Oleh: Jahar, Penulis & Nasyider
Istilah yang lebih layak untuk ajang yang merendahkan kaum wanita ini bukanlah Miss World, melainkan Miss Worst. Sebab, memang kenyataanya berbagai keburukan dan musibah yang menimpa kaum wanita dari ajang kecantikan ini. Ada berbagai kemaksiatan yang terbungkus dalam ajang Miss World ini. Aneka keburukan dikemas seolah-olah semuanya itu adalah kebaikan, baik itu bagi kaum wanita, panitia penyelenggara (MNC Grup), maupun Indonesia sebagai negeri bermayoritas muslim. Keburukan yang dimaksud di sini merupakan bentuk kemungkaran dan penentangan terhadap Syariat Islam yang tinggi.
Keburukan pertama, penyempitan makna ‘cantik’. Apa itu cantik? Apakah yang cantik sudah dijamin sekaligus mulia? Nuansa yang begitu kental dari ajang ini adalah penilaian cantik tidaknya seorang wanita didominasi oleh tampilan fisik (beauty). Aspek fisik yang menjadi pertimbangan juri dalam ajang ini yaitu berat badan, warna kulit, dan tekstur rambut. Muncul stereotip bahwa cantik itu adalah yang berkulit putih seperti di iklan, bahkan naudzubillah, cantik itu diukur berdasarkan ukuran tubuh bagian tertentu. Tentu ini merupakan definisi yang sangat jauh dari cantik, bagaimana bisa nilai wanita diukur dari bentuk dan ukuran tubuh tertentu seperti halnya daging ayam atau daging sapi yang diukur beratnya menggunakan mesin kiloan? Jelas definisi cantik dalam ajang ini benar-benar rancu dan sangat tidak manusiawi. Wanita derajatnya disejajarkan dengan barang dan hewan. Kecantikan yang telah dipaparkan tadi hanyalah mitos yang dibuat oleh media, produsen kosmetik dan pihak-pihak yang berkepentingan. Definisi cantik itu tidaklah mutlak. Masing-masing kultur memiliki kriteria yang berbeda dalam memaknai kecantikan.
Lagi pula, bukankah Allah menilai seorang hamba itu bukan dari tampilan fisik yang menjadi bungkusnya, melainkan sesuatu yang muncul dari jiwa manusia dan sifatnya abadi. Allah sungguh sangat adil, fisik akan rusak dan kembali menjadi tanah, sementara ketakwaan itulah yang abadi. Firman Allah:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13).
Bagaimanakah posisi kecantikan fisik di hadapan Allah? Di hadapan-Nya, kecantikan bukanlah patokan karena rupa adalah seperti halnya warna kulit yang merupakan qadha Allah. Hal-hal yang berkaitan dengan qadha Allah itu tidak terkait dengan hisab di hadapan Allah. Dengan kata lain, kecantikan tidak menjadi faktor penentu kemuliaan seseorang di hadapan Allah. Sabda Rasul:
“Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa/fisik dan harta kalian, tetapi Allah memandang hati dan amal kalian.” [HR. Muslim]
Jadi, yang paling bernilai bagi seorang wanita dalam pandangan Islam adalah kecantikan hati (inner beauty) yang dihiasi dengan amal shalih. Agar wanita bisa memiliki kecantikan hati, tentulah dia harus menjadi seorang muslimah yang memegang teguh syariat Allah, beramal shaleh dengan berpijak pada syariat-Nya. Rasulullah bersabda:
”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (HR. an-Nasa’i dan Ahmad)
Kedua, Miss World mengangkat citra wanita. Memang selain beauty, ajang ini juga ditambah dengan penilaian Brain (kecerdasan) dan Behavior (Kepribadian). Namun dua faktor ini hanyalah polesan karena penilaian yang mendominasi tetaplah aspek beauty. Ada banyak indikasi untuk melihat faktor kecerdasan dan kepribadian. Nah, apakah keduanya ini bisa terwakili hanya dengan kemampuan kontestan menjawab pertanyaan juri untuk masalah terkini dan terlibatnya kontestan dalam aktivitas sosial dalam ajang tersebut. Kita tahu bahwa karantina dalam ajang ini tidak lama, dan dalam waktu yang singkat itu, tentu saja semuanya bisa dimanipulasi peserta. Untuk kedua hal tadi, kemampuan menjawab persoalan terkini dan terlibat dalam aktivitas sosial itu sudah disetting sedemikian rupa, tentulah respon yang muncul sudah tidak alami lagi. Dengan pengondisian seperti itu, kemungkinan peserta bisa mempelajarinya terlebih dahulu sangatlah besar.
Benarkah ajang Miss World dan ajang-ajang serupa itu mengangkat citra wanita? Kita sudah paham bahwa para finalis ajang ini akan menjadi popular laiknya selebritas. Seperti kebanyakan para selebritas, mereka menjadi duta produk. Kepopularannya itu mampu mendulang kekayaan. Mereka menjadi model iklan untuk berbagai produk mulai dari kosmetik, merk baju, hingga merk sepatu. Apakah citranya menjadi terangkat? Sepintas memang dia menjadi terangkat, namun jika kita mencoba teliti lebih jauh, nyaris finalis sebetulnya sedang direndahkan atau merendahkan dirinya karena mereka rela menjadi ‘mesin produksi’ untuk menaikkan jumlah produksi suatu produk. Dengan kata lain mereka menjadi umpan agar suatu produk bisa meraih simpati pasar. Kalau lebih jauh mereka sadari, wanita dalam ajang ini tidak lebih sebagai boneka yang ditempelkan berbagai merek. Dan boneka tersebut harus ‘manut’ pada produsen. Malah di negeri asalnya, hampir kebanyakan para finalis Miss World atau ajang serupa yang tragis mereka terperangkap ke dunia narkoba atau menjadi bintang film porno. Jadi, ajang ini tidaklah mengangkat atau membebaskan kaum wanita, tapi menjebak dan menjerumuskan wanita dalam kehinaan. Ajang kecantikan ini menjadikan wanita sebagai penyangga agar sistem kapitalisme tetap eksis.
Bagaimanakah membebaskan kaum wanita dari penjajahan kapitalisme? Untuk membebaskan kaum wanita, kita harus mencari alternatif sistem yang memang menempatkan kaum wanita bukan sebagai objek ekspolitasi. Apakah itu ada pada sistem sosialisme? Kita melihat fakta sama saja, bahwa wanita dalam sistem sosialisme tidak juga ditempatkan pada posisi yang terhormat. Allah berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang paling mulia) di sisi Allah adalah Islam…” (QS. Ali Imran [3]: 19).
Islam itu tinggi dan tidak diungguli. (HR. Ad-Daraquthni, berderajat hasan menurut Ibnu Hajar dalam Fathul Bari).
Islam sebagai sebuah agama yang agung bukanlah sekadar wacana. Islam telah menunjukkannya selama berabad-abad yang membumi dalam sebuah sistem negara bernama Khilafah Islamiyah. Kita bisa melihat dahulu bagaimana sebuah kaum dimuliakan karena Islam dan bagaimana pula kita hari ini sebagai kaum yang terhinakan karena melalaikan Islam. Seperti itulah kenyataannya, Islam yang agung membuat orang yang berpegang teguh padanya menjadi mulia dan tinggi di hadapan Allah dan juga manusia. Pun demikian halnya dengan kaum wanita. Kaum wanita terhina, tak berdaya, dan jadi objek semata dalam sistem kapitalisme. Maka akan menjadi kebalikannya jika wanita berpegang teguh pada Islam, mereka akan mulia. Tidak bisa kita mengambil keduanya, harus menentukan pilihan mencampakkan kapitalisme demokrasi, lalu memeluk erat Islam secara total.
Ketiga, Miss World bisa mengharumkan nama Indonesia di mata dunia. Panitia penyelenggara ini berdalih, ajang ini mampu membantu Indonesia untuk dikenal di dunia. Ajang ini mampu mengundang investor dan turis mancanegara. Dengan begitu pariwisata Indonesia akan terkenal. Mereka juga berdalih, Miss World yang diselenggarakan di Indonesia ini tidak ada kontes bikini, akan dibuat rasa Indonesia. Ada kebaya, batik, songket, dan lain sebagainya. kita katakan sekali lagi bahwa semua itu hanyalah polesan karena pada prinsipnya tetap ajang ini mempertontonkan kemolekan tubuh wanita.
Apakah dengan cara yang begitu menjijikan agar Indonesia bisa dikenal dunia? Bukankah masih banyak cara lain agar Indonesia ini bisa bangkit dan memiliki harga diri di dunia internasional? Apakah yang membuat negeri Indonesia naik pendapatannya hanya mengandalkan faktor pariwisata saja? Kita ketahui bahwa SDA Indonesia sangat melimpah ruah. Bukankah yang lebih tepat untuk menaikkan perekonomian Indonesia itu, salah satunya dengan cara mengambil alih SDA yang dikelola Asing, bukan melulu melalui pariwisata.
Sudahlah SDA kita tergadai begitu rupa, melalui ajang ini apakah kita juga akan menggadaikan keislaman dan juga kebudayaan kita? Jika kita melihat lebih jauh, Miss World adalah penjajahan budaya. Barat memaksakan paham dan nilai-nilai yang mereka anut melalui ajang ini. Memang Allah sudah mengingatkan kita bahwa orang kafir tidak akan pernah rela, hingga umat Islam mengikuti gaya hidup mereka.
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka…” (QS. Al-Baqarah [2]: 120).
Mereka sadar bahwa Indonesia merupakan barometer dunia Islam. Indonesia sebagai negeri muslim mayoritas tentu sangat diperhitungkan. Jika ajang ini sudah diamini di negeri mayoritas, tentu mereka punya legitimasi untuk menyelenggarakan ajang semacam ini di negeri-negeri muslim lainnya.
Maka dari itu, tidak ada kompromi untuk ajang Miss World, hanya satu kata, #TOLAK! Penolakan ini merupakan sebuah kewajiban sebagai refleksi dari keimanan kita. Penolakan ini merupakan ekspresi dari ketundukan kita pada Allah dan Rasul-Nya. Ketika kita diseru dengan ajaran Islam untuk melaksanakan perintah maupun meninggalkan larangan, maka dengan penuh kesadaran selayaknya kita mengatakan, sami’naa wa atha’naa, kami mendengar dan kami menaatinya. Tak ada satu pun alasan syar’i untuk menyatakan tidak menolak maupun tidak mendukung (mencoba bersikap netral) terhadap penyelenggarakan Miss World ini. Sikap kita sebagai muslim sangat jelas menolak karena Miss World secara konsep maupun fakta di lapangan menyalahi syariat Islam.
Syariat Islam telah menempatkan wanita pada derajat yang terhormat, yang harus dilindungi. Untuk memberikan perlindungan yang utuh terhadap kaum wanita, maka sudah saatnya Islam sebagai sebuah sistem yang paripurna ditegakkan. Melalui tegaknya sistem Islam ini, orang akan ditunjukkan bukti konkret bagaimana kaum wanita dimuliakan. Dan sudah saatnya kaum wanita menjadi bagian dari penegak sistem Islam (Khilafah Islamiyah) yang akan melindunginya dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam Bisshawab.