yang hanya bisa dilakukan oleh wanita secara naluriah. Itulah sebabnya kenapa ada kodrat masing-masing yang tak perlu kita tuntut untuk disamakan, namun biarlah pada fitrahnya masing-masing untuk kita sinergikan begitu mistaqan ghalidza menyatukan.
Itu baru peranan menjadi Ibu, lalu bagaimana menjadi istri?
"Perhiasan terindah dunia adalah wanita salihah" demikan sabda Nabi Saw, nan
mashur menghargai wanita di kehidupan dunia.
Kenapa harus diidentikan dengan perhiasan terindah? Maka dalam hal ini, dua jempol untuk sang Nabi Saw., karena ketepatan beliau membidik ketertarikan para adam. Bahwa sudah menjadi fitrah dasar manusia, cenderung menyukai kepada hal yang indah-indah. Maka, suguhan keindahan hakiki hanya ditunjukan untuk wanita salihah, dan ini hanya berlaku untuk lelaki beriman yang tahu tentang hakikat keindahan, tanpa mudah tergoda kemudiain berhasil ditipu oleh keindahan palsu, semu dan sementara.
Pertanyaan sederhana dari para wanita kemudian, bagaimanakah wanita salihah
itu? Sebuah lirik nasyid dari the fikr, cukup lengkap mendeskripsikannya.
Wanita salihah adalah sebaik-baik keindahan.
Menatapnya menyejukan kalbu.
Mendengarkan suaranya menghanyutkan batin.
Ditinggalkan menambah keyakinan.
Wanita salihah adalah bidadari surga yang hadir di dunia.
Wanita salihah adalah ibu dari anak-anak yang mulia.
Wanita salihah adalah isteri yang menuguhkan jihad suami.
Wanita salihah, penerbar rahmat bagi rumah tangga, cahaya dunia dan akhirat
(prolog)
Perhiasan yang paling indah bagi seorang abdi Allah, itulah ia wanita salihah, ia menghiasi dunia.
Aurat ditutup demi kehormatan, kitab Al-Quran didaulahkan, suami mereka ditaatinya, walau perjuangan dirumah saja akhlaq mulia yang ia hadirkan.
Karena iman dan juga Islam telah menjadi keyakinan. Jiwa raga mampu dikorbankan, harta kemewahan dilaburkan.
Didalam kehidupan ini, ia menampakan kemuliaan. Bagai sekuntum mawar yang tegar di tengah gelombang kehidupan.
(Wanita Shalihah, The Fikr)
Inilah muslimah sesungguhnya, yang mengerti bagaimana seharusnya menjalankan amanah kemuslimahannya, didamba tak hanya para Rijal penegak panji-panji Islam, namun juga peradaban dan kehidupan semesta.
***
/rf_Pada masanya nanti, amanah kemuslimahan ini akan dimintai pertanggung jawaban-Nya. Seberapa siapkah sekarang kita?
Penulis: Rifatul Farida