Aku menjelaskan keinginanku, lalu dia menikahkanku. Orang-orang memberiku ucapan selamat, kemudian acara selesai. Begitu sampai di rumah aku langsung menyesal. Aku berkata dalam hati, Aku telah menikah dengan keluarga Arab yang paling keras dan kasar. Aku ingat kepada wanita-wanita bani Tamim dan mereka keras hatinya.
Aku berniat menceraikannya, kemudian aku berubah pikiran. Jangan ditalak dulu, jika baik. Jika tidak, barulah ditalak. Berapa hari setelah itu para wanita Tamim datang mengantarkannya kepadaku. Ketika dia didudukkan di rumah, aku berkata kepadanya, Istriku, termasuk sunah jika laki-laki bersatu dengan istrinya untuk salat dua rakaat dan dia pun demikian.
Aku berdiri salat, kemudian aku menengok ke belakang, ternyata dia juga salat. Selesai salat para pelayannya menyiapkan pakaianku dan memakaikan jubah yang telah dicelup dengan minyak zafaran. Manakala rumah telah sepi, aku mendekatinya. Aku menjulurkan tangan ke arahnya. Dia berkata, Tetaplah di tempatmu.
Aku berkata kepada diriku, Sebuah musibah telah menimpaku. Aku memuji Allah dan membaca shalawat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Dia berkata, Aku adalah wanita Arab. Demi Allah, aku tidak melangkah kecuali untuk perkara yang diridai Allah. Dan kamu adalah laki-laki asing, aku tidak mengenal akhlak kepribadianmu. Katakan apa yang kamu sukai, sehingga aku bisa melakukannya. Katakan apa yang kamu benci, sehingga aku bisa menjauhinya.
Aku berkata kepadanya, Aku suka ini dan ini (aku menyebut ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, dan makanan-makanan yang aku sukai) dan juga membenci ini dan ini. Dia bertanya, Jelaskan kepadaku tentang kerabatmu. Apakah kamu ingin mereka mengunjungimu?