Eramuslim – Khitbah adalah menyatakan atau mengungkapkan keinginan untuk melamar atau meminang seseorang. Berbeda dengan tunangan, khitbah sifatnya tidak mengikat.
Apabila orang yang dipinang menyetujui khitbah dari orang yang meminang, mereka belum bisa berduaan atau bermesraan sebelum mereka sudah dinyatakan sah menikah.
Namun, seorang yang dipinang bisa saja menolak pinangan seseorang. Mengutip dari perkataan ustadzah Nurul Hidayati pada video yang diunggah akun instagram @fiqihpernikahan, menolak pinangan dari seseorang hukumnya adalah makhruh, sekalipun itu ada alasan yang jelas atau tidak. Namun, apabila keadaan darurat dan mengharuskan seseorang menolak pinangan tersebut, maka hal tersebut tidak apa-apa.
“Hukum menggagalkan tunangan atau khitbah atau lamaran itu dengan alasan yang jelas maupun dengan alasan yang tidak jelas adalah hukumnya makruh. Jadi lebih baik tidak dilakukan,” ucapnya.
Menggagalkan khitbah juga pernah terjadi pada saat zaman Nabi Muhammad SAW. Kisah yang diriwayatkan dalam shahihain. Dari Miswar bin Makhramah, bahwa Nabi Muhammad SAW berkhutbah di atas mimbar,
“Sesungguhnya Hisyam bin Al Mughirah meminta izin kepadaku untuk menikahkan anak perempuan mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Namun aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya. Kecuali jika ia menginginkan Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku baru menikahi putri mereka. Karena putriku adalah bagian dariku. Apa yang meragukannya, itu membuatku ragu. Apa yang mengganggunya, itu membuatku terganggu.“