Seorang gadis cantik, imut, berusia belasan tahun datang ke apotek siang itu. Dia bertanya kepada salah satu pegawai apotek yang kebetulan sudah dikenalnya,”Mbak duwe co(kondom) merk iki sing rasa iki?(varian kondom merk tertentu)”.
Mendengar pertanyaan agak menggelitik dari seorang gadis yang tanpa sungkan bertanya tentang kondom, aku pun mendekat.'”Buat siapa mbak? “tanyaku padanya. Pertanyaan setengah menyindir yang bertujuan mengingatkan bahwa sebenarnya dia tak pantas beli seperti itu.
Tapi jawabannya sungguh mencengangkan. “Buat saya bu, untuk koleksi”jawabnya dengan ringan.
Masya Allah, tak bisa berkata apa-apa aku mendengar jawabannya. Tanpa perlu suudzan sekalipun padanya, dan anggap saja dia berkata sebenarnya, jawaban itu sungguh menggiris hati. Memprihatinkan sekaligus menyedihkan.
Apa yang ada dalam pikiran seorang gadis jika hobinya adalah mengkoleksi berbagai varian kondom? Berbagai aroma? Meski kemasannya memang dibuat menarik dengan berbagai gambar buah-buahan, adakah orang yang terlalu naïf pikirannya berpikir dia mengkoleksi benda itu karena suka dengan bungkus-bungkusnya? Tidak ada bukan?
Informasi yang begitu luas dan tanpa batas, menyebabkan semua orang bisa mengakses informasi-informasi yang belum saatnya mereka terima, yang hanya menyibukkan pikiran mereka dengan hal-hal yang akan merugikan mereka. Sebagaimana melihat gambar-gambar porno maka mengakses artikel yang membahas sexsualitas secara vulgar juga bisa menimbulkan kecanduan. Hal ini akan berakibat sibuknya pikiran mereka dengan angan-angan yang buruk, yang akan terimplementasikan pada perbuatan nyata jika kesempatan itu ada. Paling tidak seperti halnya gadis itu dengan hobinya yang tak sewajarnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”(Baa-ah menurut bahasa adalah jima’(berhubungan suami-istri)
Hadits diatas seharusnya menjadi pedoman bagi orangtua untuk mengarahkan putra/putrinya.Bahwa untuk menjaga anak-anak mereka dari nafsu syahwat yang belum saatnya, dari serbuan virus-virus cinta yang tiap hari menyerbu mereka, adalah dengan mengajak mereka berpuasa. Mengajak mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menyibukkan pikiran mereka dengan hal-hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat mereka.
Buka mata, buka hati, jangan sampai menyesal di kemudian hari.
Diatri Ratih Rahayu