“Majelis yang berbahagi, apakah ada di antara kalian yang mencampuri istri dengan menutup pintu dan merapatkan tabir, akan tetapi, kemudian membicarakan kejadian itu kepada orang lain dengan mengucapkan, bahwa aku telah melakukan begini dan begitu terhadap istriku?“
Mendengar perkataan itu, para jamaah laki-laki berdiam diri. lalu Beliau menghadap ke arah jamaah wanita seraya menanyakan: “Apakah ada di antara kalian yang membicarakannya?
Kemudian ada seorang wanita muda duduk di atas kedua lututnya sembari mengangkat kepala agar terlihat dan terdengar suaranya oleh Rasulullah berkata: “Demi Allah mereka semua jamaah laki-laki dan juga jamaah wanita membicarakannya. Kemudian beliau bertanya: “Apakah kalian mengetahui perumpamaan orang yang melakukan hal itu?”
“Sesungguhnya perumpamaan orang semacam itu seperti setan laki-laki dan perempuan, di mana salah satu dari mereka bertemu pasangannya di tengah jalan lalu buang air besar di sana, sedangkan orang-orang tengah melihat kepadanya.” (HR Imam Ahmad dan Abu Dawud).
Dari Abu Sa’id RA, dia berkata; bahwa Nabi SAW bersabda:
عن أبي سعيد رضي الله عنه قال أن النبي صلى الله عليه وسلم قال أن النبي صلى اللّه عليه وآله وسلم قال ان من شر الناس عند اللّه منزلة يوم القيامة يفضي إلى المرأة وتفضي إليه ثم ينشر سرها .
“Sesungguhnya di antara orang yang terburuk kedudukannya disisi Allah pada hari kiamat kelak adalah seorang laki-laki yang mengetahui rahasia istrinya atau seorang istri yang mengetahui rahasia suaminya kemudian menceritakan rasa itu kepada orang lain.” (HR Muslim dan Ahmad).
Dari kedua hadits di atas, kata Syekh Kamil dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya dilarang membicarakan secara panjang lebar mengenai apa yang terjadi pada saat melakukan hubungan badan dengan istri kepada orang lain.
Cerita itu dikecualikan kepada ahli medis yang berkaitan dengan penyakit yang diderita oleh suami atau istri. “Akan tetapi, diperbolehkan membicarakannya bersama dokter jika berkenaan dengan penyakit yang ada pada istri maupun suami,” katanya. (rol)