Bagaimana cemburunya orang yang berpacaran? Tak perlu dibahas, karena hubungan mereka pun terlarang di mata Alloh. Jadi pasti cemburunya pun cemburu yang tidak pada tempatnya.
Cemburu, sebuah rasa yang Alloh hadirkan sebagai suatu bentuk ujian pada manusia. Sama seperti cinta, sakit, dan luka. Dan yang namanya perasaan pasti berada di bawah kendali manusia. Memilih untuk diikuti, berarti cemburu yang menguasai kita, atau memilih untuk dikelola yang berarti cemburu berada di bawah kekuasaan kita.
Sejatinya ada dua jenis cemburu, yaitu cemburu yang Alloh sukai dan yang tidak Alloh sukai. Rasulullah bersabda: “Rasa cemburu ada yang disukai Allah dan ada pula yang tidak disukai-Nya. Kecemburuan yang disukai Allah adalah yang disertai alasan yang benar. Sedangkan yang dibenci ialah yang tidak disertai alasan yang benar (cemburu buta).” (HR. Abu Daud).
Alasan yang benar disini misalnya adalah karena pasangan melakukan pelanggaran syariat sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits berikut:
Sa’ad bin Ubadah ra berkata: “Seandainya aku melihat seorang pria bersama istriku, niscaya aku akan menebas pria itu dengan pedang.” Nabi saw bersabda: “Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa`ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa`ad dan Allah lebih cemburu daripadaku” (HR Bukhari Muslim).
Bisa juga karena pasangan tidak memperhatikan hak-hak suami atau istrinya. Seperti yang melanda banyak orang di era serba digital seperti sekarang ini, yang memunculkan istilah, ” yang jauh semakin dekat, yang dekat menjadi jauh.” Misal, istri yang lebih mengutamakan melayani sms, bbm pria lain daripada memanfaatkan waktu memperhatikan suaminya. Atau suami yang lebih suka memilih membangunkan wanita lain untuk tahajud dan sahur daripada memperhatikan istrinya. Atau suami lebih memilih mengirim sms nasihat agama pada wanita yang bukan istrinya. Sekalipun ada hak suami untuk taaruf lagi, bukan berarti hak istri boleh diabaikan. Apalagi bila interaksi antar lawan jenis sudah bukan dalam koridor taaruf dan di luar tiga hal yang dibolehkan syara, seperti saling menanyakan kabar, minta didoakan, minta dibawakan oleh-oleh dan semisalnya.
Contoh lain mudah sekali didapati ketika kita menengok Internet. Seseorang yang pemalu di dunia nyata, bisa menjadi tidak tahu malu di dumay. Seorang wanita seolah “gatal” untuk tidak koment, menanggapi status atau twit ustadz idolanya, pada saat ada juga Ustadzah atau wanita lain yang sebenarnya bisa ditanya dan dijadikan tempat konsultasi. Atau seorang pria juga “gatal” untuk tidak nimbrung obrolan khusus para wanita. Ada kebanggaan berhasil berinteraksi dengan mereka yang di dunia nyata tak terjangkau. Bukan bersuudzon, tapi sesungguhnya sikap kehati-hatian lebih utama. Apalagi fakta telah bicara berapa banyak kasus perselingkuhan, main hati dan main api terjadi akibat interaksi antar lawan jenis di dumay (FB dkk).
“Sesungguhnya Allah cemburu, orang beriman cemburu, dan cemburuNya Allah jika seorang Mu’min melakukan apa yang Allah haramkan atasnya” (HR. Imam Ahmad, al-Bukhari dan Muslim).