Eramuslim – BERDASARKAN penjelasan dari Ustaz Ammi Nur Baits: Pertama, yang sesuai sunah, mencukur rambut bayi dilakukan di hari ketujuh setelah kelahiran. Berdasarkan hadis dari Salman bin Amir Ad-Dhabbi radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap anak ada aqiqahnya, sembelihlah aqiqah untuknya dan buang kotoran darinya.” (HR. Bukhari 5471)
Dalam hadis lain, dari Samurah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelih di hari ketujuh, diberi nama, dan dicukur kepalanya.” (HR. Nasai 4149, Abu Daud 2837, Turmudzi 1522, dan dishahihkan Al-Albani)
Ibn Abdil Bar mengatakan, Makna: buang kotoran dari bayi adalah mencukur rambutnya. (Al-Istidzkar, 5/315)
Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan,
“Mayoritas ulama, yaitu malikiyah, Syafiiyah, dan Hambali, berpendapat bahwa dianjurkan mencukur kepala bayi pada hari ketujuh, dan bersedekah seberat rambut berupa emas atau perak menurut Malikiyah dan Syafiiyah, dan berupa perak saja menurut hambali. Jika tidak dicukur maka beratnya dikira-kira beratnya, dan sedekah dengan perak seberat itu. Mencukur rambut dilakukan setelah menyembelih aqiqah.” (Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, 18/96)
Jika pada hari ketujuh belum sempat dicukur, maka rambut anak tetap dicukur setelah itu, meskipun telah baligh. Hal ini sebagaimana keterangan Ibn Hajar Al-Haitami, salah seorang mazhab Syafii, ketika beliau menjelaskan anjuran cukur rambut dan sedekah seberat rambut. Beliau menegaskan kasus rambut bayi yang belum dicukur.