Beberapa hari yang lalu, kita semua dikejutkan oleh kabar meninggalnya mantan Ibu Negara, Ibu Ainun Habibi. Semoga Allah Swt. menerima semua amal saleh beliau dan mengampuni semua dosa- dosanya, serta ditempatkan-Nya pada maqom yang mulia. Amin Ya Robbal A’lamin.
Kepergian mantan Ibu Negara tersebut, mengingatkan saya pada tiga tahun yang lalu, tepat di bulan Juni, ketika Ibunda tercinta meninggal diatas sajadah yang telah dihamparkannya sendiri, dini hari, ketika beliau (Allahumma Yarham) hendak bersiap untuk sholat qiyamul lail, amalan kesukaaanya. Subhanallah.
Sama sekali tidak ada tanda- tanda Ibunda tercinta akan tutup usia, bahkan tanda- tanda berupa sakit kepala, atau keluhan lainnya layaknya seseorang yang akan dipanggil oleh Allah Swt.
Beliau adalah seorang salehah, yang berhasil mendidik kesembilan putra putrinya dengan penuh kesabaran. Untuk menggambarkan bagaimana beliau berjuang semasa hidupnya untuk anak- anaknya, cukup saya mengajak anda semua untuk mengingat beberapa masa kebelakang, dimana Siti Hajar (Ibunda Nabi Ismail Alaihissalam) bolak
balik antara bukit Shafa dan bukit Marwa sampai tujuh kali, demi memenuhi rasa haus sang buah hati, Ismail, yang meronta- ronta kehausan dipadang tandus.
Siti Hajar, ditinggal oleh sang suami tercinta, Nabi Ibrahim Alaihissalam, atas perintah Allah Swt. di gurun pasir yang sangat sepi, yang tidak ada satu orang pun tinggal disana, bahkan tidak juga orang yang lalu lalang. Akan tetapi, buah perjuangan, kesabaran dan ketawakalan Siti Hajar kepada Allah Swt., kemudian dirasakan oleh semua umat Islam di seluruh penjuru dunia, berupa air zamzam.
Begitulah, gambaran perjuangan ibunda tercinta, penuh dengan kesabaran, dedikasi, dan kasih sayang kepada anaknya, maka tak heranlah ketika suatu saat seorang sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad Saw. tentang bakti kepada orang tua; “Ya Rosulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan kebaikan pergaulanku?” Beliau bersabda, ”Ibumu.” Dia berkata lagi, ”Kemudian siapa lagi?” Beliau bersabda, ” Ibumu”. Dia berkata lagi,”Kemudian siapa lagi?” Beliau bersabda, ”Ibumu”. Dia berkata,”Kemudian siapa lagi?”. Beliau bersabd, “Ayahmu”.
Lalu, bagaimana untuk menciptakan seorang ibu yang tangguh dalam berbagai situasi seperti dicontohkan oleh Siti Hajar? Atau seperti dicontohkan oleh Asma binti Abu bakar, yang tetap membantu perjuangan Islam walau dalam kondisi hamil tua, dengan setia mengantarkan perbekalan kepada ayahanda tercinta, Abu Bakar dan Rosulullah Saw. ketika beliau berdua bersembunyi dari kejaran kaum kafir Quraisy?
Sebelum menginjak ke pembahasan tersebut, saya ingin mengajak anda semua untuk mengingat kembali, bagaimana di zaman ini, kaum wanita belia yang ingin menapaki karir yang cemerlang, baik di dunia hiburan atau bidang lainnya, banyak yang menggadaikan sebagian dari agamanya, bahkan, ibundanya sendiri yang mendukung penuh, dan mengusakan ketenaran anaknya. Semoga kita semua tidak terlena oleh fata morgana dunia.
Maka akan halnya masalah ini, Baginda Rosulullah Saw. Bersabda, ”Bagaimana dengan kalian, apabila perempuan-perempuan kalian telah melampaui batas, pemuda- pemuda kalian telah berbuat kefasikan, dan kalian juga telah meninggalkan jihad kalian …?” Adalah sebuah mata rantai yang sambung menyambung, awalnya, kaum wanita berbuat melampaui batas, lalu diikuti oleh kenakalan kaum remaja. (Hadis tsulasa, ceramah- ceramah Hasan Al-Banna, Hal 601)
Itulah kita, wanita. Jika kita rusak, maka jangan berharap anak-anak kita akan menjadi penerus perjuangan Islam. Jika orientasi kita terhadap hidup anak- anak kita hanya melulu seputar ketenaran dan kesuksesan dunia, maka jangan harap kita akan mendapatkan kiriman doa dari anak yang saleh, ketika kita kelak sudah di alam baka.
Satu hal yang perlu kita ingat bersama, bahwa Allah Swt. pasti akan menguji setiap orang yang mengaku beriman, seperti janji-Nya dalam Al-Quran yang mulia, “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta benda, jiwa dan buah- buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang- orang yang sabar,” (QS.Al Baqoroh:155).
Adalah sebuah kepastian, bahwa kita didunia ini akan diuji Allah Swt. dengan ujian yang tidak kita sukai. Tetapi, bagi kita sebagai seorang muslimah, yang apalagi sudah diberi amanah oleh Allah Swt. lantas akankah kita lari dari kenyataan? Ataukah berlapang dada menghadapinya dengan penuh kesabaran, dan mengharapkan balasan pahala serta karunia dari Allah Swt.?
Maka, cukuplah bagi kita untuk mencontoh ibu- ibu kita yang senantiasa teguh memegang prinsip Islam, senantiasa bersabar dalam ujian, dan berjuang demi pendidikan dan kesalehan anak- anaknya.
Apalagi jika bukan dengan cara mengencangkan ikatan kita terhadap Allah Swt., serta memperkuat ruhiyah kita, meluruskan visi kita terhadap anak- anak kita. dan berusaha untuk tetap bersabar, bersabar, dan bersabar.
Semoga dengan itu, kita senantiasa dimudahkan Allah Swt. dalam menghadapi berbagai gelombang, dalam samudera kehidupan.
Wallahu ‘alam bisshowab.
Penulis: Yuyu Latifah, Villa Mutiara Cikarang, Bekasi.